ilustrasi Bolehkah Berobat Menggunakan Benda Najis

Berdoa dan berobat adalah bentuk usaha yang pasti sesorang lakukan supaya sembuh dari penyakit. Tidak bisa kita pungkiri bahwa beberapa benda najs juga memiliki khasiat untuk menyembuhkan penyakit tertentu. Sedangkan dalam agama Islam, hukum mengonsumsi benda najis adalah haram. Lantas bagaimana hukum mengonsumsi benda najis ketika berupa obat-obatan?

Dalam fikih sendiri, obat yang terbuat dari bahan najis terbagi menjadi dua. Pertama, najis yang berupa khamar, dan kedua, selain khamar. Pada kali ini, fokus pembahasan kita di bagian kedua. Penasaran? Mari kita bahas!

Pendapat Ulama yang Mengharamkan

Dalam permasalahan ini, beberapa ulama yang melarang berobat menggunakan benda najis adalah mayoritas ulama mazhab Maliki, Hambali dan zahir mazhab Hanafi. Mereka beristidlal dari jelasnya larangan Nabi atas berobat dengan perkara haram dan kotor. Dan najis memiliki kedua sifat ini.

Imam Bahuti, salah satu ulama mazhab Hambali berkata:

“(وَلَا ‌يَجُوْزُ ‌التَّدَاوِيْ بِشَيْءٍ مُحَرَّمٍ أَوْ) بِشَيْءٍ (فِيْهِ مُحَرَّمٍ كَأَلْبَانِ الْأُتُنِ وَلَحْمِ شَيْءٍ مِنَ المُحَرَّمَاتِ وَلَا بِشُرْبِ مُسْكِرٍ) لِقَوْلِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ «لَا تَدَاوَوْا بِحَرَامٍ»”

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Artinya: “Tidak boleh berobat menggunakan benda haram atau obat yang mengandung benda haram seperti susu keledai betina dan daging hewan yang haram dimakan, dan berobat dengan minuman yang memabukkan. Ini berlandaskan dari sabda Rasululah: Janganlah kalian berobat dengan benda yang haram.” Kasyaful Qina’

Selain itu, Imam An-Nafrowi (ulama mazhab Maliki) juga mengutarakan argumen yang senada dengan Imam Bahuti dalam kitab Al-Fawakih Ad-Diwaniy:

“لَا ‌يَجُوْزُ ‌التَّعَالُجُ بِالْخَمْرِ (وَلَا) يَجُوْزُ (بِالنَجَاسَةِ) غَيْرِ الخَمْرِ (وَلَا بِمَا فِيْهِ مَيْتَةٌ وَلَا بِشَيْءٍ مِمَّا حَرَّمَ اللهُ سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى) وَظَاهِرُ الحَدِيْثِ عُمُوْمُ حُرْمَةِ التَّدَاوِيْ بِالنَّجَسِ وَلَوْ فِيْ ظَاهِرِ الجَسَدِ وَلَوْ غَيْرَ خَمْرٍ، وَلَوْ عَلَى الْقَوْلِ بِكَرَاهَةِ التَّضَمُّخِ بِالنَّجَاسَةِ”

Artinya: “Tidak boleh berobat dengan khamar, najis selain khamar, obat yang mengandung bangkai dan benda yang Allah haramkan. Secara zahir, makna yang terkandung dalam hadis menunjukkan umumnya keharaman berobat dengan benda najis, meskipun digunakan di anggota badan bagian luar, meskipun selain khamar, meskipun mengikuti pendapat melumuri badan dengan najis hukumnya makruh.”

Pendapat Ulama yang Membolehkan

Pendapat yang membolehkan berobat menggunakan benda najis selain khamar adalah mu’tamad mazhab Syafi’i dan Ibnu Hazm.

Dalam kitab Roudhotut Tholibin, Imam Nawawi berpendapat:

‌ “وَمَا ‌سِوَى ‌الْمُسْكِرِ مِنَ النَّجَاسَاتِ، يَجُوزُ التَّدَاوِي بِهِ كُلِّهِ عَلَى الصَّحِيحِ الْمَعْرُوفِ”

Artinya: “Boleh mengonsumsi semua najis selain khamar jika ditujukan untuk berobat. Kebolehan ini berlandaskan dari hadis yang sudah jamak diketahui.”

Salah satu hadis yang digunakan di mazhab Syafi’i adalah hadis Uraniyyin yang berbunyi:

عَنْ أَنَسٍ قَالَ : (قَدَمَ عَلَى النَّبِيْ ﷺ نَفَرٌ مِنْ عُكْلٍ فَأَسْلَمُوْا، فَاجْتَوَوْا المَدِيْنَةَ، فَأَمَرَهُمْ أَنْ يَأْتُوْا إِبِلَ الصَّدَقَةِ فَيَشْرَبًوْا مِنْ أَبْوَالْهَا وَأَلْبَانْهَا، فَفَعَلُوْا فَصَحُّوْا)

Artinya: “Anas meriwayatkan: sebuah kelompok dari daerah Uklin mendatangi Nabi kemudian masuk Islam. Karena belum bisa beradaptasi dengan Madinah, mereka jatuh sakit. Kemudian Nabi menyuruh mereka mendatangi unta sedekah miliknya untuk meminum air seni dan susu unta tersebut. Mereka pun melakukannya dan menjadi sehat.”

Dari hadis ini, kita bisa mengambil kesimpulan mengonsumsi benda najis sebagai obat diperbolehkan. Namun pendapat ini disangkal. Ulama yang melarang berobat menggunakan benda najis mengatakan bahwa air seni unta hukumya suci, bukan najis.

Pendapat Salah Satu Ulama Kontemporer

Dalam kitab Ahkamut Tashni’ Syekh Ahmad bin Soleh bin Ali Bafadhol mengutarakan kecondongan terhadap salah satu dari dua pendapat di atas. Beliau lebih memilih pendapat ulama yang mengharamkan. Makna zahir hadis dan sifat kotor serta dampak negatif yang terkandung dalam benda najis dan benda haram menjadi alasan beliau.

Meski beliau berpendapat demikian, mengonsumsi obat yang berbahan najis masih diperbolehkan dalam keadaan genting. Dengan catatan adanya ketetapan maslahat yang bisa mengalahkan dampak negatif yang terkandung dalam benda najis. Sekian, semoga bermanfaat!

Baca Juga: Hukum Mengonsumsi Obat-obatan yang Mengandung Alkohol


Refrensi:          

  • Kasyaful Qina’ / Imam Al-Bahuti
  • Al-Fawakih Ad-Diwaniy O / Imam An-Nafrowi
  • Roudhotut Tholibin / Imam An-Nawawi
  • Ahkamut Tashni’ / Imam Ali Bafadhol

Ditulis oleh. Mohammad Naufal Najib Syi’bul Huda, Mahasantri Ma’had Aly An-Nur II “Al-Murtadlo” Malang.