
Puisi-Puisi Rara Zarary*
Juni yang Basah
:doa ruah dari umat yang pasrah
Juni tak sekadar memperbincangkan soal kemarau panjang, atau hujan yang tanpa permisi datang
Ada cerita haus dan lapar dari bocah yang baru belajar
Suasana indah di malam-malam berkelanjutan, tarawih dan tadarus jadi kegiatan
Cerita pedagang yang tiba-tiba dapat rezeki berlimpahan
Atau tentang para jomblo yang takut hadapi pertanyaan-petanyaan di hari kemenangan saat silaturahmi ke tetangga atau kerabat soal pasangan
Lepas dari itu,
Juni kali ini adalah Ramadan
Jatuhnya hari kemenangan dan perayaan dari umat-umat yang telah berpeluh payah berdoa dan berusaha sepanjang pagi-malam
Meminta amalan sekaligus imbalan pada Tuhan atas yang dikerjakan, sebab sudah dijanjikan pahala yang dilipatgandakan
Maka merdekalah diri, merdekalah hati
Semoga doa ruah dari diri sampai pada Tuhan dengan selamat dan diijabah hingga menjadi sebab selamat dunia akhirat.
Lantas, bagi yang telah berjuang dengan bulir peluh sebulan penuh sebab Ramadan, kudoakan Tuhan mengabulkan dan memperbaiki nasib burukmu, lihat setelah idul Fitri berpamitan.
Sekali lagi, selamat menyambut hari kemenangan, 1439H
Sumenep, 2018
Pesan yang Harus Sampai
Sebelum malam ramai dengan kumandang takbir, pandangmu terfokus pada kembang api dan bunyi petasan: aku menungkap maaf lahir batin atas salah kecil yang dibesarkan, atau salah besar yang terabaikan.
Aku menulis malam ini, sebelum besok senja menjemput malam kemenangan, agar pesan-pesan ini tersampaikan, setelah prasangka bahwa esok ponselmu akan berhamburan pesan, dan aku tak mau menjadi pesan yang ditindih tak mendapat perhatian.
Sebab maaf ini aku tulis dengan hati. Yang diharap sampai pada hati.
Maafkan, maafkan, maafkan
Aku sudah memaafkanmu duluan.
Mari jangan dendam, sama-sama bahagia menyambut hari kemenangan.
Selamat menjadi pemenang yang lapang dan tentu selamat bagi yang berhasil pulang ke kampung halaman.
Sumenep, 2018
Langit Perkampungan
Ada takbir menyela sorak bocah dengan bunyi petasan dan ramai warna kembang api
Ada tangis mengadu pada teras-teras rumah yang sudah diam begitu lama
Malam ini sakral, kata para tetua
Kemenangan yang hanya dimiliki yang menang, selebihnya adalah manusia-manusia yang mengikuti jalan setan
Ada kabar dari kota-kota impian, di sana langit merah merona, masjid ramai memuja Tuhannya, dan jalan kota jadi raja
Sisi lain, kisah negara-negara tanpa suara, air mata masih saja menjadi cahaya, sebuah cahaya yang sampai pada Tuhan dan tuan-tuan yang mau memahami nasibnya
Dan di sini, di kampungku sendiri, sunyi masih menjadi tamu sejati.
Rokok dimatikan, lampu-lampu mengendap tak mampu bertahan, dan rumah kami adalah rumah yang sudah ditinggal beberapa orang dari Ramadan ke Ramadan
Cahaya yang kami dapati adalah cahaya langit kota sebelah
Kebahagiaan yang kami jalani adalah rasa yang mengendap tak tau arah
Tapi kami masih sadar, malam ini adalah malam kemenangan dari Tuhan
Kami masih punya senyum dan baju baru untuk menyambut lebaran
Madura, 2018
*Penyair dan sastrawan muda asal Madura, kini berkhidmat di Tebuireng