Oleh: M.Ghulamun Halim *
Untuk memahami konsep modern akan lebih mudah kalau dilacak dari akar katanya. Secara etimologis term modern berasal dari bahasa Latin “moderna” yang berarti sekarang, baru, atau saat ini. Atas dasar itu, manusia dikatakan modern sejauh kekinian menjadi pola kesadarannya. Dalam bahasa Indonesia istilah modern sendiri adalah adjektive (kata sifat), di mana dalam gramatikal Indonesia sebuah adjektive apabila ditambahi dengan “isasi” berarti mempunyai makna proses, jadi modernisasi merupakan sebuah proses modern.
Kata sifat ini akan mempunyai arti lain lagi, bila dibubuhi dengan “isme”. Karena menunjukkan paham, kredo, atau aliran, maka modernisme mempunyai makna paham tentang modernitas. Kalau sudah mengkrucut menjadi paham (modernisme), maka unsur-unsur nilai di dalamnya sudah cenderung idiologis. Idiologi modern inilah yang nantinya menjadikan sebuah gerakan modernisasi.
Namun yang perlu diketahui bahwa modernitas tidak hanya menyangkut soal waktu, tetapi juga tentang pembaharuan. Artinya, selain seseorang menjadikan kekinian sebagai basis kesadarannya, ia juga harus mempunyai pola-pola pembaharuan dalam kehidupannya. Karena modernisasi secara implikatif, cenderung merupakan proses yang di dalamnya komitmen pola-pola lama dikikis, kemudian menyuguhkan pola-pola baru dan pola-pola baru inilah yang diberi status modern.
Modernisme dalam masyarakat Barat mengandung arti pikiran, aliran, gerakan dan usaha untuk mengubah faham-faham, adat istiadat, institusi-institusi lama dan sebagainya, untuk disesuaikan dengann suasana baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahauan dan teknologi modern.
Pikiran dan aliran ini segera memasuki lapangan agama dan modernisme dalam hidup keagamaan di Barat mempunyai tujuan untuk menyesuaikan ajaran ajaran yang terdapat dalam agama Katholik dan Protestan dengan ilmu pengetahuan dan filsafat modern. Aliran ini akhirnya membawa kepada timbulnya sekularisme di masyarakat Barat.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern memasuki dunia Islam, terutama sesudah pembukaan abad kesembilan belas, yang dalam sejarah Islam dipandang sebagai permulaan periode modern. Kontak dengan dunia Barat selanjutnya membawa ide ide baru ke dunia Islam seperti rasionalisme, nasionalisme, demokrasi, dan sebagainya. Semua ini menimbulkan persoalan-persoalan baru, dan pemimpin-pemimpin Islam pun mulai memikirkan cara mengatasi persoalan-persoalan baru itu (Harun Nasution, 1975: 11).
Sebagai halnya di Barat, menurut Harun Nasution di dunia Islam juga timbul pikiran dan gerakan untuk menyesuaikan faham-faham keagamaan Islam dengan perkembangan baru yang ditimbulkan ilmu pengetahuan dan teknologi modern itu. Dengan jalan demikian, pemimpin-pemimpin Islam modern mengharap akan dapat melepaskan umat Islam dari suasana kemunduran untuk selanjutnya dibawa kepada kemajuan.
Kaum orientalis, yang sejak lama mengadakan studi tentang Islam dan umat Islam, mempelajari perkembangan modern tersebut. Hasil penyelidikan itu pada mulanya mereka siarkan dalam bentuk artikel di majalah majalah ilmiah seperti Muslim World, Studia Islamica … dan sebagainya, kemudian dalam bentuk buku seperti Islam and modernism in Egypt yang dikarang oleh CC. Adams tahun 1933, Modern Islam in India, yang ditulis oleh W.C. Smith di tahun 1943, Modern Trends in Islam yang disusun oleh H.A. R Gibb di tahun 1946.
Hasil penyelidikan kaum Orientalis Barat ini segera melimpah ke dunia Islam. Kaum terpelajar Islam mulailah pula memusatkan perhatian pada perkembangan modern dalam Islam dan kata moderrnisme pun mulai diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa yang dipakai dalam Islam seperti al-tajdid dalam bahasa Arab, dan pembaharuan dalam bahasa Indonesia. Karna kata modernisme dianggap mengandung arti-arti negatif di samping arti-arti positif, maka untuk menjauhi arti-arti negatif itu, lebih baik kiranya dipakai terjemahan Indoensia yaitu pembaharuan (Harun Nasution, 1975: 11).
