ilustrasi daya lenting siswa

Pendidikan yang mulai dipraktikkan kembali ke bentuk tatap muka membuat para siswa harus berbenah. Kebiasaan-kebiasaan yang dahulu dilakukan selama 3 tahun lamanya dengan sistem daring, harus segera diubah untuk menyesuaikan pengajaran lama yang dahulu diterapkan. Perubahan sistem pendidikan yang begitu cepat, membuat siswa harus beradaptasi dengan kecepatan tinggi. Sehingga penerapan pendidikan dengan basis lenting, dapat digunakan untuk memperkokoh mental siswa dalam menghadapi sistem pembelajaran.

Hal ini juga menyusul data dari Bank Dunia yang memperlihatkan keadaan learning loss yang dialami siswa Indonesia setara 0,9 tahun atau 10 bulan sejak pandemi melanda. Keadaan ini membuat Indonesia harus kehilangan 25 poin dalam skor literasi PISA. Maka dapat dipastikan jika siswa yang menjalani pendidikan selama kurang lebih 3 tahun secara daring sedikit banyak mengalami kemerosotan.

Ada banyak hal yang menyebabkan kemerosotan pendidikan pada siswa. Salah satu penyebab utamanya adalah referensi pembelajaran yang bersifat digital. Satu sisi, bentuk digital makin mempermudah siswa dalam mengakses materi pendidikan secara luas. Akan tetapi, di sisi yang lain, bentuk digital juga mengganggu konsentrasi siswa, yang justru lebih terfokus pada hal-hal yang bersifat hiburan dibanding pembelajaran. Mengingat di zaman digitalisasi seperti sekarang ini, segala hal yang berhubungan dengan kehidupan manusia, dapat dimasukkan dalam wajah digital.

Apalagi ditambah dengan tontonan-tontonan yang makin menjauhkan siswa dari dunia pendidikan itu sendiri. Jika ditelaah lebih lanjut, fokus media digital sekarang ini lebih ke arah hiburan. Hampir semua akses hiburan diperlihatkan, dilengkapi cara mendapatkannya yang instan. Sehingga siswa yang menonton konten tersebut, mempunyai motivasi lebih untuk meraih hal yang sama, dan mengabaikan soal pendidikan yang mereka anggap tidak penting.

Pada akhirnya untuk mengubah kebiasaan generasi muda, mau tidak mau tenaga pendidik harus turun tangan mengubahnya secara frontal. Para pengajar dapat membuat aksi yang dipusatkan pada pembiasaan-pembiasaan positif yang dapat diterapkan di ruang kelas. Sehingga semangat para siswa untuk mengenyam pendidikan dan menyerap pembelajaran yang disampaikan guru, bisa kembali sepenuhnya.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Penggunaan Daya Lenting

Daya lenting dapat digunakan oleh tenaga pendidik untuk mengubah karakter siswa yang tidak fokus pada pembelajaran akibat adanya teknologi digital, berubah menjadi sosok yang semangat dan antusias terhadap dunia pendidikan. Garis besarnya, daya lenting adalah metode yang biasa digunakan untuk pembelajaran di keadaan-keadaan darurat, dengan berfokus pada sarana pendidikan yang nyaman dan tidak memaksakan.

Prof. Dr. H. Seto Mulyadi, S.Psi., M.Si. juga mendukung pendidikan dengan daya lenting ini untuk mendobrak jiwa siswa secara halus. Seseorang tentu akan lebih senang diarahkan apabila sistem yang digunakan menyenangkan. Begitu pula sasaran dari suatu pendidikan juga akan lebih mengena dan terpatri dalam setiap diri siswa, apabila dilakukan secara kreatif dan konsisten. Maka jenis kekreatifan inilah, yang dinilai Prof. Dr. H. Seto Mulyadi, S.Psi., M.Si. sebagai suatu solusi untuk menghadapi transformasi pendidikan.

Tentu sangat sulit untuk mengubah suatu kebiasaan yang telah dibangun bertahun lamanya. Sekolah dalam dunia maya, tidak perlu pergi jauh-jauh, cukup menatap layar kaca dan mendengarkan guru berbicara. Kebiasaan-kebiasaan semacam ini, akan segera diubah digantikan oleh sistem lama yang memfokuskan pertemuan langsung. Sehingga siswa perlu mempersiapkan dan mengadaptasikan kesemuanya.

4 Langkah Penerapan Daya Lenting  

Di beberapa negara, pendidikan dengan daya lenting ini sudah diterapkan untuk situasi darurat, seperti bencana alam dan hal-hal yang terjadi secara mendadak. Maksud dari daya lenting sendiri adalah mempertahankan mental siswa untuk bertahan menghadapi segala macam perubahan. Sehingga perubahan yang terjadi tidak mempengaruhi mental siswa untuk melaksanakan pembelajaran. Berikut adalah 4 tahap yang dapat dilakukan oleh tenaga pengajar untuk menerapkan sistem pembelajaran daya lenting.

Pertama, menyesuaikan kreatifitas dengan kebiasaan masyarakat Indonesia. Akan lebih mudah jika metode yang digunakan oleh para pengajar adalah sesuatu yang terlihat tidak asing oleh para siswa. Misalnya dengan metode kuis ataupun menggali historitas suatu hal secara mendalam, itu akan menaikkan minat siswa terhadap pembalajaran. Sehingga pembelajaran yang diselenggarakan tidak membosankan.

Kedua, bersifat sabar dan tidak pantang menyerah dalam menjalankan program. Hal paling sulit dalam menjalankan program adalah melaksanakannya secara konsisten. Dibutuhkan kesabaran dan sifat pantang menyerah untuk menghadapi segala bentuk rintangan. Terkadang rintangan datang dari dalam program itu sendiri, entah ada kendala struktural ataupun fungsional. Kendala juga bisa datang dari luar program, seperti permasalahan keluarga dan hal yang terkait dengannya.

Ketiga, aktif berkomunikasi dengan para siswa untuk memecah kebosanan dan mempercepat pengakraban. Komunikasi adalah nyawa yang membangun jembatan kenyamanan antara siswa dengan guru. Semakin lancar guru melakukan komunikasi terhadap para siswanya, maka semakin hangat hubungan mereka. Tentunya hal ini juga mendukung adanya program-program yang dilancarkan.

Keempat, edukasi metode yang digunakan dengan nilai-nilai kehidupan yang dijalankan nantinya. Tujuan dari suatu metode pendidikan adalah aplikasi dari sektor kehidupan. Pendidikan dapat dianggap berhasil, apabila aplikasinya dalam kehidupan dapat memenuhi standar dari kontruk sosial masyarakat. Maka jalan terakhir yang harus ditempuh tenaga pengajar adalah menghubungkan semua konsep yang dimiliki dengan nilai-nilai kehidupan yang utuh.

Dengan menerapkan keempat prinsip tersebut, dunia pendidikan dapat tercerahkan walaupun transformasi dilakukan secara cepat. Pendidikan yang dijalankan dapat berjalan dengan adanya metode yang sesuai dan aliran semangat dari tenaga pengajar. Dan daya lenting menjadi salah satu sistem terbaik untuk menghadapi transformasi pendidikan yang cepat. 


Ditulis oleh Muhammad Nur Faizi, Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta