KH. Junaidi Hidayat

Oleh: KH. Junaidi Hidayat*

Maasyiral muslimin jama’ah  Jumat rahimakumullah

Melalui khutbah ini mari kita meningkatkan komitmen kita, kesungguhan kita dalam melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Allah. Kita perbaiki, kita sempurnakan seluruh amal ibadah yang kita lakukan secara terus menerus. Kita lakukan segala hal yang perintahkan oleh Allah baik kalwajibat, maupun perintah yang almandubat hal yang diharuskan maupun hal yang dianjurkan, kita tinggalkan segala hal yang dilarang baik almuharromat maupun almakhruhat, hal-hal yang memang kita harus jauhi kita tinggalkan maupun hal-hal yang dimakhruhkan yang sebaiknya kita tinggalkan. Kesadaran ini sangat penting sekali untuk kita terus bangun, terus pupuk dalam perjalanan hidup kita ini agar supaya kita tidak betul-betul bisa mengakhiri kehidupan di dunia ini, ketika kita harus kembali kepada Allah dalam keadaan yang khusnul khatimah.

Maasyiral muslimin rahimakumullah

Allah subhanahu wata’ala menciptakan manusia ini sesungguhnya ada dua tugas dan fungsi yang ini tidak bisa dipisahkan. Yang pertama posisi manusia ini sebagai abdullah. Abdullah ini hamba Allah. Karena hamba maka tentu kita harus punya inqiyatul khudu’ ada kepatuhan, ada ketundukan yang penuh terhadap Allah yang menciptakan kita dan seluruh alam semesta ini. Manusia ini bukan hamba yang lain, hamba Allah, abdullah. Bukan Abdul Mal, bukan hartanya, bukan hamba harta. Bukan hamba kekuasaan, bukan hamba kedudukan, bukan hamba politik, bukan hamba ilmu, bukan hamba apa saja selain Allah.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Kita ini abdullah , jangan keluar dari fungsi kita itu. Lalu kemudian, kita mempunyai posisi, kita mempunyai kedudukan, mempunyai jabatan, atau mempunyai apapun. Dalam kehidupan ini semua dalam rangka untuk mewujudkan apa yang menjadi tugas dan fungsi kita sebagai abdullah itu.

Yang kedua, manusia sebagai khalifatullah fil-ardh. Sebagai khalifahnya Allah, sebagai mandataris. Ada mandat, ada kekuasaan, ada otoritas yang diberikan oleh Allah kepada kita. Otoritas itu dibatasi oleh akal kita, akal pikiran kita. Otoritas itu ditentukan hukum-hukum syariat yang diturunkan oleh Allah dalam bentuk Al Quran maupun Hadits yang lalu dijabarkan oleh para ulama dalam berbagai macam ijtihad mewujudkan ijma’, qiyas, dan sebagainya.

Ada pedoman untuk menjalankan kita didalam melaksanakan otoritas dan mandat itu. Kita ini mandatarisnya Allah, khalifatullah fil-ardhi. Maka karena mandataris ada pertanggung jawaban, ada mas’uliyyah. Setiap mandat yang diberikan, setiap kekuasaan yang diberikan itu berkonsekuensi akan adanya mas’uliyyah, ada pertanggung jawaban. Ukuran dari pertanggung jawaban itu jelas. Ukuran agama yang sesuai apa yang digariskan baik didalam Al Quran, Hadits, dan seluruh penjabaran para ulama itu. Kitapun diberi akal.

Andaikata didalam Al Quran belum ada detail, belum ada penjabaran secara terperinci. Maka akal pikiran kita diberikan kewenangan untuk memberikan atas sebuah masalah atau kasus yang harus kita fahami. Karena akal manusia yang salim, yang hati yang benar itu pasti dia akan melakukan pilihan dan pikiran yang baik didalam melakukan sebuah tindakan atau mengambil keputusan.

Maasyiral muslimin rahimakumullah

Mandataris itu karena kekuasaan, karena khalifah. Maka melekat didalamnya kekuasaan. Kita ada otoritas ada kekuasaan untuk melakukan sesuatu dalam rangka untuk menjalankan fungsi itu. Al-isti’maru wal istikhlaf dalam penafsiran ulama ada yang menafsirkan khalifatullah. Al-istikhlaf wal isti’mal ada yang fungsi yang berkaitan dengan perwakilan sesuai yang digariskan isti’mar ada yang sifat yang berfungsi inovatif melakukan kegiatan-kegiatan yang inovatis yang mampu untuk memberikan kesejahteraan, kemakmuran bagi kehidupan manusia di atas dunia ini.

Kekuasaan itu kemampuan untuk mempengaruhi orang lain, berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Oleh karena itu, orang yang berpuasai itu harus disertai oleh kemampuan dengan ilmu, kekuasaan dimanapun. Karena dia mengambil keputusan dan kebijakan ketika kekuasaan, ketika otoritas untuk ememprngaruhi orang lain, berbuat atau tidak berbuat itu tidak disertai ilmu yang cukup, maka tentu untuk mengambil sebuah keputusan yang adil, menngambil keputusan yang bijaksana itu tentu menjadi sangat sulit.

