sumber foto: sonora.id

Oleh: Umdatul Fadhilah*

“Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri kemanuasiaan dan peri-keadilan” Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, alenia pertama. 

Setiap insan bukankah merindukan kebebasan? Hakikat bebas yakni tidak terkekang baik secara jiwa maupun raga oleh belenggu kehidupan atau bahkan mental seseorang itu sendiri. Segala doktrin yang tidak berdasar begitu mampu memengaruhi setiap keyakinan individu.

Kuncinya satu ‘percayakah setiap orang pada sesuatu yang kebenarannya hanya berdasar pada satu sudut pandang?’ padahal berbagai argumen telah melingkarinya bahwa tidak semua yang tampak, menjadi jawab segala tanya. Bahwa yang tidak terlihat, bukan berarti tidak ada. Setiap hal perlu dipahami berdasar akal dan kebesaran-Nya. 

“Kemerdekaan” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) ialah keadaan (hal) berdiri sendiri (bebas, lepas, tidak terjajah lagi, dan sebagainya); kebebasan adalah hak segala bangsa.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Bertepatan dengan Dirgahayu Indonesia ke-75 tahun, yang berarti bangsa kita telah merdeka seusia dengan kakek, nenek maupun mbah buyut yang masih bisa menghirup nafas kehidupan, yang kadang-kadang bernostalgia tentang pengalaman mereka di masa muda, lalu diceritakannya kembali pada sang cucu.

Bahwa pengalaman adalah guru terbaik. Di tengah pandemi yang telah menuju new normal, tidak mudah bagi segenap bangsa untuk mengembalikan segalanya seperti semula. Anjuran social distancing, physical distancing, menjaga ketat diri dengan masker dan hand sanitizer kini telah menjadi bagian penting dari hidup setiap insan.

Komunikasi daring pun kian membludak tatkala pemerintah menganjurkan setiap ‘insan’ diharuskan berada di rumah saja, jika tidak ada hal penting yang mendesak. Manusia yang notabene makhluk sosial, yakni tidak bisa hidup sendiri tanpa manusia lain tentu kerap merasa bosan, jenuh dan terkekang oleh sedemikian rupa anjuran.

Meski begitu, ditinjau dari keadaan bumi yang sedang tidak baik mengharuskan kita segenap bangsa untuk bisa bekerja sama dalam hal ini. Demi kebaikan diri, keluarga, dan segenap bangsa Indonesia.

Namun beberapa hal baik daripada anjuran tersebut yakni, waktu berkumpul bersama keluarga yang lebih rekat tanpa sekat. Bukankah ini adalah bentuk lain daripada ‘bela negara’? Jika kakek maupun nenek berjuang untuk Indonesia dengan ‘berperang’.

Maka kita segenap insan milenial berjuang dengan ‘bertahan’, bertahan dengan di rumah saja, di tempat yang sekiranya aman, dengan jaga jarak, dengan segenap aturan pemerintah yang utamanya demi kemaslahatan umat. 

Bukankah Allah SWT menurunkan suatu ujian bagi hamba-Nya untuk suatu tujuan? Yakni meningkatkan Iman seseorang. Bahwa “La haula wa la quwwata illa billahil ‘aliyyil azhimi” yang artinya “Tiada daya dan upaya kecuali kekuatan Allah yang maha tinggi lagi maha agung”.

Kalimat tersebut sering terselip dalam dzikir dan doa. Dimana suatu bentuk komunikasi setiap insan dengan Allah SWT. Karena dengan dzikir dan doa, menunjukkan perasaan syukur setiap insan dengan keagungan dan kekuasaan Allah SWT, serta mengungkapkan keterbatasan kita sebagai manusia atas kuasa Allah SWT.

Dalam Surat Al- Insyirah ayat 5-6 Allah berfirman “fa inna ma’al-usri yusra, inna ma’al-‘usri yusra” yang artinya “karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”. 

Sesungguhnya bersamaan dengan kesusahan dan kesempitan terdapat kemudahan serta kelapangan. Jangan sampai kesulitan itu membuat kita putus asa, karena bersama kesulitan ada jalan keluar. Allah yang telah menjamin itu semua.

Sebagai hamba yang selalu mengharap rida-Nya tentu hal ini menjadi keyakinan disetiap diri. Semoga di hari jadi Indonesia yang ke-75 tahun, bukan saja raga yang telah merdeka dari jajahan, tetapi merdeka pula mental dan raga kita sebagai bangsa.

Sebagai umat muslim mari kita rayakan kemerdekaan ini dengan untaian rasa syukur dan doa-doa. Semoga wabah yang masih bertamu ini segera berlalu, kita semua segera bertemu, seperti hari-hari sebelum pandemi. Tentu dalam keadaan yang lebih membahagiakan.

Wallahu’alam bishowab…

*Mahasiswa Unhasy Jombang.