
Bulan Syawal merupakan bulan kemenangan, dimana pada tanggal 1 Syawal umat Islam merayakan hari raya Idul Fitri. Disebut hari kemenangan, karena pada hari ini umat islam berbuka setelah melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadan selama satu bulan penuh.
Bulan Ramadan mengajarkan banyak hal kepada umat Islam. Pada bulan yang penuh berkah ini, umat Islam berlomba-lomba untuk berbuat kebajikan, dan melatih diri untuk menahan hawa nafsu.
Momentum Ramadan yang positif tersebut seharusnya dipertahankan di bulan-bulan setelahnya. Sangat beruntung orang yang bisa menganggap hari-hari biasa seperti hari-hari Ramadan.
Haram bagi umat Islam melaksanakan ibadah puasa pada tgl 1 Syawal. Keharaman ini hanya berlaku pada tanggal 1 Syawal saja. Pada hari-hari selanjutnya, umat islam dianjurkan untuk melaksanakan ibadah puasa Sunnah Syawal selama 6 hari.
Baca Juga: Kesunahan dan Tata Cara Puasa Syawal
Orang yang berpuasa di bulan Ramadan, kemudian disambung dengan puasa 6 hari di bulan Syawal pahalanya seperti puasa satu tahun. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadis riwayat Imam Muslim no 1164,
(1164) حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ، وَقُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ، وَعَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ، جَمِيعًا عَنْ إِسْمَاعِيلَ، قَالَ ابْنُ أَيُّوبَ: حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ جَعْفَرٍ، أَخْبَرَنِي سَعْدُ بْنُ سَعِيدِ بْنِ قَيْسٍ، عَنْ عُمَرَ بْنِ ثَابِتِ بْنِ الْحَارِثِ الْخَزْرَجِيِّ، عَنْ أَبِي أَيُّوبَ الْأَنْصَارِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، أَنَّهُ حَدَّثَهُ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ، كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ»
Sesungguhnya Rasulullah Saw, bersabda: “Barang siapa yang berpuasa Ramadan, kemudian diikuti dengan puasa enam hari di bulan Syawal, maka pahalanya seperti berpuasa selama setahun.”[1]
Hadis di atas menjelaskan bahwa pahala berpuasa Ramadan dan berpuasa sunnah 6 hari di bulan Syawal pahalanya sama dengan puasa satu tahun.
Disebutkan bahwa pahala berpuasa Ramadan sebanding dengan berpuasa selama sepuluh bulan, dengan rumus satu hari puasa pahalanya sebanding dengan 10 hari berpuasa.
Rumus ini semagaimana telah disebutkan dalam hadits Nabi bahwa pahala satu kebaikan dilipatgandakan menjadi sepuluh kali. Sedangkan puasa enam hari Syawal pahalanya sebanding dengan 60 hari (dua bulan). Dengan demikian, gabungan puasa Ramadan dan enam hari Syawal pahalanya genap satu tahun (10 bulan + 2 bulan).
Imam Muhammad bin Isma’il menjelaskan:
من صام رمضان فشهره بعشرة ومن صام ستة أيام بعد الفطر فذلك صيام السنة
وَرَوَه أحمد و النَّسَائِيُّ
“Barang siapa berpuasa Ramadan, dan berpuasa enam hari sesudah Idul Fitri (dilipatkan sepuluh menjadi enam puluh), maka semuanya (Ramadan dan enam hari bulan Syawal) adalah genap satu tahun” Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dan Imam Al-Nasa’i.[2]
Puasa sunnah ini paling afdol (utama) dilakukan tepat setelah hari raya idul fitri, secara berturut-turut apabila tidak ada halangan. Yakni tanggal 2 sampai 7 Syawal.
Jika ada halangan, maka seseorang diperbolehkan melakukannya secara tidak berurutan atau mengakhirkannya, ia tetap mendapatkan keutamaan puasa Sunnah bulan Syawal.
Baca Juga: Punya Hutang Puasa Ramadhan, Bolehkah Puasa Sunnah Syawal?
Oleh karena itu seseorang boleh berpuasa pada tanggal 3-4 Syawal, ia berpuasa lagi tanggal 13-14, kemudian ia puasa lagi tanggal 27-28 Syawal, maka ia tetap mendapatkan keutamaan puasa Syawal. Intinya apabila ia berpuasa selama 6 hari di bulan Syawal, meskiput tidak berurutan, ia berpuasa di awal di tengah-tengah atau di akhir bulan, ia tetap mendapatkan pahalanya puasa Sunnah Syawal.
Namun, jika seseorang berpuasa Sunnah 6 hari bulan Syawal sampai di luar bulan Syawal puasanya belum selesai karena ia bermalas-malasan, ia tidak mendapatkan pahala puasa Sunnah Syawal.
Jadi, orang yang berpuasa satu bulan penuh dibulan Ramadan dan dilanjutkan dengan berpuasa enam hari dibulan Syawal pahala kebaikannya sama dengan berpuasa selama satu tahun. Karena satu kebaikan yang kita lakukan, akan dilipatgandakan oleh Allah pahala kebaikannya menjadi sepuluh kali lipat. Marilah kita manfaatkan kesempatan ini sebaik mungkin.
Penulis: Almara Sukma
[1] HR. Imam Muslim, no. 1164
[2] Imam Muhammad bin Ismail, Subulus Salam, Juz 2, Hal 178