Salah satu kegiatan santri dalam meningkatkan kreativitas yaitu muhadhoroh. (foto: Aulia Salsabila)

Muhadhroh adalah sebuah kegiatan latihan meningkatkan kemampuan termasuk dalam hal berbicara, hal ini biasa dilakukan oleh para santri di lingkungan pesantren yang menjadi wadah bagi para santri untuk mengasah kemampuan mereka. Kegiatan ini sangat familiar bagi para santri terutama santri putri Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang. Dimana biasanya setiap satu tahun sekali akan diadakan Muhadhoroh Kubro, yaitu acara Muhadhoroh yang dipersembahkan oleh santri junior untuk santri senior.

Rangkaian kegiatan dalam acara Muhadhoroh Kubro yaitu seperti; dakwah, drama, seni tari, dan ada juga atraksi pencak silat. Beberapa kegiatan tersebut memberikan pelatihan kepada para santri untuk mengkomunikasikan nilai-nilai Islam melalui berbagai macam ekspresi seni. Muhadhoroh Kubro menjadi media strategis yang memadukan seni dan ilmu untuk membentuk santri sebagai calon da’i yang ekspresif dan persuasif.

Dalam rangkaian acara muhadhoroh, terdapat kegiatan dakwah. Dakwah merupakan kegiatan penting dalam Islam yang bertujuan menyampaikan pesan kebaikan dan ajaran agama. Namun, agar pesan dakwah dapat diterima dengan baik, metode penyampaiannya harus menarik dan mampu menyentuh hati audiens.

Dalam dunia pesantren, muhadhoroh tidak hanya sebagai tradisi yang berulang atau hanya untuk hiburan para santri, ia tradisi yang lebih dari sekadar latihan berbicara atau sekadar penampilan bakat tanpa ada pendekatan psikologis. Ia adalah media edukatif dan kreatif tempat para santri belajar seni menyampaikan pesan dakwah dengan daya tarik emosional, kekuatan logika, dan kepekaan psikologis.

Baca Juga: Muslimah dan Media Digital, Dilema antara Dakwah dan Self Branding

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Perspektif psikologi dakwah menyatakan bahwa melalui muhadhoroh, para santri akan menggunakan kreatifitas mereka untuk menggunakan seni sebagai daya tarik tersendiri bagi audiens, melatih keterampilan persuasif agar pesan yang terbungkus dalam seni dapat menyentuh hati audiens, mengembangkan empati dengan menyesuaikan gaya komunikasi sesuai latar belakang audiens, dan mempelajari komunikasi nonverbal seperti gestur, mimik wajah, serta intonasi sebagai bagian dari ekspresi dakwah.

Muhadhoroh membantu santri memahami psikologi audiens, yakni bagaimana menyesuaikan cara penyampaian dengan karakter dan kebutuhan pendengar. Santri dilatih untuk membangun empati, mengelola rasa percaya diri, dan menggunakan teknik storytelling yang dapat menyentuh hati audiens. Ini sejalan dengan prinsip psikologi dakwah yang mengedepankan komunikasi yang efektif dan adaptif.

Di era gen-z ini, santri sebagai calon da’i dituntut untuk bisa berkomunikasi secara menyenangkan dan menarik. Audiens yang cepat merasa bosan adalah tantangan tersendiri dalam kegiatan dakwah yang akan dilakukan. Audiens muda seringkali lebih tertarik pada penyampaian yang dinamis dan kreatif, sehingga jika penyampaian santri terkesan monoton atau terlalu formal, mereka berpotensi kehilangan perhatian.

Sebelum terjun langsung di masyarakat, melalui muhadhoroh kubro santri akan belajar memahami bagaimana konsep yang harusnya dibawakan oleh da’i untuk berkomunikasi secara efektif dengan audiens. Santri harus memahami bahwa menyampaikan pesan dakwah tidak dilakukan dengan cara menggurui atau membawakan dalil dan hukum-hukum secara kaku, tetapi dengan cara yang menyentuh hati dan mengerti perasaan audiens.

Seni merayu dengan ilmu yang dibungkus dalam kegiatan muhadhoroh santri membuktikan bahwa kebenaran tidak selalu harus disampaikan secara ilmiah, tetapi juga menyampaikannya dengan keindahan, kelembutan, dan kekuatan komunikasi yang persuasif. Seni berbicara yang dibingkai dengan pemahaman psikologis terhadap audiens adalah kunci keberhasilan dakwah masa kini. Muhadhoroh menjadi tempat terbaik untuk mengembangkan da’i muda yang persuasif, reflektif, dan inspiratif.

Baca Juga: Memahami Cara Dakwah yang Bijak

Muhadhoroh sangat berperan dalam membentuk dan memengaruhi gaya persuasif santri karena memberikan wadah praktik langsung di mana santri belajar menguasai seni komunikasi. Melalui latihan rutin berbicara di depan audiens, santri dapat mengasah kemampuan menggunakan bahasa yang menarik, intonasi suara yang variatif, serta ekspresi wajah dan bahasa tubuh yang mendukung pesan dakwah.

Pengalaman di Muhadhoroh Kubro menunjukkan bahwa dakwah yang efektif membutuhkan pendekatan yang humanis dan kreatif. Santri yang terbiasa memadukan seni dan ilmu dalam berdakwah akan menjadi da’i yang mampu menyesuaikan pesan dengan audiens masa kini, terutama generasi muda yang cenderung responsif terhadap pendekatan emosional dan estetik.



Penulis: Olivia Naelis Sa’adah, Mahasiswa KPI Unhasy.