Seri Kiprah KH. Hasyim Asy’ari #8

Oleh: Abror Rosyidin*

Warisan yang dimaksud di sini bukanlah harta benda dunia. Tetapi lebih kepada shadaqoh jariyah yang manfaatnya bisa kita rasakan hingga saat ini. Warisan-warisan KH. Hasyim Asy’ari tidak bisa dianggap remeh, karena memang sangat besar perannya untuk umat dan bangsa.

Beberapa di antaranya bahkan wajib kita syukuri adanya. Berikut adalah beberapa warisan KH. Hasyim Asy’ari yang patut kita syukuri:

1. Pesantren Tebuireng

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Warisan pertama dan paling utama adalah Pesantren Tebuireng sendiri. Pesantren yang beliau dirikan dengan delapan santrinya pada 1899. Pesantren yang telah mencetak kader-kader dari berbagai bidang. Hingga 120 tahun usianya, Tebuireng telah dan tetap memberikan ruang pengabdian kepada umat dan bangsa yang tak terhingga besarnya.

Tidak hanya dari sisi kaderisasi santrinya, tetapi juga kebermanfaatan di masyarakat secara umum.   Tebuireng telah membela negara dan agama sejak awal didirikan. Mengubah desa yang gelap dan kelam akibat kampanye maksiat Belanda, menjadi desa yang sekarang beterbaran masjid dan pesantren.

Berkat Tebuireng, Cukir dan sekitarnya menjadi daerah santri di mana terdapat beberapa pesantren yang didirikan oleh santri dan keluarga beliau. Lalu lalang santri bersarung, berkerudung, dan kopyah menjadi pemandangan biasa.  Misalnya saja al Khoiriyah dan Al Mahfudz Seblak yang dirikan oleh Ibu Nyai Khoiriyah Hasyim, salah satu putri beliau.

Kemudian ada juga di Cukir sendiri ada, pondok putri Walisongo yang didirikan oleh KH. Adlan Aly, santri kinasih beliau. Beserta beberapa cabang Darul Falah yang didirikan oleh anak turun Kiai Adlan.  Di depan Tebuireng, menantu cucu beliau, KH. Yusuf Masyhar mendirikan pondok tahfidz, Madrasatul Qur’an yang santrinya juga ribuan dan pesantrennya luas.

Ada juga pondok yang diwariskan kepada istri terakhir beliau, Nyai Masruroh, yaitu pondok Al Masruriyah sebuah pesantren putri yang diampuh Almarhum Gus Zaki Hadzik yang baru saja tilar dunia. Sampingnya lagi ada pondok Darul Hakam, yang diasuh oleh Gus Hakam bin Abdul Kholiq Hasyim, dan sebrang jalannya ada pondok al Karimiyah yang didirikan oleh Alm. Gus Cecep Karim Hasyim. 

Ke arah Barat, ada Pondok Putri Al Faros yang didirikan oleh Gus Irfan bin Yusuf Hasyim. Depan pondok Seblak ada pondok al Aqobah yang didirikan oleh alumni Tebuireng, KH. Junaidi Hidayat. Santri beliau, KH. Zubaidi Mushlih juga mendirikan pesantren di tetangga desa Cukir, yaitu Jatirejo, bernama Pesantren Darul Hikam. 

Ke Arah Timur di Desa Bogem ada pondok juga yang dibesarkan oleh KH. Ahmad Sobari, salah satu santri kesayangan beliau juga. Belum lagi dengan pesantren-pesantren kecil yang sekarang menjamur di sekitar Tebuireng. Mereka semua mewarnai dan tentu memberi ruang semakin luas suasana santri di Cukir dan sekitarnya. 

Dalam tataran nasionalisme, Tebuireng juga tak patut diragukan. Bahkan belum banyak dibunyikan di mana-mana, pada kira-kira tahun 1938 lagu Indonesia Raya karya WR Supratman telah secara berani dikumandangkan di Tebuireng lengkap dengan bendera Merah Putihnya.

Pesantren pertama barangkali yang melakukan upacara bendera. Hal ini diungkapkan langsung oleh santri beliau, KH. Abdurrahman Badjuri.  Tebuireng menjadi tempat kaderisasi dan pembekelan spiritual para tentara Hizbullah dan Sabilillah. Pasukan ini yang turut mengobarkan semangat melawan sekutu sampai pada pertempuran 10 November 1945.

Tebuireng menjadi kawah condrodimuko bagi para anggota laskar santri dan kiai itu untuk berjuang melawan penjajah.  Untuk itu, tidaklah berlebihan jika Tebuireng kita menyebutnya sebagai pesantren warisan Kiai Hasyim.

Mengutip tulisan dari Ibhar Cholidy dalam headline sebuah surat kabar, “Kalau tidak ada Tebuireng, Indonesia mungkin tidak akan merdeka”. Ungkapan itu dibahasaarabkan oleh Kiai Musta’in Syafi’i, “Laula Tebuireng, Ma istaqalla Indonesia”. 

