Assalamualaikum wr wb.

Apakah harus dirawat bagi bayi yang meninggal dalam keadaan di kandungan?

(Deni Sujani, Ciamis)

Wa’alaikumsalam wr. wb. Terimakasih pertanyaan nya, semoga kita selalu dalam lindungan Allah Swt. Sebagai orang muslim diwajibkan (Fardu kifaya), bagi kita untuk memandikan, mengkafani, mensholati serta menguburkan manusia yang sudah meninggal. Seperti yang dipaparkan dalam kitab Fathul Qorib, hal. 44:

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

وَيَلزَمُ فِيْ الْمَيِّتِ أَرْبَعَةُ أَشْيَاءَ، غَسْلُهُ وَتَكْفِيْنُهُ وَالصَّلاةُ عَلَيْهِ وَدَفْنُهُ.

Ada empat hal yang diwajibkan bagi kita dalam mengurus mayit, pertama memandikan, kemudian mengkafani, menyalati serta menguburkannya

Namun, ada dua peristiwa di mana kita tidak diwajibkan untuk memandikan atau menyalati mayit. Pertama, orang mati syahid. Kedua, bayi yang keguguran. Seperti yang telah diterangkan dalam kitab Kifaayah al-Akhyaar, hal. 16:

وَاِثْنَانِ لا يَغسِلانِ وَلاَ يُصَلِّى علَيهِمَا الشَّهِيْدِ فِيْ مَعرِكَةِ الْكُفَّارِ وَالسَّقْطِ الْذي لَمْ يَسْتَهِلْ

“Ada dua kejadian orang meninggal yang tidak diwajibkan dimandikan dan dishalati, pertama orang yang mati syahid serta bayi yang lahir keguguran dan tidak bersuara(menjerit) disaat lahir.

Di dalam kitab tersebut juga dijelaskan, bahwa jika memang si bayi sudah dinyatakan meninggal dalam kandungan, maka ada dua pertimbangan. Bila bayi tersebut belum berumur 4 bulan, maka ulama sepakat tidak dishalatkan, serta tidak dimandikan (menurut pendapat mazhab). Namun, jika bayi tersebut sudah berumur 4 bulan atau lebih, maka menurut pendapat yang al-adzhar (jelas) tidak boleh dishalatkan, tapi boleh dimandikan.

 الْحَالة الثَّانِيَة أَن لَا يتَيَقَّن حَيَاته بِأَن لَا يستهل وَلَا ينظر وَلَا يمتص وَنَحْوه فَينْظر إِن عرى عَن أَمارَة الْحَيَاة كالاختلاج وَنَحْوه فَينْظر أَيْضا إِن لم يبلغ حدا ينْفخ فِيهِ الرّوح وَهُوَ أَرْبَعَة أشهر فَصَاعِدا لم يصل عَلَيْهِ بِلَا خلاف فِي الرَّوْضَة وَلَا يغسل على الْمَذْهَب لِأَن الْغسْل أخف من الصَّلَاة وَلِهَذَا يغسل الذِّمِّيّ وَلَا يصلى عَلَيْهِ وَإِن بلغ أَرْبَعَة أشهر فَقَوْلَانِ الْأَظْهر أَنه أَيْضا لَا يصلى عَلَيْهِ لَكِن يغسل على الْمَذْهَب وَأما إِذا اختلج أَو تحرّك فيصلى عَلَيْهِ على الْأَظْهر وَيغسل على الْمَذْهَب.

“Bila tidak ada tanda-tanda kehidupan seperti bergerak saat lahir dan sejenisnya dan kegugurannya belum sampai pada batas tertiupnya ruh pada dirinya (dalam kandungan usia 4 bulan ke atas) maka ulama sepakat ia tidak dishalati, dan tidak dimandikan menurut pendapat yang dijadikan madzhab di kalangan Syafi’iyyah, karena hukum memandikan lebih ringan ketimbang menshalatkan. Karenanya orang mati kafir dzimmi dimandikan tapi tidak boleh dishalatkan. Bila ia telah berusia 4 bulan ke atas, maka menurut pendapat yang paling azhhar ia tidak dishalatkan, tetapi boleh dimandikan menurut pendapat yang dijadikan madzhab.” (Kifaayah al-Akhyaar I/160-161).

Dalam masalah menyalati dan memandikan, memang ulama masih beda pendapat, tergantung berapa bulan bayi tersebut dalam kandungan. Tetapi, dalam hal mengkafani dan menguburkan itu tetap diwajibkan.

ووُرِي أي سُتِرَ بِخِرْقَةٍ سَقْطٌ وَدُفِنَ وُجُوْبًا كَطِفْل كَافرٍ نطَقَ بالشَّهَادَتَيْن.ِ وَلاَ يَجِبُ غَسْلُهمَا بَلْ يَجُوزُ.

 “Dan harus dibungkus maksudnya ditutup dengan kain serta wajib dikubur mayat janin yang lahir keguguran. Sama halnya dengan mayat anak kecil kafir yang mengucap dua kalimat syahadat. Namun, mayat janin keguguran dan anak kecil kafir itu tidak wajib dimandikan, hanya saja boleh jika mau dimandikan” (Fath al-Mu‘in, hal. 46).

Tapi berbeda jika bayi tersebut masih berbentuk sekumpal darah, maka kita hanya disunahkan menguburnya, tampa harus membungkus.

وَخرَج َبِالسَّقْطِ العَلقَةُ وَالْمُضْغَةُ فَيَدْفِنَانِ نَدْبًا مِنْ غَيْرِ سَترٍ وَلَوِ انْفَصَلَ بَعْدَ أرْبَعةِ أشْهرٍ غُسِلَ وكُفِنِ وَدُفِنَ وُجُوبًا. فَإنْ اخْتَلَجَ أَوِ اسْتَهَلَ بَعْدَ انْفِصَالِهِ صَلّي عَليْهِ وُجُوبًا.

“Dikecualikan dari janin yang keguguran adalah gumpalan darah atau gumpalan daging (calon janin) yang keguguran. Maka keduanya sunnah dikuburkan tanpa harus dibungkus. Namun, bila janin yang keguguran itu telah berusia empat bulan, maka ia wajib dimandikan, dikafani, dan dikebumikan. Berbeda halnya jika setelah keluar sang janin bergerak atau bersuara, maka ia wajib dishalatkan (selain dimandikan, dikafani, dan dikebumikan).”  (Fathul Mu’in, hal. 46).

Dengan demikian, maka bayi yang meninggal dalam kandungan tersebut harus tetap dirawat sesuai usia bayinya. Dalam artian, jika bayi itu masih berupa sekumpul darah, maka sunah dikuburkan tanpa dibungkus dan tidak dishalati. Dan bila bayi yang meninggal dalam kandungan tersebut sudah berumur empat bulan ke atas, maka dia wajib dimandikan, dikafani serta dikebumikan tanpa harus dishalati. Semoga bermanfaat.

Wallahualam


*Mahasantri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari