Ketika seseorang sedang tertimpa oleh permasalahan atau sedang dilanda kesedihan, maka orang tersebut akan berusaha untuk menyelesaikan permasalahan, atau beberapa di antaranya malah lari begitu saja. Tidak hanya sekedar lari dari permasalahan, bahkan beberapa kelompok akan berusaha mencari kegiatan penghibur sementara untuk sekedar melupakan permasalahannya. Hal ini pun bermacam-macam, sesuai dengan masing-masing individu dan pengaruh lingkungan sekitar.
Salah satu jalan yang biasannya ditempuh adalah dengan menghabiskan uang untuk memenuhi keinginan, baik untuk makanan, pakainan, barang-barang yang tidak perlu, berfoya-foya, dan lain-lain. Senada dengan perilaku tersebut, muncul satu istilah baru, yaitu Doom Spending. Menurut Ylva Baeckström, seorang dosen senior di bidang keuangan di King’s Business School, London, Inggris, Doom Spending adalah perilaku menghabiskan uang untuk melakukan perjalanan dan membeli pakaian atau barang-barang mewah.
Ada juga yang berpendapat, bahwa Doom Spending memiliki pengertian sebagai bagian dari kebiasaan belanja impulsif atau impulsive buying. Perilaku impulsif yang sering terjadi pada orang yang mengalami stress. Karena secara umum, tujuan dari Doom Spending adalah untuk menenangkan diri akibat perasaan pesimis terkait ekonomi dan masa depan.
Maka ini merupakan sebuah kejanggalan. Bagaimana bisa mengatasi permasalahan yang disebabkan oleh perasaan pesimis terkait ekonomi dan masa depan malah diselesaikan dengan menghambur-hamburkan uang, bahkan untuk segala yang tidak penting dan jelas fungsinya. Merespon permasalahan tersebut, dalam Al-Quran tidak disebutkan secara spesifik menggunakan kata Doom Spending, namun dengan menggunakan lafadz israf yang memiliki makna berlebih-lebihan. Pada QS. Al-Isra’ ayat 31:
وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَوْلَادَكُمْ خَشْيَةَ اِمْلَاقٍۗ نَحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَاِيَّاكُمْۗ اِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْـًٔا كَبِيْرًا
Artinya: “Janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kamilah yang memberi rezeki kepada mereka dan (juga) kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka itu adalah suatu dosa yang besar”
Menurut Prof. Quraisy Shihab, pada kitab Tafsir Al-Mishbah menjelaskan bahwa ayat ini diawali dengan penyebutan penggunaan pakaian, konsumsi makanan dan minuman. Hal ini sebagai simbol yang mewakili perkara-perkara dan urusan yang sifatnya mubah.
Berdasarkan keterangan tersebut, dapat diketahui bahwa dalam setiap perkara mubah, ada larangan dalam perilaku berlebih-lebihan, baik itu pakaian, makanan, minuman, refreshing, berbelanja, rekreasi, dan lain-lain. Larangan dalam perilaku berlebih-lebihan diperkuat dengan kalimat bahwa Allah tidak menyukai musrif (orang yang berlebih-lebihan)
Keterangan pada ayat ini dikuatkan ayat 26-27 pada surat yang sama,
وَاٰتِ ذَا الْقُرْبٰى حَقَّهٗ وَالْمِسْكِيْنَ وَابْنَ السَّبِيْلِ وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيْرًا، اِنَّ الْمُبَذِّرِيْنَ كَانُوْٓا اِخْوَانَ الشَّيٰطِيْنِ ۗوَكَانَ الشَّيْطٰنُ لِرَبِّهٖ كَفُوْرًا
Artinya: “Berikanlah kepada kerabat dekat haknya, (juga kepada) orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan. Janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya para pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya”
Ayat ini diawali dengan menyebutkan perintah untuk memberikan dan men-tasharufkan harta dengan memberikan hak kepada para kerabat, orang miskin, dan orang dalam perjalanan, yang kemudian diakhiri dengan larangan menghambur-hamburkan harta yang biasa disebut dengan istilah mubadzir.
