Ilustrasi kitab suci Al-Qur’an. (sumber: detikcom)

Jaminan Keutuhan Pemeliharaan Bacaan Al-Qur’an

Kitab Suci Al-Qur’an merupakan anugerah nikmat terbesar yang diberikan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada Baginda Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, yang kemudian diwariskan kepada para sahabatnya, dari para sahabat diwariskan kepada para tabi’in hingga akhirnya sampai di hadapan kita semua pada saat ini, melalui para guru-guru Al-Qur’an yang istikamah mengajarkan kitab suci Al-Qur’an. 

Mata rantai yang tidak pernah terputus dari pengajaran Kitab Suci Al-Qur’an dari awal yang menjadi guru pertama Kitab Suci Al-Qur’an adalah Baginda Nabi Muhammad, yang beliau terima dari Allah melalui perantaraan malaikat Jibril ‘Alaihissallam, kemudian beliau ajarkan kepada para sahabatnya.

Dari para sahabat Kitab Suci Al-Qur’an diajarkan kepada generasi berikutnya, yang dikenal dengan para tabi’in –generasi yang mengikuti para sahabat  Nabi Muhammad, kemudian generasi berikutnya sampai kepada generasi kita saat ini, merupakan gambaran yang sangat jelas terkait dengan jaminan pemeliharaan keutuhan Kitab Suci Al-Qur’an.

Baca Juga: Peranan Wahyu Pertama dan Terakhir dalam Kehidupan Umat Islam

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Secara khusus jaminan pemeliharaan Kitab Suci Al-Qur’an, yang memberikan jaminan langsung adalah Allah melalui firman-Nya pada surah Al-Hijr/15 ayat 9,

إِنَّا نَحۡنُ نَزَّلۡنَا ٱلذِّكۡرَ وَإِنَّا لَهُۥ لَحَٰفِظُونَ

Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. (Q. S. Al-Hijr/15: 9). 

Dalam kurun waktu 1400 tahun yang lalu, mulai dari diturunkannya Kitab Suci Al-Qur’an kepada Baginda Nabi Muhammad sampai saat ini tetap masih utuh dan terpelihara, bahkan Kitab Suci Al-Qur’an secara resmi saat ini, telah diterbitkan dalam bentuk mushhaf yang terdiri dari 11 mushhaf. Dari 11 mushhaf tersebut merupakan gabungan dua thariq, yaitu thariq Syathibiyyah yang terdiri dari tujuh imam qira’at, yang berarti 14 riwayat dan thariq Jazariyyah yang terdiri dari tiga imam qira’at berati 6 riwayat.

Kemudian pada mushhaf tersebut secara khusus untuk bacaan Al-Qur’an riwayat Qalun ‘an Nafi’satu mushhaf dan riwayat Warsy ‘an Nafi’ satu mushhaf, selainnya satu mushhaf Al-Qur’an tertulis masing-masing dua riwayat. Sebagai contoh adalah mushhaf bacaan riwayat Syu’bah ‘an ‘Ashim di dalamnya terdiri dari dua riwayat, yang ada dalam kotak mushhaf riwayat Syu’bah ‘an ‘Ashim yang diberikan tanda warna merah, sementara dipinggirnya bacaan Hafsh ‘Ashim ketika terjadi perbedaan farsyul hurufnya.

Dari sekilas penjelasan di atas, sudah terjawab bahwa Kitab Suci Al-Qur’an terjamin pemeliharaan keutuhannya, terutama keutuhan dalam sisi bacaan Kitab Suci Al-Qur’an. Hanya saja upaya melestarikan bacaan Kitab Suci Al-Qur’an terus harus ditingkatkan walaupun yang diajarkan kepada masyarakat cukup satu bacaan saja. Saat ini satu bacaan saja dari riwayat Hafsh ‘an ‘Ashim, banyak umat Islam yang kurang mampu menguasainya, hanya terbatas di dunia pondok pesantren Al-Qur’an dan beberapa perguruan tinggi ilmu Al-Qur’an.   

Tentunya yang akan dibahas secara rinci dari tulisan ini adalah bagaimana agar kita mampu ikut serta menjaga Kitab Suci Al-Qur’an dari beberapa sisi, yaitu sisi bacaan Kitab Suci Al-Qur’an dan sisi pemeliharaan terkait dengan pesan-pesan yang disampaikan Kitab Suci Al-Qur’an. Di mana kalau kita renungkan saat ini, untuk menjaga dan memelihara Al-Qur’an dari sisi bacaannya saja, memerlukan perjuangan yang cukup ekstra karena sudah mulai langkanya para guru Al-Qur’an yang mempunyai sanad bacaan Al-Qur’an yang bersambung sampai Baginda Nabi Muhammad.

Baca Juga: Aduan Rasulullah di Hari Kiamat (3)

Saat ini banyak para alumni pondok pesantren tidak menguasai satu riwayat bacaan Al-Qur’an secara utuh, khususnya bacaan Al-Qur’an riwayat Hafsh ‘an ‘Ashim thariq Syathibiyyah, dalam arti penguasaan ilmu tajwidnya, periwayatan bacaan Al-Qur’annya, memahami mushhaf yang dibacanya secara keilmuan, terutama mushhaf Al-Qur’an Rasm Utsmani. Nah,  bagaimana dengan masyarakat umum yang tidak pernah mengenyam pendidikan pondok pesantren.

Kritik membangun ini, semata menggugah agar kita semua sebagai alumni pondok pesantren, khususnya alumni pondok pesantren Tebuireng untuk terus giat rajin membaca Kitab Suci Al-Qur’an dan mengajarkan Al-Qur’an kepada masyarakat di lingkungan masing-masing.

