
Tebuireng.Online— Perigantan Haul ke-15 KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Masyaikh Pesantren Tebuireng telah mencapai pada puncak acara, yakni 22 Desember 2024. Acara Haul ini sudah dimulai sejak dari tanggal 19 sampai pada tanggal 21 dengan berbagai kegiatan yang diselanggarkan seperti Bathsul Masail, Bedah Majalah, Ishari, Khotmil Qur’an, Pembacaan Maulud, dan terakhir pengajian akbar sebagai tanda malam puncak.
Pada malam puncak peringatan haul tersebut, KH. Abdul Hakim Machfudz selaku Pengasuh Pesantren Tebuireng, sekilas mengenang masa lalu bersama Gus Dur.
“Saat kita mengenang Gus Dur, ada banyak sekali yang bisa kita kenang. Banyak sekali yang ditinggalkan, banyak sekali warisan-warisan, dan hampir semua orang merasa dekat dengan Gus Dur, baik pesan-pesannya yang disampaikan melalui keadaan yang sangat santai, terkadang dengan becanda. Dan gus dur juga saat muda, memang senang bercanda,” ungkap Cicit Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari itu.
Gus Kikin mengenang, “saya mengingat pada masa-masa kecil, dulu saat tanggal 1 syawal, ada Halalbihalal di Pesantren Tebuireng ini, dan biasanya di ruang tengah terdapat acara-acara resmi. Kami yang muda-muda ada di ruangan sebalah, biasanya ada gusdur yang senantiasa menceritakan banyak hal yang membuat kami tertawa.”
Terdapat sebuah cerita yang saya dapatkan dari Gus Sholah, lanjut Ketua PWNU Jatim itu, jadi Gus Dur itu perihal hidup adalah hal yang mudah, cari uang itu bukan perkara yang susah. Suatu ketika Gus Dur itu tidak punya duit, dan beliau datang ke Redaksi Koran Tempo, yang mana di situ beliau mengetik sebuah tulisan, mungkin hanya memakan waktu setengah jam saja. Setelah itu ia serahkan tulisannya ke redaksinya dan ia mendapatkan uang.

Sosok Gus Dur dikenal dibekali oleh kemampuan bacanya, kemapuan tulisannya yang bagus dan ditambah lagi dengan kemampuan bicaranya dalam menyampainya, sehingga sangat sedikit sekali di Indonesia ini yang memiliki kemampuan seperti Gus Dur. Dari ketiga kemampuan itulah menjadikan Gus Dur saat menyampaikan apapun sangatlah sederhana.
“Tapi biasanya dari ungkapan gusdur itulah dapat memecahkan persoalan sehingga munculah ungkapan khas gusdur yakni “gitu aja kok repot”. Karena bagi Gus Dur tidak ada yang susah, dan senantiasa selalu ada solusi,” terangnya dengan senyum khasnya.
Adapun menurutnya, di Pesantren Tebuireng ini terdapat tiga anugerah, mulai dari KH. Hasyim Asyari, KH. A Wahid Hasyim dan KH. Abdurrahman Wahid, yang mana ketiganya diberikan kelebihan dan kemampuannya.
“Banyak juga warisan yang ditinggalkan oleh KH. Hasyim Asy’ari, beliau meninggalkan warisan yang sangat banyak. Tetapi tidak ada catatan dalam sejarah yang mencatat pesan-pesan yang ditinggalakan oleh KH. Hasyim Asyari,” tuturnya.
Dalam hal itu, beliau menungkapkan, “seadainya saja Gus Dur tidak melanjutkan warisan dari KH. Hasyim Asyari. Mungkin sampai hari ini pun kita tidak megentahui apa saja yang ditinggalkan oleh KH. Hasyim Asy’ari.”
Karena sejatinya sesuatu yang dilakukan oleh Gus Dur, tidak lain adalah sesuatu warisan-warisan yang ditinggalkan oleh KH. Hasyim Asy’ari, sehingga oleh Gus Dur bisa diangkat, bisa digali dan bisa diamalkan oleh Gus Dur, seperti kemanusiaan, plularisme, mungkin yang berbeda adalah humornya. Karena saya tidak melihat humor dari KH. Hasyim Asy’ari.
Beliau juga mengatakan bahwa, pesan-pesan tersebut sampai hari ini masih sangat relavan, pesam-pesan kemanusiaan dan pesan-pesan pluarisme, itu perlu kita gali, perlu kita lanjutkan dalam kehidupan.
Pewarta: Dimas Setyawan