Sumber gambar: mizanstore.com

Oleh: Anis Nur Muhammad Farid*

“Cinta tak pernah gagal menghadapi kesulitan sebesar apa pun, karena cinta mengatasi kesepian dan kesendirian, betapa pun intensnya. Akankah manusia yang berasyik-masyuk dengan Tuhan, Yang Maha Pengasih-Penyayang sekaligus Mahakuasa – bisa kesepian? Apakah manusia yang menjadikan hidupnya sebagai sumber kasih sayang bagi manusia lain bisa kesepian?”

Begitulah tulisan Haidar Bagir dalam pengantar bukunya, “Belajar Hidup dari Rumi”. Pengantar tersebut berjudul Sekuntum Buga dari “Kebun Tulip Iran”. Bahkan dalam memberikan judul – juga dijelaskan dalam pengantar, Haidar mempunyai opsi lain, yaitu Belajar Cinta dari Rumi. Hal ini karena kekuatan hidup yang diajarkan Rumi sesungguhnya datang dari cinta. Namun, pada akhirnya ia memilih Belajar Hidup dari Rumi.

Selama bulan Ramadan kemarin, Haidar Bagir membuat acara Tadarus Ramdan ‘Belajar Hidup dari Rumi’. Diselenggarakan setiap hari pukul 16.00 WIB. Disiarkan secara langsung di akun facebook Mizan Wacana dan fanpage Haidar Bagir, juga akun instagram @nourapublishing. Alasannya adalah buku ‘Belajar Hidup dari Rumi’ sangat diminati pembaca. Sampai dicetak sebanyak 5-6 kali. Namun, banyak yang kesulitan untuk memahaminya.

Sirnalah Dalam Seruan

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

“Paduka”, kata Daud, “karna Kau tak butuh kami, kenapa Kau cipta dua dunia ini?”.

Sang Hakikat menjawab: “Wahai tawanan waktu …

Dulu Aku perbendaharaan-rahasia

kebaikan dan kedermawanan,

Kurindu perbendaharaan ini dikenali,

maka kucipta cermin: …

Mukanya yang cemerlang, hati;

punggungnya yang gelap, dunia.

Punggungnya kan memesonamu

jika tak pernah kaulihat mukanya.

Pernahkah ada yang membuat cermin

dari lumpur dan jerami?

Maka sapulah lumpur dan jerami itu,

sebilah cermin pun kan tersingkap …

Ingatlah Tuhan sebanyak-banyaknya

hingga kau terlupakan.

Biarkan penyeru dan Yang Diseru

musnah dalam Seruan.

Menurut Haidar, puisi di atas merupakan saripati dari inti pemikiran Rumi. Rumi mengawali puisi tersebut dengan dialog antara Nabi Daud dengan Allah SWT (Sang Hakikat). Nabi Daud bertanya, “Paduka, karena Kau tak butuh kami, kenapa Kau cipta dua dunia ini?”. Dua dunia maksdunya adalah dunia fisik dan dunia ruhani. Allah SWT menjawab: “Wahai tawanan waktu… “. Tawanan waktu menunjukkan bahwa manusia, meski sesungguhnya berasal dari Allah SWT, meski hakikatnya bersifat ruhani, namun cenderung terikat oleh sesuatu yang bersifat duniawi.

Dulu aku perbendaharaan-rahasia kebaikan dan kedermawanan, Kurindu perbendaharaan ini dikenali, maka Kucipta cermin. Kalimat tersebut mengacu kepada sebuah hadis qudsi:

كنت كنز مخفيا فأردت أن أُعْرَفَ فخلقت الخلق فبي عرفوني” Artinya: “Aku laksana perbendaharaan yang tersembunyi, lalu Aku ingin supaya diketahui, maka kujadikanlah makhluk, maka dengan adanya (ciptaan-Ku) itulah mereka mengetahui-Ku.” Di dalam hadis qudsi yang lain Allah SWT mengatakan, “Aku ingin dikenali sebagai yang Pengasih, Penyayang, Maha Pengampun, Maha Penutup Aib”.

Mukanya yang cemerlang, hati; punggungnya yang gelap, dunia. Muka cermin adalah bagian yang bening. Sedangkan punggung cermin, gelap. Punggungnya kan memesonamu jika tak pernah kaulihat mukanya. Manusia sering terpesona oleh hal-hal yang sebenarnya gelap, yang menjadi hijab bagi pengenalan akan hakikat. Hal-hal tersebut adalah kesenangan duniawi. Nafsu mendorong kita untuk menyibukkan diri dan menghabiskan waktu dengan hal-hal tersebut. Padahal, sebenarnya hakikat, pencerahan, dan kebahagiaan ada di dalam hati kita yang di dalamnya Allah SWT bertajalli. Dalam sebuah hadis, Allah SWT berfirman, “Langit dan bumi tidak mampu menampungKu. Yang mampu menampungKu adalah hati orang mukmin”.

Pernahkah ada yang membuat cermin dari lumpur dan jerami? Maka sapulah lumpur dan jerami itu, sebilah cermin pun kan tersingkap. Rasulullah SAW berkata, “Setiap orang mukmin melakukan maksiat, di dalam hatinya muncul bintik hitam. Semakin sering ia melakukan maksiat, semakin banyak pula bintik hitam tersebut”. Manusia harus menaklukkan nafsunya dan mencegah dari berbuat maksiat agar hatinya tetap bening. Karena hati memang diciptakan bening. Bila terdapat kotoran, sapulah dengan taubat dan berbuat baik. Bila hati bening, kita bisa melihat keindahan Allah SWT di dalamnya.

Ingatlah Tuhan sebanyak-banyaknya hingga kau terlupakan. Di dalam Al Quran dijelaskan bahwa Allah SWT tidak menciptakan dua rongga di dalam hati manusia. Hanya ada satu rongga di dalam hati. Mau diisi Tuhan atau maksiat? Bila diisi maksiat, hati kita akan gelap. Bila hati kita bersihkan, maka kita akan mampu menangkap tajalli Allah SWT. اِتَّقِ اللّٰهَ حَيْثُمَا كُنْتَ. Selalulah sadar bahwa Allah SWT itu ada dan selalu mengawasi kita di manapun kita berada.

Kalau sampai kita lupa, kata Rasulullah SAW, “وَاَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا – bila kita lalai, dan berbuat maksiat, maka kituliah dengan perbuatan baik agar dapat melebur keburukan yang kita lakukan”. Hingga kau terlupakan. Hingga ego kita sudah kita taklukkan. Diri kita kita usahakan musnah, ego kita musnah. Bila kita sudah bisa memusnahkan diri kita, ego kita, maka yang tinggal adalah Allah SWT. Itulah yang disebut fana filLaah. Biarkan penyeru dan Yang Diseru musnah dalam Seruan.


*Alumni Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada, peminat kajian Tasawuf.