Jaminan Keutuhan Pemeliharaan Kandungan Kitab Suci Al-Qur’an

Kitab Suci Al-Qur’an tidak cukup hanya dibaca saja, melainkan dipahami dan direnungkan kandungannya, kemudian perlahan-lahan pesan-pesan yang disampaikan Kitab Suci Al-Qur’an diamalkan dalam kehidupan nyata. Inilah hakikat yang sebenarnya dalam rangka memelihara keutuhan Kitab Suci Al-Qur’an. Didapat sebuah informasi sebagai gambaran terkait dengan pemeliharaan keutuhan Kitab Suci Al-Qur’an, dalam kitab “Mabahits Fii Ulumul Qur’an” karya Manna’ Khalil Al-Qaththan sebagai berikut: “Al-Qur’an Al-Karim merupakan mukjizat Islam yang abadi di mana semakin maju ilmu pengetahuan, semakin tampak validitas kemukjizatannya.

Allah menurunkannya kepada Nabi Muhammad, demi membebaskan manusia dari berbagai kegelapan hidup menuju cahaya Ilahi, dan membimbing mereka  ke jalan yang lurus. Rasulullah  Shallallhu ‘Alaihi wa Sallam menyampaikannya kepada para sahabatnya – sebagai penduduk asli Arab – yang sudah tentu dapat memahami tabiat mereka. Jika terdapat sesuatu yang kurang jelas bagi mereka tentang ayat-ayat yang mereka terima, mereka langsung menanyakannya kepada Rasulullah. (Al-Qaththan, 1: 2004).

Al-Bukhari dan Muslim, serta yang lainnya meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu, bahwa ketika turun ayat,

ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَلَمۡ يَلۡبِسُوٓاْ إِيمَٰنَهُم بِظُلۡمٍ أُوْلَٰٓئِكَ لَهُمُ ٱلۡأَمۡنُ وَهُم مُّهۡتَدُونَ 

Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. (Q. S. Al-An’am/6: 82).

Baca Juga: Pengantar Ulumul Qur’an

Orang-orang merasa keberatan dengan ayat tersebut. Lalu mereka bertanya kepada  Rasulullah  Shallallhu ‘Alaihi wa Sallam, “Wahai  Rasulullah  Shallallhu ‘Alaihi wa Sallam, mana ada orang yang tidak menzhalimi dirinya?” Beliau menjawab, “Pemahamannya tidak seperti yang kalian maksudkan, tidaklah kalian mendengar apa yang dikatakan seorang hamba yang saleh kepada anaknya,

وَإِذۡ قَالَ لُقۡمَٰنُ لِٱبۡنِهِۦ وَهُوَ يَعِظُهُۥ يَٰبُنَيَّ لَا تُشۡرِكۡ بِٱللَّهِۖ إِنَّ ٱلشِّرۡكَ لَظُلۡمٌ عَظِيمٞ 

Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”. (Q. S. Lukman/31: 13). (Al-Qaththan, 1: 2004).

Dari sekilas informasi di atas, memberikan petunjuk kepada kita semua, bahwa para sahabat Rasulullah belajar langsung kepada Rasulullah, dari dua sisi –bacaannya dan isi kandungannya, kemudian dipraktekkan atau diamalkan langsung dalam kehidupan sehari-hari. Inilah hakikat yang sebenarnya terkait dengan pemeliharaan keutuhan Kitab Suci Al-Qur’an.

Kalau pemeliharaan keutuhan bacaan Kitab Suci Al-Qur’an, sudah lama terpelihara baik dalam bentuk tulisannya maupun bacaannya, sebagaimana telah diketahui bahwa saat ini mushhaf Kitab Suci Al-Qur’an sudah dicetak 11 mushhaf dalam 20 riwayat. Kemudian dari sisi bacaannya sudah direkam dengan berbagai ragam bacaannya, sebagaimana ditayangkan secara langsung dari Masjidil Haram selepas melaksanakan shalat lima waktu dengan beragam riwayatnya, seperti bacaan Al-Qur’an riwayat Qalun ‘an Nafi, bacaan Al-Qur’an riwayat  Warsy ‘an Nafi’, riwayat Syu’bah ‘an ‘Ashim dan lainnya.

Sementara pemeliharaan dalam bentuk pemahaman dan aplikasi Kitab Suci Al-Qur’an merupakan persoalan yang cukup rumit saat ini, karena memerlukan kerja keras membuat sebuah kurikulum khusus terkait dengan pemeliharaan Kitab Suci Al-Qur’an. Secara literatur  sudah banyak terbit berbagai macam Kitab Tafsir, Kitab Fiqih, Kitab Hadits, Kitab Tasawuf, Sejarah atau Sirah Nabawiyah dan Sahabat. Akan tetapi, pemeliharaan dalam bentuk pemahaman dan aplikasi dalam kehidupan nyata, hal ini merupakan barang langka yang harus dilestarikan. 

Contoh sederhana, setiap hari umat Islam memohon petunjuk kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, minimal 17 kali sehari semalam dalam melaksanakan ibadah shalat lima waktu, pada kandungan surah Al-Fatihah ayat 6,

ٱهۡدِنَا ٱلصِّرَٰطَ ٱلۡمُسۡتَقِيمَ 

Tunjukilah kami jalan yang lurus. (Q. S. Al-Fatihah/1: 6).

Berapa persen umat Islam yang memahami kandungan ayat ini, padahal setiap hari dibaca, kemudian berapa persen yang mempraktikkannya dalam kehidupan nyata, yaitu jalan hidupnya menuju jalan yang lurus –mengikuti jalan hidupnya Baginda Nabi Muhammad.

Semoga kita semua termasuk golongan yang memelihara Kitab Suci Al-Qur’an.

 


Penulis: Dr. H. Otong Surasman, MA., Dosen Pascasarjana PTIQ Jakarta