Ciri-Ciri Modernitas
Masyarakat modern adalah masyarakat yang sebagian besar warganya mempunyai orientasi nilai budaya yang terarah kepada kehidupan dalam peradaban masa kini. Pada umumnya masyarakat modern tinggal di daerah perkotaan, sehingga disebut masyarakat kota, walaupun tidak semua masyarakat kota dapat disebut masyarakat modern karena ia tidak memiliki orientasi ke masa kini. Modernitas sendiri dicirikan oleh tiga hal yaitu: subjektivitas, kritis, dan kemajuan.
Dengan konsep subjektivitas dimaksudkan bahwa manusia harus menyadari dirinya subjectum, yaitu sebagai pusat realitas. Dengan paham inilah maka abad modern ditandai oleh menyeruaknya paham-paham antroposentrisme. Nilai-nilai yang sifatnya antroposentris ini tidak lain adalah antitesis dari nilai-nilai lama yang sifatnya teosentris. Dalam ranah sosial, salah satu implikasi yang nyata kuatnya adalah unsur subjektivitas dalam kehidupan modern adalah munculnya individualisme. Individualimse akhirnya juga
Kritik. Kritik ini juga masih dalam pengertian subjektivitas tersebut, sejauh dihadapkan pada otoritas. Dimensi rasionalitas dalam kerangka kritis ini secara konkrit terefleksi dalam kemajuan ilmu pengetahuan. Modernitas berasumsi bahwa knowledge is power. Dengan semangat kritis ini modernitas mempunyai ambisi untuk mendekonstruksi paham-paham tradisional yang dianggapnya menyesatkan, penuh dengan takhyul, mitos, kejumudan, dan keterbelakangan.
Dakwah Modernitas
Pengertian Dakwah Dilihat dari segi bahasa, kata dakwah berasal dari kata Arab yang merupakan bentuk mashdar dari kata da’a, yad’u, yang berarti seruan, ajakan, atau panggilan (Ilyas Ismail, 2006: 144). Seruan ini dapat dilakukan melalui suara, kata-kata, atau perbuatan. Dakwah juga bisa berarti do’a yakni harapan, permohonan kepada Allah swt. sebagaimana tercantum dalam firman Allah QS. Al-Baqarah [2] : 186.
Artinya: Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, (maka jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apaabila ia berdo’a kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi perintah-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu dalam keadaan kebenaran (Departemen Agama RI, 1990: 51).
Adapun pengertian dakwah menurut istilah telah banyak dikemukakan oleh para ahli atau pakar dakwah yang memberikan definisi menurut sudut pandang masing-masing, antara lain: Menurut Syech Ali Mahfudh, dakwah ialah:
حث النا س عل الخير والهذي واال مر با
)جل واال جل العا دة بسعا زوا( ليفى المنكر عن والنهي المعروف (Syekh Ali Mahfudh, 1952: 17) Artinya: Mendorong manusia agar berbuat kebajikan dan petunjuk, menyuruh mereka berbuat yang ma’ruf dan melarang mereka berbuat mungkar, agar mereka mendapatkan kebahagiaan di dinia dan akhirat.
Strategi Dakwah Modernitas
Sebelum membicarakan dakwah modernitas, sebaiknya apabila lebih dahulu membahas tentang komponen/unsur-unsur pokok dakwah sebagai sistem komunikasi yang efektif dalam proses pelaksanaan dakwah. Oleh karena itu, dakwah modernitas adalah dakwah yang dilaksanakan dengan memperhatikan unsur-unsur penting dakwah tersebut, kemudian subjek atau juru dakwah menyesuaikan materi, metode, dan media dakwah dengan kondisi masyarakat modern (sebagai objek dakwah) yang mungkin saja situasi dan kondisi yang terjadi di zaman modern terutama dalam bidang keagamaman, tidak pernah terjadi pada zaman sebelumnya, terutama di zaman klasik.
Dengan demikian, berarti dakwah di era modern adalah dakwah yang pelaksanaannya disesuaikan dengan kondisi dan keadaan masyarakat modern, baik dari segi materi, metode, dan media yang akan digunakan. Sebab mungkin saja materi yang disampaikan itu bagus, tetapi metode atau media yang digunakan tidak sesuai dengan kondisi masyarakat modern, maka dakwah akan mengalami kegagalan. Begitu pula sebaliknya, mungkin saja media atau metode yang digunakan sesuai dengan kondisi masyarakat modern, akan tetapi materi yamg disampaikan kurang tepat, apalagi bila tampilan kemasannya kurang menarik, juga dakwah akan mengalami kegagalan.
*Mahasiswa KPI Unhasy*