Oleh: Ustadz Muhammad Idris*

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Saya ingin bertanya, ada seseorang yang pernah kasih saran ke saya. Jika saya sedang gelisah, ragu, resah, butuh petunjuk disarankan shalat istikharah agar mendapat petunjuk atau bantuan dari Allah. Bagaimana teknis pelaksanaan shalat istikharah tersebut?  Mohon pencerahannya. Terima kasih.

Astrid, Jambi

Wa’alaikumussalam wr wb

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Terima kasih kepada penanya, saudari Astrid. Semoga Allah senantiasa memberikan limpahan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Amiin yaa rabal ‘alamiin. Adapun jawabannya sebagai berikut:

Istikharah adalah upaya memohon kepada Allah agar memberikan pilihan/petunjuk terbaik kepada kita akan hal-hal yang memang  kita punya hak untuk memilih antara mengerjakan dan meninggalkannya.

Misalnya seseorang melakukan istikharah untuk mengetahui apakah yang baik ia nikah pada tahun ini atau tahun depan, setelah melakukannya, ternyata hatinya terbuka untuk memilih di antara kedua tersebut yang lebih baik.

Anjuran untuk melakukan shalat istikharah merupakan sunnah Nabi, sebagaimana diterangkan dalam sebuah hadis di bawah ini:

عن جابر بن عبد الله قال: «كان رسول الله صلّى الله عليه وسلم يعلّمنا الاستخارة في الأمور كلها، كما يعلمنا السورة من القرآن، يقول: إذا همَّ أحدكم بالأمر، فليركع ركعتين من غير الفريضة، ثم ليقل:اللهم إني أستخيرك بعلمك، وأستقدرك بقدرتك، وأسألك من فضلك العظيم….. الخ

Dari sahabat Jabir, ia berkata; Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam mengajari kita istikharah dalam menentukan perkara-perkara, sebagaimana beliau mengajari kita surat dari Al Quran. Jika kalian hendak melakukan perkara/urusan, maka rukuklah (shalatlah) dua rakaat dari selain fardhu. Kemudian berdo’a; “Ya Allah, sesungguhnya aku meminta pilihan yang tepat kepadaMu dengan ilmu pengetahuanMu dan aku mohon kekuasaanMu (untuk mengatasi persoalan) dengan kekuasaanMu. Aku mohon kepadamu sesuatu dari anugerahMu yang maha agung..”

Adapun tehknis pelaksanaan shalat istikharah sebagai berikut ini:

Pertama, melakukan shalat dua rakaat sebagaimana shalat-shalat sunnah biasa dengan niat

أُصَلِي سُنَّةَ الإِسْتِخَارَةِ رَكْعَتَيْنِ  لِلّهِ تَعَالَى

“aku niat shalat istikharah dua rakaat karena Allah Ta’ala.”

Kedua, membaca surat al Fatikhah kemudian membaca surat al Kafirun pada rakaat yang pertama, namun sebelum membaca surat al Kafirun hendaknya membaca ayat 68 dan 69 dari surat al Qashah.

وَرَبُّكَ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَيَخْتَارُ مَا كَانَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ سُبْحَانَ اللَّهِ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ (68) وَرَبُّكَ يَعْلَمُ مَا تُكِنُّ صُدُورُهُمْ وَمَا يُعْلِنُونَ (69)

“Dan Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya. Sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka. Maha suci Allah dan Maha tinggi dari apa yang mereka persekutukan (dengan Dia). Dan Tuhanmu mengetahui apa yang disembunyikan (dalam) dada mereka dan apa yang mereka nyatakan.”

Kemudian pada rakaat yang kedua membaca surat al Fatikhah yang dilanjutkan membaca surat al Ikhlas. Namun sebelum membaca surat al Ikhlas hendaknya terlebih dahulu membaca ayat 36 dari surat al Ahzab [1]

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا (36)

“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguhlah dia telah sesat, dengan kesesalan yang nyata.”

Ketiga, setelah salam, membaca doa istikharah yang sangat terkenal di bawah ini.

أللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْتَخِيْرُكَ بِعِلْمِكَ، وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ، وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ الْعَظِيْمِ، فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلاَ أَقْدِرُ، وَتَعْلَمُ وَلاَ أَعْلَمُ، وَأَنْتَ عَلاَّمُ الْغُيُوْبِ. اَللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا اْلأَمْرَ -وَيُسَمَّى حَاجَتَهُ- خَيْرٌ لِيْ فِيْ دِيْنِيْ وَمَعَاشِيْ وَعَاقِبَةِ أَمْرِيْ فَاقْدُرْهُ لِيْ وَيَسِّرْهُ لِيْ ثُمَّ بَارِكْ لِيْ فِيْهِ، وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا اْلأَمْرَ شَرٌّ لِيْ فِيْ دِيْنِيْ وَمَعَاشِيْ وَعَاقِبَةِ أَمْرِيْ فَاصْرِفْهُ عَنِّيْ وَاصْرِفْنِيْ عَنْهُ وَاقْدُرْ لِيَ الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ثُمَّ أَرْضِنِيْ بِهِ

“Ya Allah, sesungguhnya aku meminta pilihan yang tepat kepadaMu dengan ilmu pengetahuanMu dan aku mohon kekuasaanMu (untuk mengatasi persoalanku) dengan kemahakuasaanMu. Aku mohon kepadaMu sesuatu dari anugerahMu Yang Maha Agung, sesungguhnya Engkau Mahakuasa, sedang aku tidak kuasa, Engkau mengetahui, sedang aku tidak mengetahuinya dan Engkau adalah Maha Mengetahui hal yang ghaib. Ya Allah, apabila Engkau mengetahui bahwa urusan ini (orang yang mempunyai hajat hendaknya menyebut persoalannya) lebih baik dalam agamaku, dan akibatnya terhadap diriku sukseskanlah untuk ku, mudahkan jalannya, kemudian berilah berkah. Akan tetapi apabila Engkau mengetahui bahwa persoalan ini lebih berbahaya bagiku dalam agama, perekonomian dan akibatnya kepada diriku, maka singkirkan persoalan tersebut, dan jauhkan aku daripadanya, takdirkan kebaikan untuk ku di mana saja kebaikan itu berada, kemudian berilah kerelaanMu kepadaku.”

Setelah shalat istikharah, biasanya di dalam hati timbul rasa tenang dan mantap terhadap salah satu alternative yang ada. Bisa juga hasil istikharah diketahui lewat mimpi, dengan isyarat dan simbol-simbol tertentu.

Namun, bila ternyata setelah melakukan shalat tersebut, ternyata hatinya belum juga terbuka, mana yang lebih baik dilakukan, maka hendaklah ulangi shalat istikharah, walaupun hingga lebih dari tiga kali bahkan tujuh kali.

Apabila setelah itu masih belum mendapatkan petunjuk dari Allah maka bersabarlah sampai ada kejelasan mana yang lebih baik. Namun, apabila sudah tidak dapat bersabar lagi maka ia kerjakan saja hal yang mudah baginya, karena kemudahan itu juga merupakan tanda bahwa itulah yang terbaik.

Wallahu’alam bis showab.


*Mahasantri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari.


[1] Fiqh Ibadah Panduan Lengkap Beridah Versi Ahlussunnah wal Jamaah , halaman 136, penerbit Ponpes Al Falah Ploso Kediri