Potret aktivitas penulis bersama almarhum Gus Bambang di PT. Sbp. (foto: BST untuk tebuirengonline)

“Posisi? Ayo ngopi!,
Ne taksih melek, ngopi!,
Mengko dibahas sambi ngopi,”

Pesan lewat kata-kata maupun suara langsung Gus Bambang masih terngiang dalam benak pikiran penulis. Tak jarang, seringkali saat malam tiba-tiba sudah duduk di kursi teras depan rumah penulis. Selain itu mengajak duduk bersantai berdua minum kopi di serambi mushola rumah beliau sampai dini hari. Banyak tema yang kita bahas sepanjang malam. Tak terhitung berapa cangkir kopi yang telah dihabiskan.

Gus Bambang sendiri merupakan pecinta kopi sejati. Di luar kesibukannnya momong cucu dan urusan Pesantren Tebuireng, beliau selalu mampir di Warkop Bu Nis dan warung langganan lainnya. Khusus di Warkop Bu Nis, beliau memiliki kursi khusus yang hanya diduduki beliau setiap datang. Dengan minum kopi di warkop beliau dapat bergaul dengan semua kalangan. Dari mulai pejabat pemerintah desa, penjual kerupuk, tukang ngarit, penjual kacang, pengurus takmir, dan lainnya. Tak jarang, beliau minum kopi sendiri baik siang maupun malam di Warkop Bu Nis. Cak Iim dan Mak  Yem sebagai pemilik sudah paham kalau Gus Bambang ketika jam tutup masih di situ. Terpenting beliau nyaman. Bahkan, bukan sebatas membuatkan kopi, urusan belanja apapun juga sering meminta bantuan Mak Yem. Cak Iim dan Mak Yem sudah sangat memahaminya, apapun yang dibutuhkan siap membantu kapan saja sesuai kemampuannya.

Selama tiga tahun terakhir, sosok Gus Bambang Harimurti sering terlihat membersamai santri-santri muda di lingkungan Pesantren Tebuireng. Kantor Bank Sampah Tebuireng (BST) merupakan tempatnya berinteraksi dengan para santri, mahasantri, dosen, dan pegiat lingkungan.  Sosoknya sangat sederhana, ramah, mudah bergaul, santai, dan pecinta kopi. Dengan segelas kopi beliau dengan cepat bergaul dengan semua kalangan, lintas generasi. Beliau merasa senang berkumpul dengan anak-anak muda. Dawuh beliau, kalau berbincang dengan teman seusianya tema obrolan cuman itu-itu saja, masalah penyakit dan obat. 

Di Kantor BST, beliau juga dapat memantau perkembangan belajar para santri dan pekerja Pesantren Tebuireng. Tak jarang menyampaikan catatan kritis dan solusinya. Semangatnya bekerja dan membincangkan Pesantren Tebuireng terus menyala baik siang maupun malam. Gus Bambang lahir pada tanggal 22 Desember 1961. Beliau merupakan menantu KH. M. Yusuf Hasyim (Pak Ud). Semasa Pak Ud menjadi pengasuh Pesantren Tebuireng, Gus Bambang turut aktif membantunya. Beliau mengurusi masalah sarana prasarana. Sedangkan, istrinya Ibu Nurul Hayati sempat mengurusi Jasa Boga (Jabo). Wajar, jika para santri, pengurus, dan karyawan Pesantren Tebuireng semasa Pak Ud menjadi pengasuh banyak yang mengenalnya.

Baca Juga: Gus Bambang Beri Edukasi Peduli Lingkungan kepada Santri

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Setelah KH. M. Yusuf Hasyim memercayakan kepengasuhan Pesantren Tebuireng kepada KH. Salahuddin Wahid (Gus Sholah), Gus Bambang tidak lagi kelihatan di lingkungan Pesantren Tebuireng saban harinya. Menurut penuturan Gus Bambang kepada penulis, beliau kala itu menghadap Gus Sholah dan minta izin untuk uzlah. Ada hal lain yang sedang digeluti dan tak bisa ditinggalkan. Selama dalam masa uzlah, ternyata banyak hal yang beliau jajaki; mulai dari dunia spritiual, dunia pertanian, dunia perdagangan. Selanjutnya, saat  KH. Abdul Hakim Mahfudz (Gus Kikin) menggantikan Gus Sholah, Gus Bambang diminta kembali ke Pesantren Tebuireng untuk bersama-sama mengurus Pesantren Tebuireng. Gus Riza dan Gus Bambang merupakan perwakilan dari keluarga KH. M. Yusuf Hasyim.

Di era kepengasuhan Gus Kikin, Gus Bambang ditunjuk menjadi Mudir Bagian Pemeliharaan Lingkungan Pesantren Tebuireng. Selama di pondok beliau tampil sangat progresif dan revolusioner. Berkat beliau gunungan sampah yang tertimbun begitu saja saban harinya dapat terselesaikan. Tak hanya itu, pendataan sampah dan edukasi juga gencar dilakukan. Beliau juga aktif membangun kerja sama dengan lembaga pemerintah dan swasta untuk menyukseskan pekerjaan baru yang digelutinya.

Gus Bambang bukanlah tipe seorang yang bisa dengan tenang duduk diruangan ber-AC. Jika pekerjaan belum tuntas meskipun harus lemburan sampai pagi pun dijalaninya. Beliau dekat dengan semua orang yang bekerja di BST. Di luar jam kerja ada saja yang dikerjakan. Semua terasa dapat berjalan lancar dan cair, jika ada kopi hitam pekat di sampingnya. Meskipun hari libur, seringkali masih mengajak keliling Tebuireng, baik di Jombok maupun Kesamben. Beliau merasa resah dan gelisah jika sampah di Tebuireng Jombok dan Tebuireng Kesamben belum terselesaikan.

Gus Bambang dan Tim BST berdiskusi di Ndalem Kasepuhan Tebuireng dengan Pengasuh, bersama Tim Aqua, Ani dan rombongan saat melakukan kerja sama antara Aqua dan BST.

Dalam setiap kunjungan kerja bersama beliau, tak lupa kami selalu membawa satu termos kopi hitam. Tak jarang juga mampir warung makan dan warkop untuk mencicipi kopinya. Banyak warung yang disinggahi beliau. Kegemarannya minum kopi dari warkop ke warkop menjadikannya akrab dengan masyarakat pecinta kopi. Minum kopi dari warkop ke warkop juga menjadi sarana membangun hubungan sosial dengan masyarakat. Sudah jamak kita ketahui bersama bahwa minum kopi kini sudah menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat kita baik dari kalangan tua maupun muda.  Minum kopi merupakan tradisi masyarakat yang sudah turun-temurun dari nenek moyang. Di kalangan kiai dan khususnya santri, kopi merupakan salah satu minuman favorit.

Baca Juga: Gus Bambang Tegaskan Santri Harus Pintar Kelola Sampah

Minuman kopi sendiri memiliki banyak manfaat, misalnya; ajang untuk memperkuat kegiatan ibadah, meningkatkan semangat dalam bekerja, memperat tali persaudaraan, dan lain sebagainya.  Minuman kopi juga dikenal sebagai minuman tokoh sufi. Gurunya kaum santri, Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari Pendiri Pesantren Tebuireng dan Nahdlatul Ulama (NU) juga dikenal rutin minum kopi pada pukul 10.00 pagi. Dalam hal ini mengingatkan kita akan anjuran ulama yang sebaiknya dibaca sebelum minum kopi yang diajarkan para ulama adalah surat Al-Fatihah dan Ayat Kursi.

Menurut Gus Bambang sendiri, Surat Al Fatihah merupakan surat multifungsi. Bisa untuk apa saja menyangkut  apa yang menjadi kebutuhan hidup manusia. Kunci pembuka perjalanan antar dimensi. Kemanfaatannya tergantung pada keyakinan yang membacanya. Kian tinggi tauhidnya kian mustajab efeknya.

