Keluarga sederhana yang menikmati liburan di teras rumah saja.

Liburan sekolah dan akhir tahun seharusnya menjadi momen yang ditunggu-tunggu oleh banyak keluarga. Di setiap sudut kota, suasana riang dan penuh keceriaan tampak terlihat. Sebagian besar orang, terutama anak-anak, merencanakan liburan panjang bersama keluarga mereka, menikmati waktu bersama, menjelajahi tempat-tempat baru, atau hanya sekadar beristirahat dan berkumpul di rumah. Namun, untuk saya dan keluarga kecil saya, liburan seperti itu terasa seperti impian yang tak terjangkau. Liburan yang seharusnya penuh dengan kebahagiaan malah berubah menjadi beban yang menambah rasa kecewa.

Sebagai seorang ibu, saya sering kali merasa terjebak dalam rutinitas yang tak pernah ada habisnya. Sejak pagi hingga malam, tugas-tugas rumah tangga, pekerjaan domestik, dan mengurus kebutuhan anak-anak selalu menyita waktu saya. Saya sangat ingin sekali bisa meluangkan waktu untuk berlibur bersama keluarga, mengajak anak-anak merasakan kebahagiaan bersama di tempat yang jauh dari hiruk pikuk kehidupan sehari-hari. Namun, kenyataan berkata lain.

Setiap kali musim liburan tiba, saya seringkali merasa cemas dan tertekan. Tidak seperti keluarga lainnya yang dengan mudah mengatur jadwal dan dana untuk pergi berlibur, kami selalu harus menahan keinginan tersebut. Ada banyak faktor yang menghalangi kami untuk bisa menikmati liburan, yang paling utama tentu saja adalah masalah finansial. Sebagai ibu rumah tangga yang juga bekerja, pendapatan kami terbatas dan seringkali harus dialokasikan untuk kebutuhan pokok sehari-hari, bukan untuk berlibur. Meskipun saya sudah berusaha menabung setiap bulannya, rasanya uang yang terkumpul tidak pernah cukup untuk mencakup biaya perjalanan keluarga yang tidak sedikit.

Selain itu, ada juga pertimbangan lain yang tidak kalah penting. Anak-anak saya masih dalam usia sekolah, dan biasanya mereka memiliki berbagai kegiatan ekstrakurikuler yang tidak bisa ditinggalkan begitu saja. Bahkan ketika sekolah libur, banyak tugas dan pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Keinginan untuk berlibur pun semakin menipis ketika saya mempertimbangkan waktu yang sangat terbatas antara pekerjaan, sekolah, dan rutinitas rumah tangga.

Melihat keluarga-keluarga lain yang tampak begitu bahagia merayakan liburan dengan pergi ke pantai, menginap di hotel mewah, atau berkunjung ke tempat wisata, hati saya terasa semakin berat. Di media sosial, saya melihat postingan-postingan ceria tentang liburan keluarga yang sempurna. Anaknya tampak gembira dengan pakaian renang baru, atau sedang bermain salju di luar negeri, sementara saya hanya bisa menatap layar dengan perasaan yang sulit dijelaskan. Rasa iri dan kesedihan bercampur aduk. Mengapa mereka bisa berlibur, sementara kami tidak?

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Kadang saya merasa seperti gagal sebagai ibu. Setiap kali anak-anak saya bertanya, “Bu, kenapa kita tidak pernah liburan seperti teman-teman?” saya tidak tahu harus menjawab apa. Saya tidak ingin mereka merasa kecewa atau merasa kurang dibandingkan dengan teman-temannya. Saya hanya bisa menjawab dengan senyum kecil, “Kita akan liburan suatu saat nanti, sayang.” Namun, jauh di dalam hati saya, saya merasa takut bahwa “suatu saat nanti” itu mungkin tidak akan pernah datang. Saya pun tidak ingin membuat mereka merasa bersalah karena meminta sesuatu yang saya tak mampu berikan.

Namun, di tengah-tengah kesedihan ini, saya mulai merenung. Apakah liburan selalu harus diukur dengan seberapa mewah tempat yang kita kunjungi atau seberapa jauh kita pergi? Tidak. Sebagai ibu, saya sadar bahwa kebahagiaan keluarga tidak hanya bisa diukur dengan berapa banyak uang yang kita habiskan untuk berlibur. Kebahagiaan itu bisa ditemukan dalam hal-hal sederhana, seperti duduk bersama di ruang tamu sambil menikmati secangkir teh hangat, atau bermain bersama di halaman rumah. Meskipun kami tidak bisa berlibur ke luar kota atau ke tempat wisata yang jauh, saya berusaha menciptakan momen kebersamaan yang berarti bagi keluarga saya.

Saya mencoba untuk mencari cara lain agar anak-anak tetap merasakan kebahagiaan selama liburan. Misalnya, mengajak mereka untuk membuat kue bersama di dapur atau menonton film keluarga favorit di rumah. Kami juga bisa berkeliling kota, menikmati taman kota yang selama ini belum pernah mereka kunjungi. Hal-hal kecil seperti itu, meskipun tidak spektakuler, tetap memberikan kebahagiaan tersendiri bagi kami. Kadang, kebahagiaan datang dari hal-hal yang tidak terduga.

Saya belajar bahwa kebahagiaan tidak selalu datang dari liburan yang mewah atau jauh dari rumah. Kebahagiaan sejati adalah tentang waktu yang kita habiskan bersama orang yang kita cintai, meskipun itu dilakukan di tempat yang sederhana. Meskipun tidak bisa membawa anak-anak saya berlibur di luar negeri atau pergi ke tempat-tempat eksotis, saya tetap berusaha memberikan yang terbaik untuk mereka. Karena bagi saya, kebahagiaan keluarga bukan hanya soal tempat, tetapi juga tentang bagaimana kita saling mencintai dan mendukung satu sama lain setiap hari.

Liburan kali ini mungkin tidak seperti yang saya harapkan, tetapi saya tetap bersyukur bisa melewatinya bersama keluarga saya. Dan siapa tahu, mungkin di masa depan, mimpi untuk berlibur bersama keluarga akan menjadi kenyataan.



Penulis: Ummu Masrurah, seorang ibu yang sederhana