2. Nadlatul Ulama

Nahdlatul Ulama (NU) sebagai Jami’yah Diniyah (Ormas keagamaan) ini juga menjadi warisan terindah dari beliau. Hingga sekarang ini NU telah konsisten mengabdi.

Tak terhitung peran NU untuk bangsa dan umat, mulai dari pendidikan, keagamaan, perjuangan dan pergerakan nasional, sampai ekonomi dan sosial.  NU sekarang bertransformasi menjadi organisasi yang merambah banyak bidang, tidak hanya keagamaan, mulai dari kesehatan, perempuan dan anak, sampai ekonomi dan kemanusiaan.

Dahulu keikhlasan para pendiri telah membuat NU bertahan sejak 1926. Kiai Hasyim sebagai pilar utama NU dibersamai oleh Kiai Wahab dan kiai-kiai lain, melawan arus berjuang agar NU tetap eksis dan berperan aktif. 

Sebagai contoh saja, salah satu Banom NU, Muslimat NU, karena menjadi yang paling tersorot kesuksesannya. Titik baliknya adalah nasihat dari beliau untuk mendirikan sekolah, madrasah, dan penguatan ekonomi kesehatan, hingga sekarang punya ribuan lembaga.

Sejak era 70-an Muslimat menggenjot seakan tidak tersalip oleh badan otonom lain, bahkan oleh induk organisasi sendiri, PBNU.  Tahun 2019, data dari PP Muslimat, jumlah anggota Muslimat NU diperkirakan sekitar 32.000.000 orang. Jumlah tersebut berasal dari jamaah yang tersebar di 34 pimpinan wilayah (PW), 524 pimpinan cabang (PC), 2.295 pimpinan anak cabang (PAC), dan 26.000 pimpinan ranting (PR).

Jumlah tersebut termasuk jamaah yang tersebar di luar negeri dalam wadah Pengurus Cabang Istimewa (PCI). Saat ini PCI Muslimat NU terbentuk di antaranya di Malaysia, Taiwan, Hong Kong, Arab Saudi, Sudan, Belanda, dan Inggris.  Saat ini Muslimat NU telah memiliki berbagai macam layanan masyarakat di bidang pendidikan, kesehatan, dan ekonomi.

Sejumlah layanan tersebut terwadahi dalam yayasan-yayasan. Yayasan yang dikelola antara lain Yayasan Kesejateraan Muslimat NU (YKMNU), Yayasan Pendidikan Muslimat NU (YPMNU), Yayasan Haji Muslimat NU (YHMNU), serta Himpunan Daiyah dan Majelis Taklim Muslimat NU (Hidmat MNU). 

Di bidang pendidikan, Muslimat NU memiliki lebih dari 16.000 Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ), mengelola Raudatul Athfal (RA) dan Taman Kanak-kanak (TK) lebih 9.800, dan lebih 6.400 Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).

Di bidang kesehatan, Muslimat NU mengelola satu-satunya Klinik Hemodialisis yang sudah mengantongi ISO, Rumah Sakit Ibu dan Anak di Jombang berstandar nasional serta beberapa rumah sakit umum yang dikelola secara profesional. 

Di bidang pemberdayaan ekonomi, Muslimat juga mengelola Induk Koperasi Annisa. Saat ini jumlahnya 143 koperasi yang berbadan hukum. Muslimat NU juga memperkuat layanan sosial melalui 144 panti asuhan yang dikelolanya untuk merawat anak-anak terlantar.

Juga untuk merawat lansia dengan membuka panti lansia berbasis pesantren. Itu satu Banom, belum yang lain loh. Tentu dedikasi ini adalah jariyah para pendiri, khususnya, Kiai Hasyim Asy’ari.

3. Persatuan Umat Islam

Ketiga, persatuan umat islam. Melalui kegiatan pendidikan dan organisasi, beliau ingin sekali menyatukan umat yang terpecah belah oleh politik yang didesain penjajah. Masyumi dan MIAI adalah bentuk rilnya.

Melalui dua organisasi itu, beliau berhasil menghimpun umat dari berbagai ormas dan aliran untuk bersatu berjuang melawan tekanan Belanda dan Jepang, maupun Sekutu pasca kemerdekaan. 

Di antara pesan yang ditulis oleh KH Hasyim Asy’ari kepada para ulama pesantren di Jawa dan Madura tentang pentingnya persatuan ialah: “Perkokoh persatuan kita, karena orang lain juga memperkokoh persatuan mereka. Kadang-kadang suatu kebatilan mencapai kemenangan disebakan mereka bersatu dan terorganisasi.

Sebaliknya, kadang-kadang yang benar menjadi lemah dan terkalahkan lantaran bercerai-berai dan bersengketa.” Ada lagi satu pesan beliau yang sangat mengena sekali untuk persatuan umat. “Wahai kaum muslim, bersatulah! Tolong menolong lah dalam kebaikan dan ketakwaan, karena kebahagiaan akan semakin jauh bagi kita, selama kita masih terus bermusuhan. Padahal kita beragama satu, Islam, bermadzhab satu, Syafi’i, bertempat satu di pulau Jawa (sekarang mungkin Indonesia), dan beraliran satu Ahlussunnah wal Jama’ah.” (al Mawaidz, 34-35).