Gus Bambang suka kopi sudah sejak lama. Beliau sendiri merupakan mantan kontraktor. Hidupnya selalu berpindah-pindah dari satu kota ke kota lain di Indonesia. Di antara kota yang pernah menjadi tempat persinggahannya adalah Pamekasan, Ngawi, Madiun, Surabaya, Yogyakarta, Jakarta dan lainnya. Jombang merupakan kota terakhir yang beliau jadikan tempat tinggal bersama keluarganya.

Gus Bambang menempuh pendidikan formal dari tingkatan dasar hingga perguruan tinggi. Alumnus ITS ini sebelum diambil menantu oleh KH. M. Yusuf Hasyim sempat belajar kilat di Pesantren Krapyak, Yogyakarta. Beliau mengaji langsung dibawah bimbingan KH. Ali Maksum. Seakan mengikuti jejak KH. M. Yusuf Hasyim yang sempat belajar di Krapyak. Pengalaman belajar kepada kiai asal Pesantren Krapyak, Yogyakarta yang dianggap sangat berkesan.

Semasa KH. M. Yusuf Hasyim menjadi Pengasuh Pesantren Tebuireng, Gus Bambang sempat tinggal di Ndalem Kasepuhan sebelum pada akhirnya membeli tanah di daerah Sukopuro, Kwaron, Diwek. Dalam banyak kesempatan, Gus Bambang juga sering bercerita kepada penulis bahwa sekian puluh tahun yang lalu beliau rajin mengunjungi santri-santri Mbah Hasyim yang sudah sepuh-sepuh. Selain bersilaturahmi, juga untuk berguru secara langsung. 

Gus Bambang tergolong sebagai penikmat kopi kelas berat. Jika kita merujuk  hasil risetnya Goods Stats tahun 2024, dari 1.000 orang responden secara daring, mayoritas orang minum kopi di Pulau Jawa 37% orang menghabiskan 2 kali, 30% 1 kali, 27%, 3 kali, 5% 4 kali, dan 1% lebih dari 4 kali. Dalam hal ini, wajar jika bisnis kopi kian hari dianggap kebanyakan orang sangat menjanjikan. Dari sini mengingatkan salah satu menantu beliau yang juga pemilik kedai kopi yang bernama Tunggal Atap Coffee, berada di daerah Meri Kec. Kranggan, Mojokerto. Gus Bambang sendiri dalam setiap harinya bisa menghabiskan 3 sampai 4 gelas kopi.

Ahad 4 Mei 2025,  sekitar pukul 10.00 pagi Gus Bambang datang ke Warung Cak Iim (Bu Nis) untuk minum kopi. Kala itu sudah ada empat orang tetangganya yang sedang ngopi bersama, yaitu Cak Iim, Mas Iwan, Mas Budi, dan Mas Lutfi. Hadirnya Gus Bambang di warkop tersebut tentu menambah suasana ramai. Isi obrolan Ahad siang itu macam-macam, dari hal serius hingga guyonan. Serta tidak terlihat ada sesuatu yang aneh. Pada pukul 11.00 siang,  Gus Bambang berdiri dari kursi duduknya, kemudian izin kepada teman-temannya untuk pulang ke rumah. Padahal minuman kopi dalam gelasnya masih tersisa setengah. Orang-orang yang biasa nongkrong di warung sudah paham, pasti nanti balik lagi dan dihabiskan.

