Dr. KH. A. Musta’in Syafi’i, M.Ag dalam menyampaikan mauidhoh hasanah dipergelaran Wisuda Takhassus dan Al Quran bin nadhor di Pondok Putra Pesantren Tebuireng, Jumat (12/05/17). (Foto : kopi ireng)

Tebuireng.online- Jumat (12/05/17) merupakan momen penting bagi Santri Pondok Putra Pesantren Tebuireng yang merupakan hasil akhir dari kegiatan ubudiyyah dengan menggelar Wisuda Al Quran bin nadhor dan Takhassus. Dalam momen tersebut, Dr.  KH. A. Musta’in Syafi’i, M.Ag sebagai pembicara dalam menyampaikan mauidhoh hasanah, sangat mengapresiasi santri yang diwisuda malam itu.

Beliau menjelaskan bahwa Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari saat membangun Pondok Pesantren Tebuireng menjalani ikhtiyar lahiriah dan yang paling penting adalah ikhtiyar batiniyah. “Almarhum KH. Yusuf Masyhar (Pengasuh Pondok Pesantren Madrasatul Quran), membahas tentang tirakat KH. Hasyim Asy’ari. Tirakat kiai itu sudah dari dulu, santri-santri sebelum masuk pondok pesantren,”

Beliau menjelaskan juga tentang canangan (desain) kiai kepada santri sebelum mondok, bahwa seperti hadis yang disamakan dengan pilar agama yaitu Ilmu Ulama. “Sebuah negara bisa dikatakan bagus karena ada ilmu dari cendekiawan (ulama),” ujar beliau.

Menurutnya, sebagai santri pondok pesantren semestinya menjadikan dirinya sebagai orang yang berilmu dan ilmuwan. Tugas para kiai dan ustad mendidik santrinya menjadi orang yang berilmu dan berbudi pekerti luhur.

Kemudian, beliau melanjutkan, ‘adlu umara’i (sikap adil pejabat). Santri Tebuireng tidak hanya bisa menjadi kiai, ustad, dan lain-lain, tetapi juga bisa menjadi pejabat. “Yang bisa baca kitab tidak hanya kiai atau ustad, para pejabat juga bisa,” jelas beliau.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Kiai Musta’in juga menjelaskan doa keluarga yang berbunyi, “Robbana hablana min azwaajina wa qurroti a’yunina, waj’alna lilmuttaqiina imaama, sukses di sini dalam dua hal : sukses dalam keluarga yakni membimbing keluarga sakinah, dan sukses dalam praktik menjadi imam (pemimpin yang dicontohkan ketika KH. Hasyim Asy’ari menjadi pemimpin Masyumi (Majelis Syuro A’la Indonesia) dan juga harus memiliki khasyah,” tuturnya di atas podium.

Selanjutnya, sakhowatul aghniya’, bangsawan yang memiliki sifat sakho’. “Daarihim ma dumta fi daarihim, wa ardihim ma dumta fi ardlihim (buatlah masyarakat enjoy pada saat anda di desa mereka, Puaskanlah mereka dengan layananmu selagi kamu masih di tanah mereka),” tukas Kiai Musta’in di hadapan para Santri Tebuireng, Wali Santri, dan para undangan yang hadir.


Pewarta : Mochammad Tajudin

Editor : Munawara, MS

Publisher : Rara Zarary