sumber gambar: mediasiana.com

Oleh: Wan Nurlaila*

Angin yang kencang dan hujan yang deras membuat Binta terduduk di dalam kamar sambil sesekali menutup telinga karna mendengar suara gemuruh petir pagi ini. Seharusnya pagi ini Binta memiliki jadwal untuk bertemu dengan Nugraha, karna ia pernah menjanjikan Binta jalan-jalan. Tetapi ternyata semesta membuat rencana itu bias.

Saat sedang memandangi keadaan luar rumah, handphone Binta berbunyi,  “Assalamualaikum Bin, aku jemput ya.” Suara Nugraha terdengar dari seberang. 

“Serius? ini hujan deres banget.” Binta tak percaya.

“Nggak apa-apa, kan aku pakek mobil. Aku nanya temenku yang ada di suatu tempat rahasia itu katanya di sana gak hujan, makanya kita harus pergi. Kan aku udah janji ke kamu.” 

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

“Iya, aku siap-siap sekarang.” Binta mengiyakan ajakan itu.

“Oke, 15 menit lagi aku dateng.” Nugraha menimpali.

“Tapi,..” panggilan pun diakhiri oleh kontak person bernama pengeran berkuda. Binta menggerutu karna obrolannya dimatikan sepihak oleh orang yang dia sayang secara diam-diam.

Dan sebagai perempuan yang tidak mau ribet, Binta hanya mengenakan gamis hitam dengan jilbab bergo warna frapucino yang selalu menjadi outfit andalan Binta saat sedang kepepet. Sambil menunggu datangnya pangeran berkuda, Binta mendengarkan playlist lagu andalannya “cintanya aku”.

Di pertengahan lagu, bunyi klakson mobil terdengar di telinganya, meski hujan deras menengahi suara diantaranya. Setelah membaca chat dari Nugraha, Binta pamitan ke ayah dan ibu akan pergi bersama Nugraha.

“Loh, mau kemana kok udah cantik anak ayah?” sambil mencubit pipi Binta.

“Ayah, Ibu, Binta izin ya mau pergi bareng Nugraha sebentar.” Meski detak jantung Binta bergejolak sangat cepat, ia tetap tenang dan tak berhenti berdoa agar diizinkan oleh kedua orang tuanya.

“Hujan-hujan gini mau pergi? Ke mana?” Tanya ibunya.

“Mau, anu mau pergi ke rumah pohon bu,” ucap Binta ragu.

“Hati-hati salam ke Nugraha kalau nyetir pelan jangan ngebut,” ucap Ayahnya. Binta sangat senang dan langsung memeluk ayah dan ibu dengan erat.

Setelah salam, Binta bergegas turun ke bawah untuk menemui Nugraha. Dan ternyata Nugraha telah menunggu tepat di depan pintu rumah Binta.

“Astaga, kamu kok di sini sih, kaget.” 

“Kamu sih ditelpon berkali-kali, padahal aku mau masuk eh gak diangkat,” Nugraha menggerutu.

“Maaf tadi aku pamitan dulu ke ayah sama ibu, tuh ada pesan dari ayah, kalau nyetir pelan-pelan aja jangan ngebut,” ucap Binta sambil memberi isyarat untuk segera menuju mobil.

“Siap tuan putri, amanah saya terima.” sambil menjulurkan tangan untuk membawa Binta keluar rumah.

Dalam perjalanan yang lumayan lama, yang mereka lakukan adalah bernyayi, bercerita, tertawa bahagia seakan-akan dunia hanya milik mereka berdua. Dalam benaknya terlintas pertanyaan yang membuat Binta tiba tiba terdiam,

“Kita terlihat begitu dekat, tapi kita tak memiliki hubungan yang terikat.” Melihat Binta terdiam Nugraha pun bingung.

“Bin, Binta…” Nugraha menyenggol bahu Binta yang termangu.

“Eh iya Nug, ada apa?” 

“Kamu ngelamun? Mikirin apa?” Tanya Nugraha.

“Biasanya, nggaknya cewek ada apa-apanya, tumben banget kamu ngelamun gak kayak biasanya?”

“Beneran gak ada apa-apa, yuk nanyi lagi.” ajak Binta. Dalam kebingungannya, Nugraha sesekali memandangi wajah Binta yang memang terlihat sedikit pucat dari biasanya.

Setelah 10 menit di perjalanan akhirnya mobil berhenti di tempat tujuan. Bergegas, Nugraha turun dari mobil dengan membawa payung untuk membukakan pintu Binta.

“Karna kita telah sampai di tempat tujuan, tuan putri boleh keluar dari zona nyaman ini.” ucap Nugraha dengan mengulurkan tangan kembali.

“Eh kita beneran ke sini?” Tanya Binta yang masih terdiam di mobil.

“Iya, yuk turun, kedatangan kita udah ditunggu.” ucap Nugraha.

Setelah meninggalkan mobil, Binta di buat takjub oleh suasana café yang dipenuhi oleh bunga lily dengan berbagai warna, dan ice cream dengan berbagai rasa serta ada beberapa kucing yang sedang duduk dengan mengenakan baju yang lucu.

Sangat romantis bukan? Seorang laki-laki yang selalu dianggap sahabat padahal Binta memiliki rasa yang sangat hebat, memperlakukan Binta bak putri raja di kerajaannya.

“Silakan tuan putri, boleh bermain dengan kucing kesayangan tuan putri, sambil menghirup wanginya bunga lily, dan menikmati berbagai maca ice cream yang sangat di sukai tuan putri.” ucap Nugraha.

Dengan sigap Binta langsung lari dan bermain dengan beberapa kucing yang ada di ruangan tersebut. Setelah beberapa saat binta diajak makan di meja makan yang sangat aesthetic. Dengan ragu nugraha memulai percakapan,

“Bin, tau gak alasan aku bawa kamu kesini?” Binta pun menggelengkan kepala sambil bermain dengan kucing.

“Selama 10 tahun ini kita emang kenal deket, tapi gak tahu kenapa aku gak pernah bisa memaksa hati aku untuk mencintaikamu.” Ucapan nugraha berhasil membuat Binta terdiam dari fokusnya dengan kucing.

“Aku tau kamu pasti menyimpan rasa lebih dari sahabat dalam hubungan ini kan? Aku tau dan aku paham, dalam setiap hubungan persahabatan nggak ada yang lolos dari ketertarikan dan kenyamanan.” Nugraha semakin serius.

Seketika hati Binta sakit, seperti ada banyak pisau yang menusuk tubuhnya. Ia lemas dan meneteskan air mata. “Kamu nggak salah, semesta yang salah menghadirkan cinta ini tidak pada kuncinya.”

“Mencintaimu dalam diam, mengagumimu dari kejauhan, mendoakanmu setiap malam, menyakiti diri secara perlahan dan kini semesta menyuruhku untuk meninggalkan.” Ucap Binta dengan lirih. Tentu kalimat Nugraha membuat hatinya teriris.

“Terima kasih Nug, telah memberikan aku waktu untuk mencintai dan tersakiti secara bersamaan.” Setelah itu binta berdiri dan bergegas keluar café dan berlari menerjang derasnya hujan untuk meninggalkan segala kisah cinta yang tak terbalaskan.

*Mahasiswa Unhasy Tebuireng Jombang.