Oleh: KH. Fawaid Abdullah*

Saat ini semakin banyak saja orang begitu mudahnya mencaci maki orang lain yang tidak sepaham dengan dirinya. Orang lain yang tidak sejalan dengan dirinya dianggap lawan bahkan musuh baginya. Padahal perbedaan itu lumrah dan wajar, bahkan sunnatullah.

Zaman akhir ini semakin banyak saja orang termakan fitnah, zaman ini adalah zaman fitnah, zaman hoaxisme. Zaman dimana orang lebih senang dengan penuh kepura-puraan. Seharusnya diri kita ini lebih sadar diri, tidak gampang menghakimi orang lain yang tidak sepaham dengan diri kita ini. Mudah menuduh bahwa orang lain itu tidak benar, salah. Tanpa disadari, kita ini terkadang telah termakan penyakit hati yang akut. Diri kita merasa lebih suci dan lebih (diterima) di hadapan Allah daripada orang lain.

Idealnya, seseorang itu semakin tinggi ilmunya, maka semakin tinggi pula adab dan akhlaknya. Bukan sebaliknya, saya lihat yang terjadi saat ini justru banyak orang semakin tinggi ilmunya tetapi semakin sering pula caci-makinya, semakin sering pula menghujatnya, semakin banyak pula menebar kedengkian dan kebencian kepada sesama. ini aneh dan kontra-produktif namanya. 

Contoh sederhananya begini, kalau ada orang kok ngaku ustadz, mengaku juru dakwah, mengaku kyai, bahkan mengaku ulama. Ia berdakwah kesana-kemari, tampil di depan umat, banyak orang. Diundang memberikan tausiyah, tetapi isinya hanyalah provokasi-provokasi, menebar kedengkian, dan kebencian. Isi ceramahnya justru tidak berbasis data keilmuan yang shahih. Gaya bicaranya meledak-ledak dan hanya teriak-teriak. Sungguh, yang seperti ini adalah malapetaka yang nyata bagi umat, malapetaka bagi kita semua.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Imam Hasan al-Basri r.a., salah satu ulama terkenal dan terkemuka dari golongan tabi’in berkata:

“Tidak ada adab (kepada Allah dan kepada sesama makhluk-Nya) bagi orang yang tidak berilmu”.

Artinya, bahwa orang yang tidak berilmu itu keadabannya masih perlu dipertanyakan. Kalau ada orang yang seperti di atas, yang saya contohkan itu, berarti kalau merujuk kepada pendapat Imam Hasan al-Basri ini, ilmu masih harus dipertanyakan. Bisa jadi masuk ke dalam ilmu yang tidak nafi’, tidak bermanfaat.

Imam Hasan al-Basri melanjutkan:

“Tidak ada orang yang sabar (dalam menghadapi dan menanggung bala’, tidak menyakiti makhluk Allah, menjauhi maksiat dan lain-lain) bagi orang yang tidak ada (kekuatan) agama di dalam dirinya”. Dan tidak ada orang yang wara’ (dari sesuatu yang haram dan syubhat) bagi orang yang tidak benar-benar dekat dengan Allah di dalam dirinya. Wallahu A’lam


*Disarikan dari kandungan isi Kitab Nashoihul ‘Ibad

**Khadim Pesantren Peradaban AL-AULA Kombangan Bangkalan Madura