Gambaran self reward dalam setiap mengapresiasi diri. (sumber: jenggalek)

Bagi sebagian banyak orang, khususnya generasi Z yang hidup di era digital memiliki banyak kemudahan sekaligus godaan. generasi yang kini hidup dalam arus informasi yang deras, budaya konsumtif yang dibungkus estetik, serta narasi “you deserve it” yang menjadikan self-reward seolah wajib dilakukan setelah melewati hari yang melelahkan. Tidak salah memang memberi hadiah untuk diri sendiri, tapi yang perlu kita waspadai adalah ketika “self-reward” berubah menjadi “self-sabotage” mengorbankan masa depan demi kepuasan sesaat.

Mengatur keuangan pribadi bukanlah tugas yang mudah, terutama di usia muda, saat penghasilan baru mulai stabil atau bahkan masih belum tetap. Tapi justru di titik inilah pentingnya membangun kebiasaan finansial yang sehat. Jika sejak sekarang kita bisa belajar mengelola uang dengan baik, kita tidak akan mudah goyah ketika nantinya pendapatan meningkat. Karena pada akhirnya, bukan besar kecilnya penghasilan yang menentukan sehat tidaknya keuangan kita, melainkan cara kita membaginya.

Sebelum bicara tentang cara membagi keuangan, kita perlu jujur dulu pada diri sendiri: bagaimana pola konsumsi kita selama ini? Banyak dari kita yang dengan mudah tergoda oleh promo flash sale, beli kopi kekinian hampir tiap hari, atau merasa bersalah kalau tidak membeli barang incaran yang sering muncul di FYP. Gen Z dikenal sebagai generasi yang menghargai pengalaman dan kenyamanan, sehingga pengeluaran untuk lifestyle seringkali lebih tinggi daripada generasi sebelumnya.

Kita juga hidup di zaman di mana tekanan sosial berbentuk digital. Lihat saja Instagram, TikTok, atau Twitter semuanya seolah berkata bahwa hidup ideal adalah yang estetik, punya barang branded, makan di tempat lucu, dan rutin traveling. Kalau kita tidak kuat menahan diri, kita akan terus merasa kurang, meskipun dompet sudah menjerit. Maka, sebelum mengatur uang, kita perlu mengatur pikiran: gaya hidup kita harus sesuai dengan isi kantong, bukan sesuai tren atau ekspektasi orang lain.

Baca Juga: Kondisi Literasi Keuangan Gen Z, Bagaimana Nasib Finansialmu?

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Mengelola uang tidak jauh berbeda dengan mengelola waktu. Kita tahu bahwa dalam sehari ada 24 jam dan tidak mungkin semuanya kita gunakan untuk hiburan, kan? Begitu pula dengan uang. Kita perlu alokasi yang seimbang, tidak semua untuk senang-senang, tapi juga tidak semua untuk ditabung sampai menyiksa diri. Ada satu prinsip yang bisa jadi pedoman awal, yaitu metode 50/30/20.

– 50% untuk kebutuhan pokok, seperti makan, transportasi, tempat tinggal, kuota internet, dan cicilan (kalau ada).

– 30% untuk keinginan, termasuk self-reward, nonton, nongkrong, atau belanja online.

– 20% untuk tabungan dan investasi, termasuk dana darurat dan tujuan jangka panjang seperti beli rumah, kendaraan, atau biaya pendidikan.

Tentu pembagian ini tidak kaku. Kalau penghasilan masih kecil, porsi kebutuhan pokok bisa lebih dari 50%. Tapi prinsipnya adalah: selalu sisihkan untuk masa depan, dan jangan habiskan semuanya untuk kesenangan sekarang.

Self-reward sering jadi pembelaan saat kita belanja impulsif: “Aku capek kerja seminggu, masa nggak boleh manjain diri?” Atau: “Beli skincare ini kan bentuk self-love.” Kita bisa saja membungkus konsumsi dengan istilah self-care atau healing, tapi kita tetap harus sadar batas. Karena yang namanya self-love bukan berarti memanjakan diri terus-menerus, tapi menjaga diri agar tidak terjerumus dalam kesulitan di masa depan.

Self-reward yang sehat itu direncanakan, bukan impulsif. Misalnya, kita bisa menetapkan target: kalau berhasil menabung Rp500 ribu bulan ini, kita boleh belanja barang incaran seharga Rp100 ribu. Atau, setelah menyelesaikan proyek freelance, kita kasih hadiah diri sendiri makan enak, tapi tetap dalam batas anggaran. Jadi, self-reward menjadi motivasi, bukan jebakan.

Salah satu bentuk self-love yang sering dilupakan adalah punya dana darurat. Kita tidak pernah tahu kapan akan sakit, kehilangan pekerjaan, atau butuh biaya mendesak. Tanpa dana darurat, satu krisis kecil saja bisa membuat keuangan kita ambruk. Maka dari itu, sebelum beli gadget terbaru atau nambah koleksi sepatu, pastikan dulu punya dana darurat minimal 3-6 kali pengeluaran bulanan.

Kita bisa mulai dari nominal kecil. Sisihkan Rp10 ribu sampai Rp20 ribu per hari, dan konsisten selama beberapa bulan. Simpan di rekening terpisah, jangan digabung dengan rekening harian. Biarkan dia jadi “penjaga” yang setia menunggu saat kita benar-benar butuh bantuan.

Di usia muda, investasi adalah hal terbaik yang bisa kita lakukan. Tidak harus langsung ke saham atau reksa dana. Bisa dimulai dari belajar dulu, membaca buku finansial, ikut webinar, atau tanya ke teman yang paham. Bahkan menabung di tabungan emas atau membuka deposito kecil juga termasuk bentuk investasi awal.

Yang penting adalah mengubah mindset: uang bukan hanya untuk dibelanjakan, tapi juga bisa bekerja untuk kita. Karena saat kita sibuk kerja keras sekarang, biarlah uang hasil kerja itu tumbuh secara perlahan, menyiapkan masa depan yang lebih aman.

Baca Juga: 10 Langkah Cerdas Mengelola Keuangan

Mengatur keuangan bukan berarti menghilangkan kebahagiaan. Kita tetap bisa menikmati hidup, belanja, jajan, bahkan healing—asal tahu batas dan tahu prioritas. Justru dengan keuangan yang sehat, kita bisa bahagia tanpa rasa cemas, tanpa takut tanggal tua, dan tanpa bergantung pada orang lain.

Jangan mau dikendalikan oleh tren atau tekanan sosial. Ukur kemampuanmu sendiri, dan buat keputusan keuangan yang masuk akal. Self-reward itu penting, tapi menyiapkan masa depan juga tidak kalah penting. Karena pada akhirnya, kita tidak sedang memilih antara hidup senang sekarang atau nanti tapi sedang belajar bagaimana menyelaraskan keduanya.

Menjadi Gen Z yang bijak dalam keuangan bukan berarti menjadi pelit pada diri sendiri, melainkan bertanggung jawab. Kita tidak harus kaya raya untuk bisa mengelola uang dengan baik. Bahkan dari uang saku harian atau gaji pertama, kita bisa mulai membentuk kebiasaan yang kelak akan menjadi fondasi masa depan.

Baca Juga: Awas! Self Healing Bisa Membahayakan Bila Salah Kaprah

Uang bukan segalanya, tapi cara kita mengelola uang mencerminkan bagaimana kita mengelola hidup.



Penulis: Albi
Editor: Rara Zarary