“Siapa anda?” Sebagian orang sepertinya tidak ingin kata-kata ini diutarakan. Ada yang menjawab polos. “saya siapa? saya bukan siapa-siapa, bukan orang besar, bukan anak orang hebat, saya biasa-biasa saja”. Tapi ada juga sebagian yang dengan tegas menjawab “aku anaknya Pak…. (bla.. bla..), aku mahasiswa PTN terkenal, aku orang nomer satu di kelas, aku.. aku..” Mana yang anda pilih dari semua ini? atau punya jawab lain? Ini bicara jatidiri atau apa sih? Mungkin anda bertanya-tanya seperti itu, tapi tak apalah ini hanya tulisan kecil saya. Memang tidaklah mudah mengetahui jatidiri kita sendiri, apalagi kalau kita belum bisa berbuat apa-apa, untuk diri sendiri saja belum bisa berbuat, apalagi untuk orang lain?
“Serba salah,” jawab salah satu temanku, “Aku memang bukan siapa-siapa, aku juga tidak mengagungkan ayahku dikarenakan jabatan beliau yang tinggi atau orang masyhur. Aku masih berada dalam posisi yang berkali-kali jatuh, dihina, dicaci, dilukai, bahkan kadang dibohongi orang, aku masih berada dalam proses, tapi kuyakin ini adalah proses menuju kesuksesan”. “Apa arti kesuksesan bagimu?” tanyaku dengan penuh keinginan mendengar ulasannya, setidaknya aku bisa duduk lama menambah ilmu dan opini dari pembicaraan ini bukan duduk melamun dengan hati galau he..
Kali ini dia menjawab dengan pasti “Kesuksesan itu jikala kau bisa mendapatkan ridho Nya” kuhayati kata-kata itu, memori masa lalu seakan otomatis terputar dengan sendirinya, sambil mencermati mahasiswa-mahasiswi yang tertawa guyon ala Gusdur dibawah bangunan gedung kampus yang semakin tua, dalam otakku pun terputar memori masa lalu. Dari sejak duduk di bangku Madrasah Ibtidaiyyah sampai sekarang hampir lulus S1 semuanya terkenang di kepala. Misalnya sewaktu di Madrasah Ibtidaiyyah dulu aku selalu juara kelas, tapi setelah mulai masuk pondok ternyata aku tidak ada apa-apanya dibanding teman-temanku yang lain, banyak yang lebih jenius dan yang lebih hebat dariku. semakin lama. Kelasku semakin merosot saja, sebenarnya aku tahu kekuranganku, belajarku tidak seperti dulu lagi, aku lebih sering datang dan duduk berjam-jam di kegiatan extra kulikuler dari pada duduk dikelas bergejibu dengan Oxford English Dictionary, Munjid, Balaghoh, atau rumus-rumus fisika dan kimia dan lainnya. Lama-kelamaan. Akhirnya kelaskupun anjlok dari kelas B ke C dan terakhir di D.
“Menyesal?” Tanya hati ini padaku.. “Sahabat-sahabatmu sekarang sudah di negeri para nabi, tempat yang selalu kau inginkan! dan sebagian di kampus-kampus ternama di luar negeri, Mesir, Madinah, Malaysia, Sudan, Syria, Brunai, Turki, Jepang bahkan Amerika, sedangkan kamu!?”.
Aku pun tersenyum mencerna apa yang ada di otak. Memori lain pun bermunculan, teringat cibiran salah satu teman “Kamu ini pemburu dollar! kasihan banget masa mudamu dipenuhi dengan kesibukan-kesibukan, ngajar lah, ngeles lah, kapan kamu bisa jalan-jalan kayak kami, menikmati masa muda yang bebas?” Sebenarnya dalam hati kadang aku juga ingin bisa seperti mereka tapi bukankah aku lebih beruntung? Sekarang setidaknya aku sudah tidak meminta uang jajan kepada orangtuaku, aku punya banyak murid yang selalu menghiburku dan kuberharap ilmu yang kuberi bermanfaat sehingga bisa menyambung amalku sampai kuberada di alam kubur nanti, biarlah aku memiliki kesibukan lebih, dibandingkan aku harus duduk merenung tak ada kerjaan. Aku memang bukan orang pintar, bukan orang kaya, aku tidak punya banyak uang untuk membeli barang-barang yang dengan mudah seperti yang mereka dapatkan dari orangtua mereka, nasehat ini yang membuatku kuat “Bila kamu tidak bisa jadi orang pintar, maka jadilah orang yang baik dan bermanfaat untuk semua!” walaupun aku bukan guru senior setidaknya aku bisa mengamal ilmuku yang sedikit ini, mengajari murid-muridku akhlak karimah, mengubah sifat-sifat nakal dan kata-kata kotor anak-anak desa dengan kata-kata indah ditambah bumbu bahasa arab dan inggris yang ku kuasai, Ya Rabbi..ini adalah hidup terindah bagiku, ketika aku dapat mensyukuri semuanya dengan baik, perlu kita pahami kesyukuran bukanlah sebuah finalitas tapi sebuah bidayah.
Kita tak akan pernah tahu masa depan, maka dari itu, apapun yang sekiranya dapat aku kerjakan sekarang, aku lakukan! apakah hal itu kecil, besar, ataupun hal yang remeh sekalipun! asal pekerjaan itu halal maka akan kukerjakan, “Jadikan cibiran ini bumbu kehidupan yang akan menjadikanmu kuat,” kataku pelan. “Mungkin ambisi-ambisi besar yang mengantarkan kita pada kesuksesan, tapi ketekunan-ketekunan melakukan hal-hal kecil lah yang membantu kita bertahan dalam kesuksesan itu,” sahut temanku tiba-tiba. eh sampai lupa ada orang disampingku.
Tak terasa hari semakin sore, adzan ashar pun terdengar bersahut-sahutan dari corong-corong musholla kota santri ini, suasana sore seperti ini begitu indah, di sekitar pondok terlihat para peziarah membacakan yasin, santri berlalu lalang, dan para penjual yang dengan giat menawarkan dagangan. ‘Allah sungguh indah hidup ini, berjuta-juta kenikmatan Kau limpahkan kepada kami, aku yakin ini semua adalah proses, Kau mengajariku untuk sabar, Kau ajariku bersyukur, syukurku padaMu atas hati yang kini ada dalam sanubariku, hati yang ikhlas menjalani alur kehidupan walau kadang sampai membuatku bercucuran keringat dan air mata tapi semua akan kujalani dengan sabar dan tawakkal, yang terpenting Engkau meridhoi, tidur di kolong jembatan kah? Atau hanya tidur di atas tanah kotor? kalau kita bisa bersyukur dengan baik, maka akan terasa bagai tidur di atas awan sirus, kumulus, dan stratus yang indah, yaksinlah sahabat “Kekuatan hati kita melewati masalah-masalah kecil ini akan menjadi kekuatan menggapai kesuksesan besar kita.” Aku yakin!
Chusnia Rahmawati
Jl. Mojowarno Nglaban Bendet Diwek Jombang no:1 rt/rw: 09/05
Mahasiswi Pendidikan Bahasa Arab Institut Keislaman Hasyim Asy’ari Tebuireng, Staf Pengajar SDI Makarimul Akhlaq dan MISS Ar-Rohman