rumah. (ilustrasi: tebuirengongline)

Oleh: Fa Firru Inayah*

Rumah tangga, bukan gabungan dari dua benda yakni rumah dan tangga. Tapi sebuah koloni yang dibentuk oleh dua insan yang kebanyakan saling mencinta. Hubungan cinta dalam rumah tangga “biasanya” terjalin sebelum pernikahan dan memutuskan untuk menikah. Rasa cinta ini harusnya tetap ada sampai pasca pernikahan, pasca memiliki anak, dan pasca diterpa cobaan dalam rumah tangga. Hubungan yang terjadi antara dua insan ini terbangun dengan adanya komunikasi, dipelihara dengan komunikasi, dan diperbaiki dengan komunikasi.

Meski begitu, hubungan cinta juga bisa rusak karena komunikasi seperti kurangnya komunikasi hingga pelanggaran komunikasi. Cacat komunikasi ini menyebabkan konflik interpersonal. Konflik interpersonal yang terjadi harusnya bisa dihadapi dengan baik oleh kedua belah pihak yakni suami dan istri. Dalam memperawet atau lebih membahagiakan hubungan, beberapa pasangan  memilih untuk  memiliki anak.  

Anak  yang  lahir  akan tumbuh dan berkembang dengan menerima stimulus paling besar yakni komunikasi dengan orang tuanya. Hadirnya anak pada umumnya memberikan motivasi pada orang tua untuk lebih bisa dewasa dalam menghadapi konflik interpersonal yang terjadi. Anak seperti penyembuh bagi orang tua mereka. Tidak sedikit kasus para orang tua yang pada akhirnya memilih untuk tidak bercerai karena demi anak mereka. Lantas, bagaimana bila orang tua memutuskan untuk bercerai? Bagaimana sang anak memanajemen konflik yang ada tersebut.

Perceraian di mata seorang anak adalah kehancuran luar biasa. Pada kasus kebanyakan, anak-anak tidak rela orang tua mereka bercerai. Tapi ada sedikit kasus dimana anak-anak justru menyuruh orang tua mereka untuk bercerai demi melindungi diri mereka atau salah satu orang tua mereka (kebanyakan kasus KDRT). Ketika orang tua bercerai, seorang anak akan memiliki konflik dengan orang tuanya, namun konflik akan lebih besar pada satu pihak saja ketimbang pihak lain. Entah ayah atau ibu, biasanya anak akan melihat salah satu pihak ini sebagai sosok antagonis yang menyebabkan ini semua terjadi.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Anak akan mulai merenggangkan hubungan dengan pihak terkait, komunikasi akan berkurang drastis, begitu juga kontak fisik. Konflik interpersonal yang terjadi antar sang anak dengan salah satu pihak orang tua akan tumbuh menjadi konflik yang terpelihara apabila tidak termanajemen dengan baik. Untuk memanajemen konflik tadi, memang anak butuh waktu untuk mencerna semua kejadian yang ada. Untuk berfikir jernih dan bisa berbicara tanpa terpengaruh emosi. Apalagi untuk memaafan kedua orang tuanya.

Saat waktu tadi telah tiba, anak akan mulai berpikir kembali ke masa lalu. Anak akan merincikan kejadian perceraian kemarin, dan melihatnya dari sudut pandang berbagai pihak. Hal ini tidak menjamin anak akan berhasil berdamai dengan kondisi keluarganya yang sekarang. Karena anak akan memilih beberapa hal untuk diterapkan dalam memanajemen konflik  interpersonalnya.

Dalam ilmu psikologi komunikasi, adapun beberapa cara untuk menghadapi atau mengatasi konflik interpersonal yakni:

  • Menstimulasi
  • Menekan/Mengurangi: Opsi lain dari menstimulasi jika konfliknya teralu besar dan bersifat destruktif, berusaha meminimalkan

Fokus yang akan dibahas yaitu menyelesaikan konflik, dalam menyelesaikan konflik ada beberapa pendekatan yang dapat dilakukan dan berbeda menurut penjelasan masing-masing ahli, berdasarkan beberapa pendekatan dan metode yang paling sering digunakan di kehidupan sehari-hari, antara lain:

  • Kompetisi atau juga bisa disebut Dominasi

Menggunakan kekuasaan untuk  memenangkan konflik  dan biasanya hanya memikirkan tujuan pribadi tanpa memikirkan lawan konfliknya.

  • Kolaborasi atau juga bisa disebut Integrasi

Mencari solusi integratif agar tujuan kedua belah pihak dapat tercapai secara maksimal dan imbang, biasanya metode ini digunakan apabila tujuan/kepentingan kedua belah pihak sama pentingnya dan tidak bisa dikompromikan.

  • Kompromi

Sering dianggap sebagai jalan tengah, jadi memenuhi sebagian dari masing- masing tujuan/kepentingan kedua belah pihak tapi tidak secara maksimal.

  • Menghindar atau Avoiding

Metode ini bisa menjadi negatif karena cenderung bersikap tidak peduli dan menolak untuk membahas serta menyelesaikan konflik, sehingga sering kali konflik dilempar ke orang lain atau pihak lawannya.

Yang mungkin dipilih anak untuk memanajemen konflik dengan orang tuanya adalah integrasi. Anak bisa meminta hak nya untuk tetap tinggal dengan orang tuanya secara bergantian atau bahkan hanya akan tinggal dengan satu pihak selamanya. Anak juga bisa membuat kesepakatan menerima perceraian orang tuanya asalkan dirinya diperbolehkan hidup sendiri atau merantau. Meski kadang disini justru menimbulkan konflik baru karena orang tua merasa mereka tidak diuntungkan dan kemudian justru menggunakan cara dominasi atau kekuasaan untuk tetap mengontrol dan menguasai hidup anaknya.

Banyak anak juga memilih avoiding atau menghindari konflik dan tidak mau  membahas hal ini lagi selamanya. Meskipun bersifat  negative, avoiding bisa menjadi jalan yang terbaik bagi sang anak untuk kembali ke kehidupan normalnya dan tidak terpuruk atas perceraian orang tuanya.

*Mahasiswa Ilmu Komunikasi Amikom Yogyakarta.