Oleh: Inggar Saputra*
Dunia modern belakangan ini seringkali meninggalkan persoalan tersendiri bagi kaum perempuan khususnya di Indonesia. Berbagai kasus kekerasan kepada perempuan seringkali terjadi, seperti misalnya yang melanda selebgram Cut Intan Nabila. Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga terjadi melalui pemukulan, tendangan dan bentuk penganiayaan lainnya. Tak hanya menyasar Cut Intan, sang anak juga dikabarkan menjadi korban kekerasan Armor Treador yang diliputi kemarahan karena konflik rumah tangga. Kasus ini sekarang dalam penanganan penegak hukum dan layak menjadi pelajaran bagi siapapun agar memuliakan perempuan dan tidak bersikap kasar kepada perempuan.
Apa yang dialami Cut Intan merupakan satu dari berbagai kasus kekerasan yang dialami perempuan di Indonesia. Catatan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) sepanjang tahun 2023 terjadi 401.975 kasus kekerasan kepada perempuan. Inilah sebuah contoh bagaimana ketika kemarahan dan emosional sudah memuncak, perilaku manusia seringkali kehilangan kendali atas dirinya. Sebagai laki-laki, kehilangan kontrol diri akan mendorong perilaku kekerasan sebagai upaya mencari jalan keluar. Repotnya dalam konteks hubungan laki-laki dan perempuan, upaya ini menandakan kontrol diri yang lemah dan berpotensi kepada hukum pidana.
Jauh sebelum kasus kekerasan perempuan terjadi, masyarakat jahiliyah di gurun tandus Arab sudah memandang rendah wanita. Sebelum Islam datang, betapa perempuan menjadi obyek kekerasan dan kehilangan harga dirinya. Kaum perempuan mengalami keterbelakangan, kehinaan, kebodohan dan dijadikan bahan taruhan. Kekerasan seksual mudah terjadi dalam posisi perempuan di zaman jahiliyah tanpa ada dukungan psikologis dan aturan hukum yang melarangnya. Sehingga tepat sekali jika digambarkan bahwa seburuk-buruk takdir perempuan dalam sejarah terjadi pada zaman Arab jahiliyah.
Ketika Islam datang, betapa ajaran keselamatan ini mengangkat kaum perempuan dalam kedudukan terbaiknya dalam sejarah umat manusia. Islam menempatkan perempuan dalam kehormatan dan kemuliaan, serta menyamakan dengan laki-laki dalam soal kemanusiaan dan hak dalam kehidupan. Dalam Al-Qur’an dijelaskan ”Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman): Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain. (Qs. Ali-Imran: 195)
Selain menempatkan perempuan dan laki-laki dalam kedudukan yang sama dalam kebaikan, Allah SWT juga memberikan hak warisan kepada perempuan. Kemudian Islam mengajarkan agar laki-laki menggauli perempuan dengan lembut, melarang laki-laki untuk membuat perempuan menangis dan tidak diizinkan memaksa dan menyusahkan perempuan. Rasulullah SAW juga mengajarkan agar seorang laki-laki tidak boleh memukul perempuan, sebab hati perempuan lembut dan mudah tersentuh. Rasulullah SAW bersabda, “Berbuat baiklah kepada wanita, karena sesungguhnya mereka diciptakan dari tulang rusuk, dan tulang rusuk yang paling bengkok adalah yang paling atas. Maka, perlakukanlah para wanita dengan baik. (HR al-Bukhari)
Dalam sejarah kehidupan manusia, Rasulullah adalah sebaik-baik manusia yang mampu meratukan dan memuliakan istrinya. Sifat beliau yang lembut, ramah, penyayang, sabar, sederhana menjadi bekal kepemimpinan menciptakan rumah tangga yang harmonis. Dalam menciptakan komunikasi yang baik di rumah tangga, setiap menjelang tidur di malam hari maka Rasulullah membiasakan berbincang santai dengan istrinya. Cara ini efektif sebab pasangan hidup membutuhkan komunikasi untuk saling berbagi urusan apapun baik dunia dan akhirat. Waktu malam yang umumnya santai dapat dimanfaatkan untuk berbicara dari hati ke hati, sehingga mengurangi potensi miskomunikasi dalam berumah tangga.
Meski seorang laki-laki, Rasulullah SAW dikenal senang membantu istrinya dalam urusan rumah tangga. Dalam keseharian, Rasulullah juga senang memuji istrinya dengan kata-kata cinta, misalnya menyebut Aisyah dengan Humaira (yang pipinya kemerah-merahan). Ketika dalam sebuah kesempatan istri ada kesalahan, seorang muslim dilarang menyakiti dan membenci istrinya. Menasehati dengan lembut, mendoakannya dan mengingat kebaikannya adalah cara efektif memperbaiki kesalahan istri. Sepanjang kehidupannya di dunia, Rasulullah juga mendidik umat Islam agar tidak diperbolehkan memukul istri. Sebagaimana diakui Aisyah ra, “Aisyah ra. pernah bertutur: Suamiku tidak pernah memukul istrinya meskipun hanya sekali.” (HR Nasa’i).
Suatu hari diceritakan istri Rasulullah SAW, Shafiyah melakukan perjalanan bersama Rasulullah SAW dan untanya berjalan sangat lambat. Melihat kelambanan untanya, Shafiyah menangis dan Rasulllah SAW mendekatinya, mengusap air mata yang jatuh di pipinya. Dengan keduanya tangannya dan disertai sikap yang lembut, Rasulullah SAW menghibur istrinya dan akhirnya Shafiyah berhenti menangis. Dalam kesempatan lainnya, Rasulullah senang bercanda dan melayani istrinya dengan baik.
Tepat sekali jika Aisyah ra menggambarkan akhlak Rasulullah bagaikan AL-Qur’an yang berjalan. Sebuah pembelajaran dan edukasi akhlak Rasulullah SAW mengajarkan kita bagaimana cara terbaik Islam memuliakan perempuan. Dalam sebuah hadits disebutkan, ”Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik bagi istrinya dan aku adalah orang yang terbaik di antara kalian terhadap istriku” (HR At-Thirmidzi)
Apa yang sudah diajarkan dan digariskan Rasulullah SAW layak menjadi pelajaran bagi kehidupan manusia di zaman modern. Sudah saatnya kita menggali banyak pelajaran dan hikmah bagaimana Islam memuliakan perempuan. Janganlah kita sibuk hidup di zaman modern, tapi masih melakukan kekerasan kepada perempuan sebab itu artinya pikiran kita sama dengan kehidupan masyarakat Arab di zaman jahiliyah.
*Penggiat Literasi Rumah Produktif Indonesia
Saat ini aktif di Perkumpulan Rumah Produktif Indonesia. Mengajar di beberapa perguruan tinggi swasta. Instagram : @bunginggars.