Ibnu Mas’ud r.a. berkata, “At-Tabdziir (menghambur-hamburkan harta secara boros) adalah menggunakan harta untuk hal yang tidak benar”. Mujahid berkata, “jika seseorang menggunakan seluruh hartanya untuk hal yang benar; maka dia bukanlah mubazdzir. Namun, jika ia menggunakan satu mud saja dari hartanya untuk hal yang tidak benar, maka ia adalah orang yang mubadzir.”
Kemudian Allah Swt juga memperingatkan betapa buruknya menghambur-hamburkan harta itu dengan mengklasifikasiny/menyamakannya dengan perilaku setan. Orang yang menghamburkan uang untuk maksiat dan tidak menggunakannya dalam ketaatan kepada Allah adalah teman setan di dunia dan akhirat. Setan disebut sebagai makhluk kufur, yang menunjukkan bahwa pemboros yang menyalahgunakan nikmat Allah juga dianggap kufur, tidak bersyukur atas nikmat tersebut, seperti halnya setan.
Nah, kedua ayat tersebut menunjukkan bahwa fenomena Doom Spending merupakan sesuatu hal yang buruk dan harus dihindari. Namun disisi lain, larangan perilaku israf dan mubadzir tidak bisa dijadikan alasan untuk menahan dan menimbun harta tanpa mengeluarkannya sama sekali.
Hal tersebut dapat kita ketahui dari QS. Al-Isro’ ayat 29:
وَلَا تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُوْلَةً اِلٰى عُنُقِكَ وَلَا تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ فَتَقْعُدَ مَلُوْمًا مَّحْسُوْرًا
Artinya: “Janganlah engkau jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu (kikir) dan jangan (pula) engkau mengulurkannya secara berlebihan sebab nanti engkau menjadi tercela lagi menyesal.”
Kata tangan terbelenggu mewakili perilaku pelit dan kikir, sedangkan kata mengulurkan tangan mewakili perilaku boros dan israf. Maka, dapat dipahami bahwa dalam ayat ini mengandung makna perintah untuk berlaku ditengah-tengah antara pelit dan boros.
Sejak awal, Islam menekankan untuk bersikap tengah-tengah dalam bersikap dan tingkah laku. Juga dalam hal membelanjakan harta, konsep bersikap tengah-tengah juga sama pentingnya. Seperti hadits yang diriwayatkan oleh Ibn Mas’ud, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda:
مَا عَالَ مَنِ اقْتَصَدَ
Artinya: “Tidak akan menjadi miskin orang yang menggunakan hartanya secara wajar.” (HR Imam Ahmad)
Walaupun redaksi dalam hadits tersebut memberikan kabar atau berita, namun memiliki makna tersirat perintah untuk bersikap tengah-tengah dan wajar. Yaitu dengan tetap membelanjakan harta untuk mencukupi kebutuhan, dan tidak berlebih-lebihan dalam memenuhi keinginan. Selanjutnya, setelah memberikan larangan terhadap perilaku berlebih-lebihan dan mengarahkan untuk bersikap tengah-tengah, maka akan muncul pertanyaan, apa yang harus dilakukan ketika seseorang dilanda stress dan perasaan pesimis?
Solusinya tentu juga ada didalam al-Qur’an, pada surat Ar-Ra’d ayat 28.
ۗ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَتَطْمَىِٕنُّ قُلُوْبُهُمْ بِذِكْرِ اللّٰهِ ۗ اَلَا بِذِكْرِ اللّٰهِ تَطْمَىِٕنُّ الْقُلُوْبُ
Artinya: “Orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.”
Ya, yang harus dilakukan ketika datang perasaan sedih dan gundah adalah zikir (mengingat Allah), zikir menjadikan seseorang keluar dari rasa ragu, bimbang dan kekhawatiran. Oleh karena itu, seorang muslim mesti menanamkan zikir dalam kehidupan sehari-hari. Ketenangan hati ini tentu akan menghasilkan kebijakan dalam berperilaku, dan hal tersebut menjadi sebuah solusi yang ditawarkan oleh al-Quran. Dengan demikian, ketika seorang manusia mengalami permasalahan baik secara finansial, kehidupan sosial, atau apapun itu, ingatlah untuk selalu mengingat Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya, Sang Pencipta alam semesta, dan Dzat yang mengatur segala aspek kehidupan. Wallahu a’lam bi ash-showabi.
Baca Juga: Review Buku “The Psychology of Money”, Kelola Keuangan dengan Bijak
Penulis: Mayada Athya Nadhiroh