tebuireng.online– Ahad (04/12/16) BEM Ma’had Aly mengadakan Stadium General di Gedung Yusuf Hasyim. Acara ini merupakan puncak acara Harlah ke-10 Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng. Dalam Stadium General ini Dr. Agus Setiawan, Lc menyampaikan judul besar “”دراسات الحديث النبوي وإسهاماتها في التشريع الإسلامي في إندونسي dengan bahasa Pengantar 95% menggunakan bahasa Arab.
Di percakapan awal, poin pertama beliau menjelaskan relasi Hadis dan Al-Quran, Allah Swt berfirman pada surah An-Najm ayat 3-4 wa ma yanthiqu ‘an al hawa, in huwa illa wahyun yukha. Sebagian ulama hadis berpendapat bahwa dlomir pada ayat keempat in huwa itu kembali pada lafad ma yanthiqu jelasnya apa yang beliau (Nabi) ucapkan bukan dari hawa nafsunya, in huwa illa wahyu yukha, melainkan semua itu adalah wahyu dari Allah swt.
Sebagian ulama hadis juga berpendapat, Allah Swt akan menjaga hadis-hadis Nabi sebagaimana Allah menjaga Al-Quran Al-Karim. Relasi itu ada lima poin, Syeikh Mutawalli As-Sya’rowi ulama tafsir di Mesir menyebut, yang pertama hadis sebagai penguat Al-Quran. Pendapat Syeikh Mutawalli ini mengacu pada tafsiran ayat di surah an-Nur athi’u Allah wa athi’u ar Rasul.
Kedua, hadis hadir sebagai penafsir dari ayat Al-Quran. Kita mengetahui jumlah salat dan rakaatnya itu berdasar dari hadis, Al-Quran tidak menyebut detail tentang hal ini. ketiga, hadis sebagai pentakhsis (memberi cakupan khusus) dari hal yang disebutkan dalam Al-Quran secara umum. Seperti dalam ayat yang menjelaskan kategori sesuatu (makanan) yang haram mulai dari bangkai, darah, dan daging babi dan seterusnya. Tapi hadis nabi hadir memberi pengkhususan, “Dihalalkan bagi kami dua bangkai yaitu ikan dan belalang, dan dua
keempat, hadis memberi batasan dari apa yang disebutkan dalam Al-Quran secara mutlak. Seperti dalam ayat yang membahas hukuman qishas bagi pencuri adalah dipotong tangannya, dan hadis hadir memberi batasan seberapa ukuran tangan itu harus dipotong, yaitu ukuran pergelangan tangan.
kelima, hadis menjadi sandaran hukum dari hukum-hukum yang tidak disebut di dalam Al-Quran. Hukuman qishas bagi pezina di dalam Al-Quran disebut 100 jilidan (cambuk), tetapi ini hukuman bagi pezina mukhson (belum menikah). Dalam hadis nabi disebut “Tidak halal darah seorang muslim kecuali satu dari tiga, orang dewasa yang berzina, pembunuh seseorang, dan orang yang meninggalkan agama Allah berpisah dari golongan jama’ah” hadis ini disandarkan pada hukuman qishas pezina bagi yang sudah menikah dengan dirajam.
Poin kedua, tentang study hadis, semua study yang berkaitan dengan hadis. Kiprah Ulama Indonesia dalam study hadis, yang pertama adalah syarah hadis. Ulama kita banyak yang memberi syarah pada kitab-kitab dan hadis-hadis. Seperti Syaikh Abdurrauf as-Sinkiliy, beliau ulama dari Aceh, memiliki kitab syarah empat puluh hadis. Makna syarah mencakup nilai-nilai dan faedah apa yang bisa diambil dari hadis tersebut. Begitu juga Syaikh Yasin al-Padangi memiliki karya Syarh Sunan Abi Daud.
Yang kedua, yaitu karya dalam bidang ilmu hadis. Kita lihat Syaikh Mahfudz at-Tarmasiy memiliki karya dibidang ilmu hadis yakni kitab minhaju dzawi an-Nadhor, kitab ini menjadi salah satu refrensi ilmu hadis dalam perkuliahan di fakultas hadis al-Azhar dan juga di Madinah.
Poin ketiga, sumbangsih study hadis untuk syariat Islam di Indonesia. Tentu saja study hadis mempunyai pengaruh pada syariat Islam, semisal pada fikih. Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari adalah orang pertama yang menyampaikan muhadarah dalam membahas kitab sahih Bukhori. Sebab Hadratussyaikh memilih Imam Bukhori, pertama karena beliau bukan hanya muhaddis tapi juga seorang yang faqih. Yang kedua, karena Syaikh Tajuddin as-Subki mengategorikan Imam Bukhori termasuk thobaqat Syafi’iyyah.
Pewarta : M. Sutan
Editor : Mas Aldo
Publisher : M. Ali Ridho