Salah satu santri beliau seangkatan dengan Kiai Wahid dan Kiai Muhammad Ilyas, yaitu Kiai Mas Mansyur malah ikut Muhammadiyah setelah bergaul dengan tokoh-tokoh pembaharu, seperti HOS Cokroaminoto dan Kiai Ahmad Dahlan.

Dengan santrinya, Kiai Hasyim juga ikut membesarkan MIAI dan organisasi multi ormas Islam lainnya demi persatuan umat, walaupun  sudah berbeda afiliasi. Kiai Ahmad Dahlan dan Kiai Hasyim juga sama-sama baik hubungannya. Tentu ini dalil kuat, persatuan umat Islam adalah warisan beliau yang harus kita perjuangkan. 

Selengkapnya soal nasihat-nasihat beliau tentang persatuan umat di laman berikut:

Nasihat KH. Hasyim Asy’ari tentang Persatuan & Persaudaraan

4. Kemerdekaan Bangsa dan Mempertahankannya

Siapa menyangkal bahwa salah satu warisan beliau yang paling kita rasakan adalah kemerdekaan bangsa ini. Berlebihan kah? Walaupun tidak hanya beliau yang berjuang, tapi beliau patut kita sebut sebagai Bapak Bangsa atau Pendiri Negara.

Mulai dari resolusi Jihad, hingga ide dasar negera yang beliau titipkan putra beliau, KH. A. Wahid Hasyim. Bahkan Kiai Hasyim adalah penasihat para pajuang bangsa, seperti Bung Tomo, Jenderal Soedirman, dan Soekarno. 

Tidak hanya pergerakan kemerdekaan, tapi juga perjuangan mempertahankan kemerdekaan juga menjadi salah satu warisan beliau. Beliau sendiri yang membekali para santri untuk berjuang membela negera, hubbul wathan minal iman melekat dalam diri santri-santri.

Bahkan dalam satu kesempatan beliau mengatakan kepada para santri bahwa agama dan negera (nasionalisme) adalah dua sisi mata uang (dua kutub) yang tidak berseberangan, nasionalisme adalah bagian dari agama, dan keduanya saling menguatkan. 

Dalam kesempatan lain beliau mengatakan penguatan Islam dan nasionalisme dapat membuat kokoh sebuah kemajuan umat. Maka kaum santri yang terdorong dengan pesan ini, berbondong-bondong untuk melakukan perjuangan untuk kemerdekaan bangsa, lalu dilanjut dengan perjuangan mempertahankan kemerdekaan. 

5. Karya tulis yang perlu disebarkan

Karya tulis beliau banyak sekali, ada belasan karya beliau. Yang berhasil dikodifikasi dalam satu kitab majmuah (kumpulan) ada 13 kitab. Yaitu:  Berdasar penelusuran oleh KH Ishom Hadzik, diperoleh catatan tentang kitab-kitab karya Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari  yaitu :

1) Adab al A’lim wa al Muata’alim (Etika Guru dan Murid); 2) al Duraar al Muntatsirah fi al Masaa’il al Tis’a Asharah (Taburan Permata dalam Sembilan Belas Persoalan); 3) al Tanbihaat al Waajibaat Liman Yasna’u al Mawlid bi al Munkarat (Peringatan Penting bagi Orang yang Merayakan acara Kelahiran Nabi Muhammad dengan Melakukan Kemungkaran);

4) Risalah ahl al Sunnah wa al Jama’ah; 5) al Nur al Mubiin fi Mahabbati Sayyid al Mursalin (Cahaya Terang dalam Mencintai Rasul); 6) al Tibyan fi al Nahy an Muqaata’at al Arhaam wa al Aqaarib wa al Ikhwaan (Penjelasan tentang Larangan Memutus Hubungan Kerabat, Teman Dekat dan Saudara); 7) al Risalah al Tauhidiyah;

8) al Qalaaid fi maa Yajibu min al ‘Aqaaid (Syair-syair Menjelaskan Kewajiban Aqidah). 9) Arba’in Haditsan;10) Ar Risalah fil ‘Aqa’I’d; 11) Tamyizul Haqq min al Bathin; 12) Risalah fi Ta’akud al Akhdz bi Madzahib al A’immah al Arba’ah; 13) ar Risalah Jama’ah al Maqashid. Diperkirakan masih ada beberapa karya Hadratussyaikh yang belum ditemukan. 

Ada juga khutbah-khutbah beliau yang terkumpul dalam al Mawaidz dan juga pembukaan AD/ART NU, al Qanun al Asasi. Di antara karya-karya itu yang paling fenomenal adalah Adab al Alim wa al Muta’allim yang memuat tentang akhlak dan adab guru dan pelajar.

Banyak di antara warisan itu, yang belum tersebar di kalangan masyarakat. Bahkan ada yang masih menjadi manuskrip dan perlu diteliti lebih dalam. 

*Penulis adalah salah satu tim Pusat Kajian Pemikiran KH. Hasyim Asy’ari.