
Tak terasa, hari yang ditunggu-tunggu pun tiba. Acara Nuzulul Qur’an sekaligus penutupan pengajian kitab Ramadhan yang dihadiri oleh dzuriyah serta para ustaz dan ustazah yang mengisi pengajian selama bulan Ramadhan berlangsung dengan khidmat.
“Karena besok kalian akan pulang, saya doakan semoga semuanya selamat sampai tujuan. Sampaikan salam saya kepada orang tua kalian. Saya mohon maaf atas segala kekurangan,” dawuh Kiai Fatih.
Malam itu, acara berjalan dengan penuh kekhusyukan. Meski diawali dengan hujan deras, para santri tetap bersemangat menghadiri acara, berharap mendapat berkah dan manfaat.
Tak terkecuali seorang santri bernama Zavi. Ia adalah salah satu anggota media di Pondok Pesantren An-Nadhir, Pemalang, Jawa Tengah. Sebagai anggota media, Zavi selalu mendapat tugas untuk mengabadikan setiap momen dalam acara, termasuk malam ini. Setelah merapikan peralatan streaming, ia pun melangkah pergi menuju ruangan pengurus pusat untuk mengembalikan barang-barang tersebut.
“Ehh, ada Zavi! Sini masuk,” ucap Mbak Nadifah.
Tak lama, Zavi pun melangkah masuk dan menyerahkan peralatan kamera yang telah digunakannya.
Melihat Zavi masuk, Mbak Syifa pun bertanya, “Katanya tahun ini kamu pulang, ya, Zavi?”
Zavi mengangguk dan tersenyum, tanda membenarkan pertanyaan itu.
“Wah, Alhamdulillah! Akhirnya kamu pulang. Tapi nanti siapa yang di ndalem Nyai Azka kalau kamu pulang?” sambung Mbak Syifa.
“Hehe, masih banyak yang lain, Mbak. Beberapa anak huffadz nggak pulang, kok,” jawab Zavi santai.
Mendengar itu, Mbak Syifa dan pengurus lainnya tersenyum. Setelah meletakkan barang, Zavi kembali ke kamar sembari membawa empat kotak jajan sebagai apresiasi karena telah membantu dokumentasi acara malam ini.
Seperti biasa, sebelum tidur, Zavi selalu melanggengkan kebiasaan yang diajarkan oleh ibunya, yaitu berwudu agar terjaga saat tertidur. Sebab, sebelum tidur, ia juga rutin membaca Surah Al-Mulk hingga saat ini.
Sesampainya di kamar, Zavi meletakkan jajanan di lemari makanan. Ternyata, masih ada beberapa teman sekamarnya yang belum tidur. Sambil mengobrol, mereka pun menikmati jajanan yang dibawanya.
“Asyik, akhirnya Mbak Zavi pulang setelah dua tahun!” seru salah satu teman.
“Wkwk… iya, nih! Gimana perasaannya akhirnya bisa melepas rindu yang tertimbun lama?”
Berbagai pertanyaan terus berdatangan. Meski sering kali serupa dengan pertanyaan yang sebelumnya dia dengar, Zavi tetap menjawabnya.
“Perasaannya biasa aja, Rek. Ya, senang sih, tapi juga banyak takutnya. Takut ditanya yang aneh-aneh, takut disuruh mengamalkan ilmu, padahal aku belum bisa apa-apa,” ungkapnya jujur.
“Halah, pasti kamu gitu, Mbak. Hidup itu sawang sinawang. Bagi kami, kamu sudah sukses dan bisa apa-apa, tapi bagi dirimu sendiri, selalu merasa kurang,” sahut salah satu teman.
“Iya, benar! Memang begitu hidup, Mbak. Selalu merasa kurang dalam segala hal. Tapi bagus sih, jadi bikin kita terus memperbaiki diri agar siap terjun ke masyarakat,” timpal yang lain.
Obrolan semakin seru hingga akhirnya terdengar teguran dari pengurus Lembaga Huffadz yang mengingatkan mereka untuk segera beristirahat.
Saat merebahkan tubuh, pikiran Zavi masih dipenuhi kecemasan. Ia terus memikirkan pertanyaan-pertanyaan yang akan diterimanya begitu menginjakkan kaki di rumah nanti.
Tak terasa, hari kepulangan pun tiba. Zavi dan rombongan santri lainnya berangkat menuju Bandara Juanda pukul 09.00 pagi. Karena penerbangan maskapai mereka dijadwalkan pukul 13.00, mereka harus menunggu beberapa jam setelah check-in tiket dan bagasi.
Sebelum terbang, Zavi sudah mengabari keluarganya bahwa ia akan mendarat pukul 15.00 dan meminta agar mereka tidak terlambat menjemputnya.
Sesampainya di bandara tujuan, Zavi langsung bertemu keluarganya dan pulang ke rumah.
Beberapa hari di rumah, tibalah hari kemenangan, Hari Raya Idulfitri.
Di sinilah ketakutan dan kecemasan Zavi bermula. Namun, ibunya dengan penuh kebijaksanaan selalu memberikan nasihat, masukan, serta cara menghadapi pertanyaan orang-orang yang penasaran akan pencapaian dan perjalanan hidupnya.
Pada akhirnya, Zavi pun kembali bangkit dan memberanikan diri menghadapi semuanya.
Penulis: Wan Nurlaila Putri