ilustrasi jalan kaki ke makkah

Viralitas seakan menjadi hidangan yang tidak ada habisnya dalam kehidupan modern. Sering kali kita melihat fenomena yang terjadi di media sosial menabrak nalar logika kita sebagai manusia. Aspek agama acap kali menjadi bagian dalam memperoleh status viral di media sosial. Seperti halnya dengan fenomena banyaknya akun media sosial yang memviralkan aktivitas jalan kaki menuju Makkah untuk beribadah baik dalam hal menunaikan umroh atau ibadah haji ke Baitullah.

Fenomena beberapa individu yang menempuh perjalanan dengan berjalan kaki ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji atau umrah menarik perhatian banyak orang, baik yang memandang hal tersebut dari sisi konotasi positif yaitu mengaguminya sebagai bentuk ketakwaan maupun yang berkonotasi negatif yaitu mempertanyakan relevansi dan rasionalitasnya dalam konteks ajaran Islam.

Fenomena tersebut memunculkan gesekan antara viralitas dengan proses perjalanan spiritual. Aktivitas jalan kaki yang tujuannya untuk ibadah memang dapat memberikan pahala yang lebih banyak daripada menggunakan transportasi tertentu, seperti aktivitas jalan kaki untuk menunaikan ibadah sholat berjamaah di masjid atau musholla.

Pada dasarnya qgama Islam tidak pernah mewajibkan cara-cara tertentu dalam menuju Baitullah selain memiliki kemampuan fisik dan finansial sebagaimana dalam QS. Ali Imran ayat 97, yang artinya “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagi yang mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah.” Rasulullah SAW pun tidak mensyariatkan perjalanan haji dengan berjalan kaki jika ada sarana yang lebih memudahkan.

Fenomena beberapa individu jalan kaki ke Makkah tidak hanya belakangan ini muncul, bahkan sebelumnya banyak diberitakan seseorang dari Wonopringgo Pekalongan bernama Mochamad Khaim tiba di Makkah dengan berjalan kaki pada tahun 2017. Pada tahun tersebut bisa dikatakan peran media sosial tidak sehabit seperti tahun 2025, sehingga viralitas tidak begitu mendominasi dari setiap gerakan sosial yang dilakukan oleh masyarakat atau individu.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Belakangan ini, media sosial tidak hanya menjadi media pengabadian moment, tetapi juga menjadi sarana untuk menghasilkan pundi-pundi Adsense. Sehingga terdapat pergeseran tujuan dalam mengaktifkan media sosial yang dimiliki oleh masing-masing individu. Di era habit akan media sosial modern ini, aksi ekstrem mudah menarik perhatian dan menjadi viral. Hal tersebut tidak bisa dipungkiri, ada kemungkinan bahwa sebagian aksi seperti ini dilakukan bukan semata-mata untuk ibadah, tetapi juga untuk popularitas.

Terdapat dua hal kemungkinan dalam menyikapi fenomena tersebut yaitu motivasi ikhlas mendasarkan bahwa gerakan sosial yang individu tersebut perbuat benar-benar ingin beribadah dengan penuh pengorbanan. Sedangkan kemungkinan yang kedua yaitu atas dasar motivasi popularitas untuk menjadi ajang mencari perhatian, dengan harapan mendapatkan donasi atau viral di media wosial.

Apakah suatu ibadah tetap bernilai jika dilakukan untuk mencari pujian atau sensasi manusia? Hal tersebut menjadi refleksi bagi kita semua. Islam mengajarkan keseimbangan antara spiritualitas dan rasionalitas dalam beribadah. Berjalan kaki ke Makkah memang bisa menjadi simbol ketakwaan, tetapi tidak berarti lebih utama dibandingkan perjalanan yang lebih aman dan efektif. Yang lebih penting bukan bagaimana kita pergi ke Makkah, tetapi bagaimana kita menjalankan ibadah dengan ikhlas dan sesuai tuntunan syariat.

Perjalanan jalan kaki ke Makkah merupakan bentuk semangat dan kecintaan pada Allah SWT. Namun, semangat harus sejalan dengan pemahaman syariat. Selama masih ada pilihan yang lebih aman dan sesuai dengan ajaran Islam, maka menggunakan fasilitas yang ada adalah bagian dari hikmah dan kebijaksanaan dalam beragama. Islam juga sangat menekankan hifzh al-nafs (menjaga jiwa) dalam Maqashid Syariah.

Dalam Islam, ibadah haji dan umrah memang ibadah istimewa yang membutuhkan pengorbanan. Namun, Islam juga menekankan prinsip kemudahan (taisir) dan tidak membebani diri di luar kemampuan yang sudah tertuang dalam nash QS. Al-Baqarah ayat 286. Allah SWT menegaskan bahwa haji wajib bagi yang mampu (istitha’ah). Kemampuan ini mencakup fisik, finansial, dan keamanan. Islam juga memberikan kemudahan (taisir) dan melarang seseorang menyulitkan dirinya sendiri dalam beribadah.

Bagi mereka yang memilih berjalan kaki, semoga Allah memberi keselamatan. Namun, bagi kita semua, penting untuk memahami bahwa ibadah yang diterima bukan yang paling sulit, tetapi yang dilakukan dengan keikhlasan, ilmu, dan kemaslahatan.

 Baca Juga: Alumni Tebuireng Tunaikan Haji ke Mekkah dengan Sepeda Ontel


Penulis: Muchlisin, S.H., M.H