Oleh: Rasyida Rifa’ati Husna
Sungguh beruntung menjadi umat Nabi Muhammad. Tidak ada manusia yang paling besar kasih sayang dan perhatian kepada umatnya sebagaimana pedulinya Rasul Muhammad terhadap kita. Baginda al-Musthofa sangat bersemangat demi kebaikan umatnya. Tidak henti-hentinya beliau dan tidak pernah berpikir apapun kecuali untuk menyelamatkan umatnya. Hingga sebelum ajal menjemput, yang ada dipikiran beliau sallallahu ‘alaihi wa sallam adalah keselamatan umatnya.
Dikisahkan oleh Habib Taufiq bin Abdul Qadir Assegaf, ketika akhir hayat Rasulullah didatangi Malaikat Izrail, lantas Rasul bertanya kepadanya, “Kamu datang untuk berziarah atau mencabut nyawaku?” Maka Malaikat Izrail kemudian menjawab, “Saya datang untuk berziarah dan jika engkau berkenan saya mencabut nyawa engkau wahai Rasulallah.”
Ada suatu kegelisahan di hati Rasulullah, beliau lalu menanyakan keberadaan Malaikat Jibril dan memerintahkan untuk memanggilnya. Saat Jibril talah berada di hadapan Rasul, beliau berkata kepadanya, “Siapakah yang akan bertanggung jawab atas umatku wahai Jibril sepeninggalku?”
Malaikat Jibril tidak menjawab dan naik ke hadirat Allah, kemudian kembali kepada Rasulullah dan memberi salam dan kabar dari Sang Maha Rahman, “Kabarkanlah kepada kekasihKu Muhammad, Aku tidak akan mengecewakan terhadap umatnya sama sekali dan surga diharamkan untuk dimasuki para nabi dan umatnya sebelum Muhammad dan umatmnya masuk terlebih dahulu.” Saat itu Rasulullah menjadi tenang untuk kembali ke haribaan Ilahi، “طبى قلبي” “Sekarang aku tenang” kemudian Nabi bergumam, “الى الرَّفِيقَ الأَعْلى”
Menunaikan Hak-Hak Nabi Muhammad
Rasulullah Saw adalah nikmat yang paling agung untuk umat islam, begitu besar jasa dan perjuangan Rasulullah terhadap kita. Lantas kegembiraan atas nikmat agung itu mesti diwujudkan dengan menunaikan hak-hak Baginda saw. Hak yang paling utama adalah mengimani beliau sebagai utusan Allah, sekaligus penutup kenabian dan pembawa risalah terakhir. Mengimani Rasulullah satu-kesatuan dengan seluruh keimanan yang lain dan tidak boleh dipisahkan.
Nabi Saw juga punya hak untuk dicintai umatnya. Ini merupakan bagian dari kesempurnaan iman. Maḫabbah kepada Rasulullah bukan seperti cinta biasa, melainkan kecintaan di atas segalanya; melebihi cinta pada harta, keluarga dan manusia lain, bahkan diri sendiri . Sabda beliau:
“.لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ مَالِهِ وَأَهْلِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ”
“Tidaklah sempurna keimanan salah seorang di antara kalian hingga aku lebih dia cintai daripada hartanya, keluarganya dan seluruh umat manusia.” (HR Muslim)
Bagaimana cara untuk menambah rasa cinta yang lebih kepada Nabi Muhammad? Yaitu selalu mengingatnya dan menanamkan rasa rindu kepada Baginda Nabi serta berkeinginan tinggi untuk berjumpa dengannya Saw. Dengan selalu membaca sirohnya, mengenali baginda kerana kadar cintanya seseorang itu dengan mengenalinya.
Selain itu menyebut-nyebut namanya dengan membacakan shalawat dan salam untuk beliau. Disamping menunjukkan maḫabbah kita kepada Rasulullah, dengan menyatakan beliau sebagai makhluk terbaik yang paling layak mendapat azkash shalawât dari Allah. Sebagaimana yang disampaikan Gus Baha, shalawat merupakan bentuk terima kasih dan ndepe-ndepe (tadharu’) kita kepada Baginda Nabi.
Kecintaan kepada Rasulullah juga harusnya membawa kita menunaikan hak beliau berikutnya, yakni menaati beliau. Seperti yang dicontohkan oleh para sahabat dahulu, cinta dan taat kepada Nabi Muhammad membuat Abu Bakar ash-Shiddiq mengorbankan jiwa, raga, dan semua hartanya untuk membantu perjuangan dakwah beliau. Demikian pula Mus’ab bin Umair dan Saad bin Abi Waqqash karena cinta dan taat kepada Rasulullah ia enggan mengikuti permintaan ibunya untuk murtad dari Islam.
Tidak Mengecewakan Nabi Muhammad
Oleh karena itu jangan pernah kita mensia-siakan rasa cinta kepada Baginda Nabi dengan mengecewakan beliau; menolak syariah Islam yang beliau bawa, namun sebagai umatnya sudah sepatutnya kita merealisasikan ketaatan itu melalui ucapan dan perbuatan. Selain itu yang banyak terjadi di zaman ini adalah permusuhan antara satu umat Rasulullah dengan yang lain yang padahal hal ini sangat membuat beliau Saw kecewa dan sedih. Nabi suatu waktu pernah berkata;
“.إِنِّي وَاللَّهِ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمْ أَنْ تُشْرِكُوا بَعْدِي وَلَكِنْ أَخَافُ عَلَيْكُمْ أَنْ تَنَافَسُوا فِيهَا”
“Demi Allah, sungguh aku tidak khawatir kepada kalian bahwa kalian akan musyrik kembali sepeninggal aku. Namun yang aku khawatirkan terhadap kalian adalah kalian akan memperebutkan duniawi ini sampai kamu satu sama lakn sampai membunuh.”
Cita-cita Nabi Muhammad adalah keselamatan seluruh umatnya, namun kenapa yang terjadi saat ini satu orang mendzolimi yan lain, umat satu mencelakakan umat lain. Seharusnya jika mengaku mencintai Rasulullah kita menyadari bahwa mereka bukanlah musuh. Janganlah kita saling membenci sesama muslim, jadilah kita hamba Allah yang bersaudara, menyayangi umat beliau berarti kita mencintai Nabi Muhammad. Saling membantu dan menolong dalam kebaikan dan taat maka itu merupakan khidmah kita kepada Nabi Muhammad.