Judul Buku: Islam Agama Ramah Perempuan
Penulis: KH. Husein Muhammad
Penerbit: IRCiSoD
Tahun Terbit: 2021
Tebal Buku: 396 halaman
Peresensi: Yuniar Indra*

Buku ini merupakan kumpulan tulisan-tulisan yang diproduksi oleh KH. Husein Muhammad dalam kurun beberapa tahun. Di antaranya merupakan beberapa makalah yang telah dipublikasikan di berbagai seminar. Dan sebagian lainnya belum pernah diterbitkan.

Memang sejak tahun 1993 beliau sangat aktif dalam berbagai diskusi dan forum pembelaan kaum perempuan. Sampai-sampai beliau mendapat gelar Feminis Islam.

Salah satu yang menjadi sorotan beliau adalah teks-teks keislaman (klasik) yang seolah-olah meminggirkan kaum hawa sudah terlanjur mengakar di kalangan kaum muslim.

Bermodalkan latar belakang pesantren, Kiai Husein mencoba untuk mendekonstruksi teks-teks (yang mungkin salah interpretasi) dan merekonstruksinya dengan teks-teks klasik lain.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Pada bagian bab satu, beliau menawarkan esensial ajaran tauhid Islam sebagai refleksi atas ketidakadilan gender. Yakni, kalimat La Ilaha Illa Allah. Kalimat itu diawali kata La Ilaha (tiada tuhan).

Kalimat tauhid menafikan bahwa tiada yang setara dengan Allah. Selain Allah adalah sama-sama makhluk. Pada dimensi individu, tauhid berarti pembebasan manusia dari segala bentuk belenggu perbudakan antar manusia, perbudakan diri terhadap benda, kesombongan diri manusia (hal 58).

Selanjutnya, beliau mendekonstruksi idealisme pihak yang memandang sebelah mata perempuan. Misal, kepemimpinan perempuan dilarang dalam Islam, karena dirasa tidak kompeten.

Namun, beliau merekonstruksinya dengan hasil Bahstul Masail yang dilakukan oleh kalangan NU di Ponpes Lirboyo tahun 1999. Yang memutuskan bahwa kepemimpinan perempuan diperbolehkan (hal 119).

KH. Husein Muhammad mencoba membuktikan bahwa perubahan hukum (Fiqih) dapat dilakukan sebab perubahan tempat dan zaman. Dengan pembacaannya pada sejarah keislaman pada masa Umar ibn Khattab.

Beliau juga sering memaparkan tafsiran ulama kontemporer dalam menjelaskan sebuah ayat. Misal, pada ayat Al-Rijalu Qawwamuna ‘Ala Al-Nisa’, ditafisir oleh Syaikh Mahmud Al-Hijazi dalam Tafsir Al-Wadih bahwa kepemimpinan lelaki atas perempuan bukanlah bentuk kekuasaan tirani dan sewenang-wenang, namun sebuah perlindungan dan pengertian. (124).

Pada bagian ketiga, KH. Husein Muhammad coba menelaah kitab klasik yang dianggap masih bias gender. Seperti, Uqud al-Lujain, Qurrotu al-‘Uyun. Yang memberikan keterangan seakan-akan bahwa ada ketidakseimbangan hak bagi perempuan dibanding laki-laki (hal.201).

Kemudian beliau mengharapkan ada tinjauan ulang terhadap teks-teks itu. Dengan mempertimbangkan maqasid syariah, analisis sosio-historis teks, dan kritik sanad dan matan.

Beliau juga berharap besar kepada kaum perempuan pesantren agar bisa melahirkan wanita-wanita yang sehat fisik, psikis, dan sosial. KH. Husein agaknya condong terhadap pemikiran Wahbah Zuhaili tentang jilbab.

Menurut hasil penelisikan beliau terhadap beberapa pendapat ulama bahwa jilbab hanya aksesoris untuk membedakan antara wanita budak dan merdeka.

Beliau juga menunjukkan bahwa Islam juga sangat ramah terhadap hak seksualitas perempuan. Melalui pembacaan kitab kuningnya yang luas, ia coba merefleksikan teks-teks yang melegitimasi inferioritas seks perempuan. Dengan membandingkannya terhadap teks-teks lain yang sejenis.

Yang menarik, ada salah satu pembahasan aborsi dalam pandangan fikih. Disertai segala kontroversi dan segala perbedaan pendapat ulama. Ada beberapa kesalahan tulisan pada buku ini.

Dengan tingkat kesalahan kata (typo) yang cukup signifikan pada bagian-bagian awal. Hingga membuat pembaca sedikit menerka-nerka kata yang pantas. Bacaannya sanggup dijadikan referensi jurnal ataupun makalah. Karena kajiannya cukup berbobot.

*Mahasantri Mahad Aly Hasyim Asy’ari Jombang.