Tak lama kemudian, kabar duka Gus Bambang wafat tersiar sangat cepat melalui pesan WhatsApp di kalangan grup pimpinan Pesantren Tebuireng. Kabarnya dari Gus Riza, kakak ipar beliau. Tak pelak, info yang segera diteruskan ke banyak orang pun sampai ke siapapun yang mengenalnya, termasuk ke teman-teman yang tadi masih ngopi bersama. Kabar tersebut terasa menyambar dan membuat dada sesak, bak disambar petir di siang hari. Seakan tidak percaya atas kepergiannya. Bukti gelas kopi bekas beliau minum pun ikut dikirimkan sebagai bukti. Hanya tetesan air mata yang mengucur deras dari pemilik warung.

Baca Juga: Kearifan Lokal dalam Tata Kelola Bank Sampah Tebuireng (BST)

Kala itu, suara telepon banyak sekali yang masuk untuk mengecek kebenaran info tersebut. Penulis yang kala itu sedang berdisksusi dengan teman-teman muda sampai tak fokus. Barulah setelah Ibu Yati istri beliau menelepon dan memberi kabar Gus Bambang kapundhut mempercayainya. Sehingga penulis langsung mengajak semua peserta yang hadir untuk berhenti sejenak dan mendoakan bersama-sama. Selanjutnya, dengan sangat terpaksa harus meminta izin untuk undur diri dan menyegerakan ke rumah beliau. Begitu tiba di halaman rumahnya, benar saja, sudah banyak orang melayat. Penulis pun masuk rumah beliau dan mendekati dengan kondisi jasadnya yang sudah ditutupi kain. Tak kuasa untuk membuka kainnya, penulis hanya membaca surat pendek sesuai dengan yang disukainya.

Gus Bambang dan Direktur BST, Faozan, saat berbincang dengan Owner, PT SBP. dan Mitra BST di ruang tamu.

Dalam hal ini, mengingatkan pepeling dari beliau. Misalnya, “Sing urip kudu apik lahir batine,” “(orang) yang hidup harus memiliki sifat baik secara lahiriah maupun batiniah.”  Ungkapan bahasa Jawa di atas jika coba kita renungi sembari minum kopi maka kita akan menemukan sebuah makna yang mendalam, yaitu: seseorang yang jiwanya baik maka hatinya akan baik. Hati merupakan sebuah wajah dari jiwa.

Ungkapan pesan dalam bahasa Jawa di atas relevan untuk siapa saja yang sedang merasa gersang akan motivasi kehidupan. Apalagi dewasa ini kita menjumpai banyak perilaku manusia yang kelihatan sekilas baik namun tidak sesuai yang diharapkan. Misalnya, banyak orang yang kelihatan agamis dari penampilan luarnya saja. Mencari seorang yang antara ucapan dan tindakan serasi sangatlah sulit. Dalam hal ini, Nabi Muhammad SAW Sudah memberikan teladan yang baik. “Allah SWT  tidak melihat ke arah rupamu tidak juga ke arah hartamu, tetapi Allah melihat ke arah hati dan perbuatanmu.” (HR. Muslim)

Baca Juga: BANK SAMPAH TEBUIRENG (BST)

Sehari sebelum kapundhut, njenengan masih bersantai dan jernih menyelesaikan persolaan. Penulis tidak sadar arti pemberian pisang satu karung itu sebagai tanda perpisahan. Saya juga tidak sadar kalau penjelasan njenengan soal mimpi melihat bangunan tiga lantai plus tamannya sebagai isyarat.  Penulis juga masih belum sadar bahwa njenengan mendokumentasikan kami yang sedang berdiskusi masalah kerja sama penanganan sampah di pesantren itu tanda perpisahan. Penulis juga tidak sadar kalau hari Sabtu siang, menjadi hari terakhir menikmati kopi bersama. Dalam kesempatan minum kopi bersama, Gus Bambang juga bilang, “sepanjang perjalanan kita dalam menyelesaikan masalah sampah Tebuireng kita harus tetap mengikuti petunjuk langit, pelan tapi pasti. Nikmati saja prosesnya.” Selamat jalan, Gus. Hidup ternyata sebatas mampir ngombe kopi.



Penulis: Ahmad Faozan, Direktur Bank Sampah Tebuireng