tebuireng.online– Mekanisme tentang pemilihan Rais Aam PBNU dalam Muktamar ke 33 NU yang bertempat di Jombang Jawa Timur belum menemui titik terang. Mekanisme pemilihan ini sampai mengundang komentar Greg Fealy, Pengamat dari Universitas Nasional Australia yang hadir sebagai peninjau ketika mengikuti sidang Komisi Rekomendasi di Pondok Pesanren Tebuireng.

Menurutnya Ahwa secara prinsip baik untuk diimplementasikan, karena banyaknya money politic yang kerap muncul ketika mekanisme pemilihan secara langsung calon pemimpin di Indonesia.

“Saya bisa paham plus dan minus sistem itu dan saya kira ada usaha untuk mengurangi politik uang dalam muktamar terutama dalam pemilihan ketua umum. Salah satu cara untuk mengurangi itu adalah dengan Ahwa,” ujarnya (3/8)

Dia juga menjelaskan, sebenarnya sitem pemilihan secara one man one voting adalah cermin demokrasi untuk memilih seorang pemimpin. “Dari segi prinsip sistem demokrasi merupakan sistem yang paling baik. Pemungutan suara langsung memang cukup bagus sekali. Tetapi di Indonesia sekarang ini ada resiko tinggi politik uang menemani pemilihan langsung. Kami harus mengakui itu,” jelasnya.

Akan tetapi, menurut Greg Kurang arif jika Ahwa langsung diterapkan dalam muktamar kali ini. Menurutnya masih memerlukan banyak waktu untuk mematangkan konsep sistem pemilihan dengan cara Ahwa.”Tetapi saya kira banyak cabang belum siap, lebih arif menunda sampai muktamar yang akan datang,” tambahnya.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Ketegangan yang terjadi dalam siadang pleno (2/8), yang membuat PBNU harus mengumpulkan Para Kiai untuk meredam dan mencari jalan keluar. Hasilnya, pembahasan sitem pemilihan Rais Aam PBNU diserahkan pada Komisi Organisasi. Setelah dibahas bersama dalam sidang komisi, sitem pemilihan Ahwa akan dibahas kembali dalam sidang pleno selanjutnya. (fatih/abror)