Tebuireng.online– Kepergian KH Miftahurrohim Syarkun pada Sabtu (10/7/21) lalu meninggalkan kesan mendalam. Almarhum yang sebelumnya menjabat sebagai Wakil Rektor III Unhasy tersebut juga menjadi salah satu tokoh penting penggagas PCINU cabang Malaysia.

Suwandi, dosen Unhasy dan adik tingkat almarhum menceritakan banyak kenangan sewaktu bersama-sama studi dan mendalami keilmuan di negeri Jiran, University of Malaya (UM).

Menurut penuturan Suwandi, Pengasuh Ma’had Tahfidz Al-Quran Al’Alamy Miftah Al-Quran, Mojosanten, Kemasan, Krian, Sidoarjo Jawa Timur itu, semasa hidupnya memiliki kekhasan saat memanggil lawan bicaranya.

“Ada dua karakter cara beliau memanggil. Kalau alumni PP Madrasatul Qur’an biasanya dipanggil Khi dari kata Akhi baik yang tua atau muda, yang seangkatan juga. Kalau yang bukan alumni, dipanggil Mas. Seperti saya dipanggil Mas,” tuturnya dalam acara Tahlil dan Doa bersama secara virtual untuk KH Miftahurrohim Syarkun yang diselenggarakan Fakultas Agama Islam, Unhasy, kemarin (13/07).

Suwandi juga menuturkan bahwa ketika di Malaysia almarhum menjadi kesayangan Prof Emeritus Dato’ Paduka Dr. Mahmood Zuhdi Bin Haji Abd. Majid, yaitu salah satu pakar Ushul Fiqh di Malaysia yang cukup masyhur. Almarhum memang memiliki kegigihan dalam mendalami ilmu, khususnya ushul fiqh. Tidurnya pun sedikit demi studinya itu.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

“Almarhum itu tidurnya hanya sejam-dua jam, tidur pun sambil duduk di depan meja, di ruang tamu demi menyelesaikan studinya. Beliau dari dulu memang haus ilmu dan mendalami, khususnya ushul fiqh,” lanjutnya.

Dosen FAI Unhasy tersebut juga menyampaikan bahwa almarhum punya kenalan cukup banyak baik dari kalangan pejabat, dato’ akademisi, maupun kalangan nahdliyin di luar negeri. Almarhum juga banyak berjasa dalam memotivasi mahasiswa (khususnya mahasiswa Indonesia) di Malaysia untuk segera menyelesaikan studinya.

“Banyak mahasiswa Indonesia maupun Malaysia yang nunut atau numpang tinggal di rumah sewaan almarhum,” ungkap adik almamater almarhum di UM itu.

Begitu juga semasa di Tebuireng. Ketika almarhum harus pulang dan meninggalkan Malaysia demi panggilan almamaternya, almarhum juga tetap konsisten untuk meneruskan perjuangan dan pemikiran-pemikiran NU khususnya pemikiran sang pendiri KH Hasyim Asy’ari.

“Cak Mif memang telah berpulang, tapi beliau meninggalkan dua hal untuk kita, prestasi dan prasasti salah satu bentuknya adalah Pusat Kajian Pemikiran Hasyim Asy’ari, semoga menjadi amal jariah untuk modernisasi keislaman,” pungkasnya. 

Doa dan Tahlil bersama juga dihadiri oleh pimpinan, dosen, karyawan, mahasiswa Unhasy, serta keluarga dan kolega almarhum.

Pewarta: Robiah