sumber ilustrasi: detiknews.com

Oleh: Yuniar Indra*

Fardu-fardu atau hal-hal yang diwajibkan ketika berpuasa itu ada empat, yaitu: niat, mengkhususkan niat, menahan diri dari (makan, minum, dan bersetubuh), dan mengetahui ujung suatu hari dalam hal ini hari menurut kalender Hijriyah yang ditandai dengan terbenamnya matahari.

Adapun yang pertama dan terpenting dari keempat fardu-fardu tersebut adalah mengkhususkan niat, yakni seorang yang hendak berpuasa esok harinya maka diharuskan untuk memberikan nama pada niat puasanya. Apakah akan berpuasa Ramadan, berpuasa nazar atau berpuasa kafarat. Intinya semua puasa yang sifatnya wajib maka harus dikhususkan niatnya.

Bagaimana kalau puasa sunah? Kalau puasa sunah tidak diharuskan untuk mengkhususkan niatnya. Jadi kalau pun besok bertepatan dengan puasa Arofah, Tarwiyah, Senin-Kamis, atau puasa sunah yang lain tidak perlu bagi kita untuk mengkhususkan niat di malam harinya sebagaimana puasa wajib.

Selain itu, ada kewajiban dalam istilah fikih disebut tabyit al-niyah yakni menginapkan niat. Jadi sebelum esok menjelang terbitnya fajar sodiq, seorang yang hendak berpuasa harus sudah niat di malam harinya. Misal hari esok menunjukkan hari pertama puasa Ramadan, maka malam ini kita diharuskan sudah berniat puasa Ramadan.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Tetapi hal itu terkhusus untuk puasa yang sifatnya waijb saja. Bagaimana kalau puasa sunah? Puasa sunah tidak ada kewajiban untuk tabiyit al-niyah. Bahkan kalangan Syafi’iyah dan Hanabilah menghasilkan istinbath hukum bahwa puasa sunah tidak diwajibkan untuk tabyit al-niyah.

Sebagaimana sikap Nabi kepada Aisyah ketika tidak didapati makanan pada suatu pagi kemudian Nabi dan Aisyah memutuskan untuk berpuasa, padahal saat itu matahari sudah mulai meninggi, itulah yang menjadi dasar Ulama Syafiiyah dan Hanabilah atau Hambali mengenai bolehnya niat puasa sunah di pagi atau siang hari sebelum tergelincirnya matahari atau waktu zuhur.

Dan tabyit al-niyah itu harus dilakukan setiap malam selama bulan Ramadan. Ini adalah aturan fikih dalam mazhab Syafi’i. Sepintas hal ini cukup memberatkan, karena kadang kala kita mungkin lupa untuk niat di malam harinya.

Lalu bagaimana solusi yang tepat ketika kita lupa niat? Dalam kitab Al-Majmû’ disebutkan: disunahkan (bagi yang lupa niat di malam hari) berniat puasa Ramadan di pagi harinya, karena yang demikian itu mencukupi menurut Imam Abu Hanifah. Maka diambil langkah kehati-hatian dalam berniat. Niatan taqlid seperti ini perlu mengingat Muslim Indonesia adalah pengikut mazhab Syafi’i yang ajarannya mengharuskan niat di malam hari.

Untuk mengantisipasi hal itu, maka para ulama pesantren memberikan solusi sebagai bentuk kehati-hatian, dengan meniatkan seluruh puasa Ramadan sebulan penuh pada hari pertama.

“Nawaitu Shauma Syahri Ramadana Kullihi lillahi Ta’ala.”

Namun perlu diperhatikan, perihal ini merupakan taqlid kepada mazhab Malikiyah. Maka sebelum niat sebulan penuh Ramadan, kita harus niat taqlid dulu.

*Mahasantri Mahad Aly Hasyim Asy’ari.