sumber gambar: kompas.com

Oleh: Faizal Amin*

Keputusan pemerintah tentang kenaikan BBM menimbulkan berbagai problem yang lumayan rumit di negeri kita ini, berbagai organisasi kemasyarakatan khususnya mahasiswa memilih menolak dengan keputusan pemerintah tersebut, hal ini dinilai merugikan dan menimbulkan kegelisahan di masyarakat. 

Pertalite yang awalnya Rp.7.650/liter kini menjadi Rp.10.000/liter, Solar subsidi dari Rp.5.150/liter menjadi Rp.6.800/liter, dan Pertamax dari Rp.12.500 menjadi Rp.14.500/liter. Namun dengan kenaikan ini, apa yang harus kita khawatirkan?

Sebagai umat yang beriman tentunya kita harus berpikir tenang dan tidak terprovokasi berbagai pihak yang juga punya kepentingan dan akhirnya menimbulkan perpecahan serta problem yang lebih besar dari pada kenaikan harga BBM tersebut. 

Hal semacam ini sebenarnya juga pernah terjadi pada masa Tabi’in, diceritakan dalam kitab Hilyatul Aulia wa Thobaqotul al-Ashfiya, karya Abu Nuim;

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

قيل لأبي حازم سلمة بن دينار رحمه الله : « يَا أَبَا حَازِمٍ أَمَا تَرَى قَدْ غَلَا السِّعْرُ، فَقَالَ: وَمَا يَغُمُّكُمْ مِنْ ذَلِكَ؟ إِنَّ الَّذِي يَرْزُقُنَا فِي الرُّخْصِ هُوَ الَّذِي يَرْزُقُنَا فِي الْغَلَاءِ. حلية الأولياء لأبي نعيم (3/239)

Artinya: Datang suatu kaum mengatakan kepada Abi Hazim, Salamah bin Dinar r.a. “Wahai Aba Hazim, apakah kamu tidak melihat harga barang semakin naik/mahal, Aba Hazim menanggapi pernyataan tersebut, beliau berkata terus apa yang kamu resahkan dari itu? Rezeki yang Allah berikan kepada kita saat harga barang murah dan mahal itu disesuaikan.”

Dalam artian, kita tidak perlu terlalu resah dan bingung secara berlebihan akan kenaikan harga BBM ini, karena rezeki yang akan Allah berikan juga akan disesuaikan dengan harga yang ada saat ini, cukup bagi kita percaya serta tenang menghadapi semuanya. Jika-pun kenaikan tarif ini masih ingin diperjuangkan dan kebijakan dibatalkan, maka serahkan kepada orang-orang yang kompeten dalam bidang ini, seperti DPR, mahasiswa, dan lainnya. Tidak harus semua turun untuk menyuarakan.

Selain itu Allah Swt berfirman: 

وَمَا مِن دَآبَّةٍ فِى ٱلْأَرْضِ إِلَّا عَلَى ٱللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا ۚ كُلٌّ فِى كِتَٰبٍ مُّبِينٍ

Tidak ada suatu binatang melatapun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh),” (Surat Hud ayat 6).

Semua rezeki telah dijamin oleh Allah Swt, tidak perlu kita khawatir secara berlebihan. Jaminan rezeki yang Allah berikan juga dipertegas oleh sebuah Hadis yang diceritakan oleh Makhul:

الْجَنِينُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ لَا يَطْلُبُ وَلا يَحْزَنُ وَلا يَغْتَمُّ، وَإِنَّمَا يَأْتِيهِ رِزْقُهُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ مِنْ دَمِ حَيْضَتِهَا، فَمِنْ ثَمَّ لَا تَحِيضُ الْحَامِلُ، فَإِذَا وَقَعْ إِلَى الأَرْضِ اسْتَهَلَّ، وَاسْتِهْلالُهُ اسْتِنْكَارًا لِمَكَانِهِ فَإِذَا قُطِعَتْ سُرَّتُهُ حَوَّلَ اللَّهُ رِزْقَهُ إِلَى ثَدْي أُمِّهِ، فَيَأْكُلُهُ فَإِذَا هُوَ بَلَغَ قَالَ هُوَ الْمَوْتُ أَوِ الْقَتْلُ قَالَ: أَنَّى لِي بِالرِّزْقِ؟ فَيَقُولُ مَكْحُولٌ: يَا وَيْحَكَ غَذَّاكَ وَأَنْتَ فِي بَطْنِ أُمِّكَ وَأَنْتَ طِفْلٌ صَغِيرٌ حَتَّى إِذَا اشْتَدَدْتَ وَعَقَلْتَ. قُلْتَ: هُوَ الْمَوْتُ أَوِ الْقَتْلُ أَيْنَ لِي بِالرِّزْقِ. ثُمَّ قَرَأَ مَكْحُولٌ: يَعْلَمُ مَا تَحْمِلُ كُلُّ أُنْثَى وَمَا تَغِيضُ الأَرْحَامُ وَمَا تَزْدَادُ وَكُلُّ شَيْءٍ عِنْدَهُ بِمِقْدَارٍ.

Artinya, “Ingatlah, janin yang ada dalam perut ibunya. Tak meminta,  tak bersedih, dan tak merasa cemas. Namun, rezekinya saat berada di perut sang ibu datang melalui darah haidhnya. Karenanya, perempuan hamil tidak ada yang haidh. Kemudian, ketika si janin lahir ke dunia, ia menangis keras. Tangisannya itu karena mengingkari tempat barunya. Padahal, saat tali ari-arinya diputus, Allah mengalihkan rezekinya ke payudara ibunya. Ia pun makan melaluinya. Namun, di saat dewasa, ia malah berkata, “Aku bisa mati, aku bisa terbunuh. Di manakah rezeki untukku.” Makhul melanjutkan sabda Rasulullah saw, “Celakalah engkau, Allah telah menjamin makanmu, sejak kau berada dalam perut ibumu, saat kau masih kecil. Namun, ketika dewasa dan berakal sempurna, engkau justru berkata, ‘Aku bisa mati. Aku bisa terbunuh. Manakah rezeki untukku.”’ Lantas ia melantunkan ayat, yang artinya, “Allah mengetahui apa yang dikandung oleh setiap perempuan, dan kandungan rahim yang kurang sempurna dan yang bertambah. Dan segala sesuatu pada sisi-Nya ada ukurannya.” (Tafsir Ibni Hatim, jilid VII, halaman 2227).

Bayi yang masih belum punya akal dan tenaga tidak mengkhawatirkan tentang apa yang harus dimakan atau dipakai, bagaimana dengan kita yang sudah punya kekuatan untuk bekerja, akal untuk digunakan, kenapa masih takut dan khawatir akan segalanya?

*Mahasantri Mahad Aly Hasyim Asy’ari.