tebuireng.online – Universitas Hasyim Asy’ari melalui Pusat Kajian Islam Nusantara adakan Diskusi dan Bedah Buku Islam Nusantara di Ruang Rapat Dosen UNHASY, Selasa (4/8). Acara yang dimulai pada pukul 15.00 ini menghadirkan penulis sekaligus editor buku Islam Nusantara Ahmad Sahal, Yenni Wahid Putri Gus Dur, Candra Malik Budayawan Nasional, Pengamat NU Associate Profesor Ken Meichi dari Iwate University, Prof Haris Ketua Pusat Kajian Islam Nusantara, dan moderator Mohammad As’ad.

Suasana meriah dan antusiasme yang besar dari peserta yang hadir memenuhi ruangan. Bedah buku terbitan Mizan ini yang sedianya hanya berkapasitas 120 an orang ternyata penuh bahkan pesertanya harus berdiri. Bahkan panitia acara menyiapkan karpet untuk peserta bisa duduk dan tertampung.

“Kami mohon maaf kepada hadirin semua, (jumlah) peserta diluar ekspektasi kami. Semoga tetap nyaman” ujar Mohammad As’ad mengawali narasi bedah buku tersebut. Dalam sambutan pembukaan, Prof Haris selaku ketua pusat kajian mengungkapkan apresiasi yang besar terhadap animo peserta bedah buku dan berharap kajian seperti ini bisa terus dikembangkan.

”Bedah buku Islam Nusantara ini sekaligus memulai babak baru wacana riil Pusat Kajian Islam Nusantara dan juga menyemarakkan pembangunan museum Islam Nusantara Hasyim Asy’ari nantinya” tambah sosok yang juga menjadi Wakil Rektor UNHASY.

Selanjutnya, Yeni Wahid mengutarakan bahwa kita wajib bersyukur hidup menjadi Islam di Indonesia yang penuh kearifan lokal dan menghormati perbedaan pendapat. “Bandingkan dengan saudara kita yang berada di Pakistan, Sudan, Afghanistan Bahkan di Inggris dan lain sebagainya mereka hidup tidak senyaman melakukan ibadah di Indonesia yang mampu junjung tinggi keberagaman dan meyakini Islam yang dengan aman di bumi nusantara ini. Adanya konflik, perpecahan, bahkan diskriminasi (di negara tersebut) membuat Islam semakin terpuruk”, imbuh putri Gus Dur tersebut.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Ahmad Sahal, yang juga salah satu penulis sekaligus editor buku ini mengatakan bahwa Islam Nusantara sudah lama hadir dan diperkenalkan melalui tokoh pendahulu melalui banyak konsepsi Islam nusantara. “Buku ini merupakan kompilasi tulisan untuk meneguhkan kita bagaiman perlu berislam secara damai, berislam dengan menghargai local wisdom serta kebudayaan setempat yang ada tanpa merubah aqidah dan syariat itu sendiri” pungkas pria yang sedang menjalani fellow di Harvard AS ini.

Candra Malik, Budayawan Nasional ini pun memula paparannya dengan kelakar, “Saya datang menghadiri undangan bedah buku ini, karena Mas Sahal tidak meloloskan tulisan saya”, gelak tawa hadirin pun sontak pecah. Menurutnya Islam Nusantara lebih banyak memberikan keteladanan, dengan ketawadluan, wira’i, dan akhlakul karimah.

Ada banyak Islam yang sudah dikonsepsikan oleh pemikir. Islam Nusantara adalah islam yang tidak saling menyalahkan dan merasa paling benar. Jangan sampai mengkafirkan muslim lain yang berbeda, karena pengkafiran itu akan kembali ke yang mengatakan kafir, “ Kita sedang kejar-kejaran dengan orang yang suka mengkafirkan, Semisal bilang situ kafir, nah trus yang bilang kafir juga ikut-ikutan kafir dung. Bahwa Islam hadir tidak hanya lil muslimiin, lil mu’miniin tetapi juga lil ‘Aalamiin” kelakar pria yang akrab dipanggil Gus Candra.

Berbeda konsepsi tujuan Islam Nusantara yang lebih mengarah ke tataran aplikatif, Ken Meichi, dalam penjelasannya mengatakan Islam Nusantara lebih kepada tataran politis. Hal ini dikarenakan banyak muncul Islam Transnasional yang kurang ramah dan radikal. “Kita perlu melawan konsepsi Islam transnasional tersebut yang tidak bisa membumi dengan budaya lokal, agar tidak terjadi pertentangan dan merasa paling benar sendiri”, ucap pria berkacamata yang bahasa Indonesianya masih kentara dengan logat jepang.

Acara ditutup dengan rangkaian diskusi tanya jawab dengan peserta hingga jam 17.30 WIB. Peserta yang hadir sangat terkesan dengan diskusi dan bedah buku Islam Nusantara ini. Islam Nusantara hadir tidak saling memfitah dan menyalahkan, tapi justru harus saling menghargai perbedaan. Islam Nusantara untuk Peradaban Indonesia dan Dunia, Islam yang Rahmatan Lil Alamiin (lutfi/abror)