Warga Sindurejo berjalan kaki menuju punden (dok. Fitriatul H)

Warga Pundensari desa Sindurejo kecamatan Gedangan kabupaten Malang lestarikan budaya leluhur setiap tahunnya. Desa yang letaknya tidak jauh dari pantai Ngudel ini masih kental dengan ajaran leluhurnya, mitos-mitos yang tak boleh dilanggar dan adat istiadat yang masih lestari hingga kini.

Bertepatan dengan bulan Suro, warga Pundensari lestarikan budaya leluhur yakni kirab suro dengan berjalan kaki mulai dari Balai desa Sindurejo menuju sebuah tempat  yang dinamakan dengan Punden.

Punden di desa Sindurejo ini merupakan sebuah makam suami istri yang dipercaya oleh warga sekitar sebagai sesepuh cikal bakal dusun Pundensari berada. Tempat ini merupakan bentuk akulturasi dari budaya Hindu-Buddha, peninggalan ini berbentuk anak tangga. Pada zaman dahulu berfungsi sebagai pemujaan arwah nenek moyang dan dianggap suci.

Hal ini memberikan anggapan bahwa nenek moyang berada di puncak gunung yang menunjukkan tingkat perjalanan roh nenek moyang ke dunia arwah.

Menurut Pak Selamet salah satu tokoh masyarakat setempat menyampaikan bahwa fungsi utama punden di sini dahulu sebagai sarana memuja serta menghormati roh leluhur, namun setelah masuknya Islam pemujaan tersebut diubah menjadi panjatan doa. Menurut kepercayaan masyarakat, praktik mendoakan roh leluhur menjadi wasilah agar tercegah dari bencana seperti wabah dan gempa bumi.  

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Kelestarian budaya ini dilaksanakan setahun sekali di bulan Suro atau Muharrom, warga sekitar membawa lebih dari 5 jenis sesajen. Jenis sesajen yang dibawa pun beragam, ada nasi tumpeng dengan ukuran besar beserta lauk pauk lengkap, buah-buahan,  sayur mayur, ikan laut dan berbagai hasil bumi seperti kelapa, singkong, pisang, talas, dan masih banyak lagi.

Kegiatan tersebut dilaksanakan mulai pukul 14.00-17.00 WIB diikuti oleh para tokoh masyarakat setempat, aparat desa dan warga sekitar. Sebelum memanjatkan doa, beberapa warga akan melakukan kesenian tari bernama “Tayuban” kemudian acara dilanjutkan dengan doa bersama yang dipimpin oleh sesepuh desa. Setelah doa dipanjatkan, sesajen yang dibawa dibagikan dan dimakan bersama di tempat tersebut.


Ditulis oleh Fitriatul Hasanah