Oleh karena itulah, harus setiap bentuk mandat yang diberikan kepada kita harus disertai dengan kemampuan yang baik, kemampuan yang cukup hingga mandat dan kekuasaan itu bisa digunakan dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu perlu ilmu, perlu latihan, perlu kebiasaan, perlu terus kita mengasah kemampuan, ketika pada akhirnya nanti kita diberikan kekuasaan dalam kehidupan bermasyarakat. Kekuasaan yang diberikan itu mampu kita berikan untuk menjadi sesuatu yang terbaik dalam hidup ini. Setiap orang punya itu, setiap orang itu punya otoritas itu dalam skala yang kecil maupun yang besar.

Ketika seseorang masuk kedalam dunia rumah tangga, dirumah tangga itu ada kekuasaan yang melekat dengan aqdun-nikah itu otomatis ada kekuasaan yang berupa kewajiban yang berupa kewajiban dan haq yang melekat didalam hubungan perkawinan. Ketika muncul seorang anak, lahir seorang anak dari hubungan perkawinan itu, maka lahirnya anak akan menimbulkan sebuah mandatais baru, ada mandat baru, sebagai seorang ayah, sebagai seorang ibu. Ketika kita harus dipasrahi masyarakat dalam lingkup lingkungan kehidupan masyarakat, maka apapun lingkup kekuasaan itu disana punya sekuensi yang berupa otoritas dan kekuasan yang harus kita gunakan.

Disitulah seluruhnya membutuhkan ilmu itu. Wa-ulul ilmi qoiman bil-qisthi, Allah menandaskan orang yang bisa mengambil keputusan yang adil itu orang yang berilmu. Adil itu ukurannya proposional, kemampuan untuk mengambil keputusan dengan sangat bijaksana. Bukan lalu keputusan yang tidak mengakitkan orang, keputusan itu pasti ada risiko menyakiti orang. Tetapi itu sepanjang itu dilakukan dengan prinsip-prinsip kebijakan dan keadailan, maka tentu itu keputusan yang sudah benar dan tidak mempunyai cacat didalam pandangan agama.

Oleh karena itulah santri biasanya ditengah pesantren anda berlatih dalam skala yang paling terkecil. Anda harus mengambil keputusan dalam diri sendiri, dalam keadaan situasi apapun. Kemampuan untuk mengambil keputusan, kemampuan menyelesaikan problem headling  problem  headling dalam kehidupan itulah sesungguhnya, ukuran kecerdasan yang sesungguhnya. Wong le duwe ilmu lalu tidak punya kemampuan leader dia bisa jadi pintar untuk dirinya sendiri biasa yang disebut ash-sholih, sholih awak dewene apik. Tapi ketika anda menjadi sebuah leader, anda menjadi mushlih yang mampu bisa menggerakkan orang lain untuk berbuat baik.

Sholih itu pasti dicintai siapapun. Wong lek apik itu dicintai siapapun. Tetapi ketika tidak menjadi seorang sholih dan bergerak menuju menjadi mushlih pasti disana anda akan mempunyai musuh. Kenapa? Karena mengajak orang lain untuk berbuat baik, karena melarang orang lain tidak berbuat tidak bener itu pasti akan dimusuhi. Tapi kalau individu kita baik sendiri, individu kita baik tanpa mengajak orang lain tidak ada musuh. Nabi itu sebelum diangkat sebagai nabi, semua mencintai nabi, tidak ada satupun yang memusuhi nabi itu. Tetapi ketika nabi mendapat instruksi untuk menjadi seorang rasul, ketika nabi harus mengajak masyarakat kaum kafir quraisy untuk masuk untuk mengimani kepada Allah, meyakini kepada syariat Islam disitulah lalu muncul permusuhan yang meskipun mereka yang sebelumnya meyakini dan mencintai kepada Muhammad. Kenapa? Karena disana ada banyak kepentingan, ketika orang kita ajak  ngelakoni barang apik, ketika kita cegah untuk melakukan yang tidak baik pasti disana akan ada musuh.

Seorang pemimpin akan pasti berhadapan itu. Anda adalah leader dan sebelum anda betul-betul menjadi leader dalam skala yang besar, berlatihkan kamu untuk melakukan apa yang ada di tempat ini, di pesantren yang mulia ini untuk memperkuat leadership dan itu tidak pernah dimiliki dalam kurikulum pendidikan yang ada didalam kelas sekalipun. Dia hanya ada dalam proses kehidupan yang anda terus secara mubasyir, secara direct mengalami hari demi hari, detik demi detik.

Dari seluruh aspek yang anda alami itu adalah bagian untuk membangun sebuah kekuatan leadership kamu. Kemampuan kita untuk bagaimana betul-betul bagaimana menjadi seorang pemimpin. Bukan hanya apik awak e dewe tapi betul-betul mampu mengajak orang lain untuk berbuat kebaikan yang disebut dengan  mushlih tadi. Oleh karena itulah kita berharap danterus berdoa kepada Allah Subhnahu wata’ala diberikan ma’unah dan taufiqnya untuk terus bisa menyempurnakan diri dalam ibadah maupun dalam memahami, mempelajari pesantren ini. Amin Ya Rabbal ‘Alamin.

*Pengasuh Pondok Pesantren Al-Aqobah Seblak Jombang.