Oleh: Al Fahrizal*

Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah SWT yang istimewa. Keistimewaan ini dimiliki karena manusia diciptakan sempurna, yakni memiliki akal yang selalu mengarah kepada kebajikan, dan nafsu yang mengacu kepada keburukan.

Hal inilah yang membedakan antara manusia dengan makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Seperti dua senior manusia, iblis dan malaikat. Malaikat diciptakan hanya berbekal akal saja, sehingga tidak terbesit sedikit pun bagi malaikat untuk membangkang akan perintah dan larangan Allah SWT.

Sebaliknya, Iblis hanya berpacu dengan hawa nafsu saja, sehingga segala tindakannya hanya mengarah kepada keburukan dan dosa. Lantas, ketika kita mengamati di antara tiga ciptaan Tuhan tersebut, malaikat dengan segala ketaatan dan Tindakan positifnya, tentu menjadi yang paling mulia di sisi Allah SWT.

Akan tetapi, hal itu merupakan kesimpulan yang tidak tepat. Justru karena manusia memiliki dua sisi sifat inilah ia menjadi ciptaan Tuhan yang paling baik dan berada di atas para malaikat. Tidak bisa dipungkiri bahwa manusia pasti berbuat dosa dan kesalahan.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Justru hal inilah yang membuat manusia berada di posisi special di antara makhluk lain. karena nafsu yang dimiliki manusia, membuat manusia itu berjuang untuk menentukan pilihan, antara kebajikan dan keburukan.

Selain itu, Tuhan tidak hanya menghukum dan memberkati perbuatan baik dan buruk. Tetapi, Tuhan juga mengampuni dan merahmati sisi hawa nafsu manusia ketika dia sungguh bertobat. Dibanding dosa yang dibuat, ampunanNya jauh lebih besar dan luas.

Tobatnya Sang Pendosa

Seorang hamba pendosa, dia tetaplah seorang manusia, manifestasi ciptaan Tuhan yang paling baik. Hamba pendosa bukanlah makhluk hina, sehingga pantas menerima kutukan.

Manusia yang berbuat kesalahan tidak berubah najis tubuhnya, hingga layak dijauhi dari masyarakat. Justru sebaliknya, seorang hamba yang melakukan kesalahan dan dosa kepada Allah SWT merupakan makhluk yang mulia. Makhluk yang dinanti-nantikan oleh Allah. Mengapa begitu?

Pertanyaan dasarnya adalah, mengapa ada perbuatan baik dan buruk?, mengapa Allah mengizinkan manusia untuk berbuat buruk?. Ternyata terlepas dari bagaimana dosa atau kesalahan kita kepada Allah SWT, pintu tobat dan ampunanNya selalu terbuka lebar.

Karena, amal saleh memang dicintai oleh Allah, tetapi, tobatnya hamba maksiat lebih Allah cintai. Karena Allah maha Pengampun dan Penerima tobat. Hal ini tertuang dalam banyak ayat dalam Al-Qur’an, sebagai contohnya adalah ayat di bawah ini:

وَمَنْ يَعْمَلْ سُوءًا أَوْ يَظْلِمْ نَفْسَهُ ثُمَّ يَسْتَغْفِرِ اللَّهَ يَجِدِ اللَّهَ غَفُورًا رَحِيمًا

“Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nisa’ {4} : 110).

Imam Ibn ‘Ashur dalam tafsirnya menutur: “Makna kalimat ghafuran rahiman adalah sangat pengampun dan sangat penyayang. Artinya, ampunan dan kasih sayang Allah itu bersifat umum dan langsung.

Maka jadilah makna ia mendapati Allah Maha Pengampun baginya dan juga Maha Penyayang. Karena keumuman sifat pengampun dan kasih sayang Allah, maka Dia tidak akan membiarkan satu orang pun yang memohon ampun dan bertobat kepadaNya, serta orang tersebut akan selalu diliputi ampunan dan rahmatNya sepanjang waktu.

Maka, penggunan diksi kata (غَفُورًا رَحِيمًا) yang bersandingan dengan (يَجِدِ) menunjukkan bahwa diterimanya tobat setiap hamba karena keruniaNya. Maka, terlepas dari bagaimana seseorang itu telah berbuat dosa dan kesalahan, posisinya sebagai manusia, makhluk Tuhan yang paling baik, tetaplah melekat dalam dirinya.

Hal ini dikarenakan, betapa besar rahmat kasih sayang Allah kepada hambaNya, serta ampunan akan dosa dan kesalahan yang sudah menjadi janji Allah kepada kita semuanya. Hamba pendosa memanglah orang yang telah melanggar perintah dan laranganNya.

Dia sudah melakukan kesalahan yang kepada Allah. Akan tetapi, tobatnya sang pendosa tersebut lebih Allah cintai, sehingga menghapus kesalahan yang telah ia perbuat. Di sinilah kita dapat melihat rahmat Allah itu benar-benar luar biasa.

Hanya karena satu kebaikan, Allah melupakan bahkan menghapus ribuan kesalahan terhadapnya. Sebaliknya manusia, hanya karena satu kesalahan, manusia lupa akan banyak kebaikan yang telah dilakukan kepadanya. Abu Nawas: Semua Orang Itu Mulia, Kecuali Kita Suatu hari, seorang sufi jenaka, yang namanya sudah terkenal di mana-mana, Abu Nawas di datangi oleh tiga orang muridnya.

Mereka bertiga memiliki pertanyaan dan hendak diajukan kepada sang guru. Menghadaplah murid pertama kepada Abu Nawas, “Guru, siapakah yang lebih mulia, orang salehkah?, ahli maksiatkah?” Dengan tenang Abu Nawas menjawab, “Orang saleh lebih mulia dibanding ahli maksiat. Karena perbuatan saleh itu disenangi oleh Allah SWT.”

Kemudian datang murid kedua, dengan pertanyaan yang sama seperti sebelumnya “Guru, manakah yang lebih mulia, orang saleh atau ahli maksiat?” “Tentulah ahli maksiat lebih mulia dari orang saleh. Karena ampunan Allah itu lebih besar dari pada dosa yang telah diperbuat.” Ungkap Abu Nawas.

Terakhir, murid ketiga juga bertanya dengan pertanyaan yang sama. Lalu, Abu Nawas segera menuturkan jawabannya, “Dua-duanya sama-sama mulia. Yang hina itu kita. Kita selalu mengamati dan menilai orang lain tanpa memperhatikan bagaimana kondisi kita” Pungkas Abu Nawas sekaligus menutup tiga pertanyaan muridnya. Begitulah cerita Abu Nawas.

Hal terpenting yang perlu kita sadari adalah bagaimana sikap kita sesama manusia. Cara bergaul kita kepada orang lain. Bahwa, tidak pantas kita merasa sebagai orang suci ketika berada dalam keadaan kesalehan, sehingga dengan lancang kita mengutuk dan menghina mereka yang tengah berada dalam kemaksiatan.

Karena Allah dengan segala kemuliannya merupakan Rabb yang Maha Penyayang dan Maha Pengampun. Pun, sebaliknya ketika berada dalam kondisi maksiat. Jangan pernah merasa bahwa aku nista dan hina, tak layak aku menjadi sosok baik. Tidak, pemahaman yang tidak benar demikian itu. Sungguh Allah merupakan Tuhan yang Maha Pengampun atas segala kesalahan.

قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

“Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Az Zumar {39} : 53).

*Mahasantri Mahad Aly Haysim Asy’ari Jombang.