Prof. Masdar Hilmy, P.hD. saat menjelaskan islam wasathiyah dalam acara workshop "Pengembangan Islam Wasathiyah, Penguatan NKRI dan Progam LPPD" di  STIT Sunan Giri Trenggalek pada Senin (1/7/2024).  Foto: alambudi
Prof. Masdar Hilmy, P.hD. saat menjelaskan islam wasathiyah dalam acara workshop “Pengembangan Islam Wasathiyah, Penguatan NKRI dan Progam LPPD” di STIT Sunan Giri Trenggalek pada Senin (1/7/2024). Foto: alambudi

Tebuireng.online- Lembaga Pengembangan Pesantren dan Diniyah (LPPD) Provinsi Jawa Timur menggelar workshop “Pengembangan Islam Wasathiyah, Penguatan NKRI dan Progam LPPD” di  STIT Sunan Giri Trenggalek pada Senin (1/7/2024). Tampak hadir Prof. Masdar Hilmy, P.hD. (Direktur Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya), Prof. Dr. H. Abd. Halim Soebahar, M.A. (Ketua LPPD Prov Jatim), dan Prof. Dr. H. Achmad Muhibin Zuhri, M.Ag. (Sekretaris LPPD Prov. Jatim) serta Ketua Asosiasi Ma’had Aly Indonesia (Amali) Dr. KH. Nur Hannan, Lc. M.H.I.

Ketua STIT Sunan Giri, Dr. Yahya Zahid Ismail, sebagai tuan rumah acara, ia mengucapkan terima kasih kepada pihak LPPD Jatim atas acara workshop ini. Selain itu, ia juga mengulas singkat profil STIT Sunan Giri.

“Lembaga ini ada 2 yayasan. Pertama, Ponpes Raden Paku (nama kecil Sunan Giri) terdiri; ada MTs, MA, SMK. Kedua, Yayasan Sunan Giri termasuk STIT Sunan Giri ini. Kedua yayasan diketuai H. Syafi’i dan Kiai Imam Daroni,” ucapnya.

Beliau menambahkan, karena ada tanah wakaf baru, ke depan akan dibangun pesantren mahasiswa “Ainul Yakin” yang dikhususkan untuk pendampingan karakter pada mahasiswa.

Di samping itu, Prof. Halim dalam sambutan mengungkapkan, progam ini sangatlah penting karena menjadi percepatan peningkatan kualitas sumber daya pesantren melalui progam beasiswa khususnya, dan progam-progam LPPD lainnya.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Beliau menceritakan khidmah LPPD sudah dimulai dari tahun 2006. Di tahun pertama tidak ada seleksi, baru di tahun kedua ada seleksi dengan kitab taqrib. Beasiswa dari 2006-2018 itu hanya diberikan untuk Strata 1 (S1). Sejak 2019 mulai ada beasiswa bagi Pascasarjana (S2), Ma’had Aly, dan Beasiswa Santri Pondok Pesantren (BSPP) ke Mesir. Di tahun 2022, ditambah ada beasiswa untuk Progam Doktor (S3). Sedangkan di tahun ini 2024, ditambah ada beasiswa Marhalah Tsani (M2).

“Semua PTKI yang punya progam doktor diberi kesempatan. Tetapi jangan sampai melanggar hukum. Di antaranya PNS tidak boleh ikut. Kedua, harus islam wasathiyyah dan NKRI,” ungkapnya.

“Ke depan kita tetap prioritaskan seperti apa yang berjalan di tahun 2024 ini. Mudah-mudahan ke depan ada beberapa progam yang sudah kami usulkan. Misalkan ada santri berprestasi itu mudah-mudahan diberikan peluang untuk ke fakultas kedokteran, untuk S1 insyaallah bekerja sama dengan Universitas Brawijaya (UB) dan Universitas Airlangga (UNAIR),” ucap Waketum MUI Jatim ini.

Lanjut Prof. Halim, kedua, dalam rangka pengembangan SDM, lembaga bisa mengirimkan tulisan di jurnal LPPD. Kemudian jika ada buku tentang Ma’had Aly atau PDF (Pendidikan Diniyah Formal), dan Pendidikan Mu’adalah silahkan dikirim. Agar orang mau studi tentang pesantren itu datanya ada di LPPD.  

“Belakangan, komunitas pesantren menghadapi tantangan-tantangan. Tantangan dari luar seperti perubahan geo-politik, sosial budaya, teknologi informasi, kompetisi antar bangsa. Sedangkan tantangan dari dalam ialah soal kedewasaan beragama kita dan tingkat resiliensi/daya tahan dari keberagamaan kita sebagai orang pesantren,” ucap pengantar Prof. Masdar Hilmy membahas tentang Islam Wasathiyyah.

Menurutnya, kita sering kali tergagap-gagap ketika menghadapi tantangan dari teman-teman kita “santri baru”. Kelompok “santri baru” yang mendeklarasikan dirinya lebih autentik dan  lebih islami daripada kita. Apa yang kita sampaikan tahu-tahu dipertanyakan kemudian ditentang dan dibid’ahkan. Karena mereka menganggap kita sudah tidak murni.

Pria kelahiran Tegal ini menjelaskan, kalau keimanan dan keilmuan kita sudah mapan, tidak akan bingung dan tergagap-gagap. Ada beberapa yang menjadi karakteristik khazanah, kekuatan, pilar paham keagamaan kelompok pesantren. Pertama, kelompok pesantren (nahdliyin) bukanlah kelompok yang kamidalilen (suka tanya mana dalilnya). Karena praktik keagamaan itu sudah mengendap menjadi lampah (laku) para kiai kita. Tetapi jangan sampai kita lupa mempersenjatai diri dengan ilmu al-Quran dan hadis.

“Kedua, kita mementingkan sanad. Sambung menyambung keilmuan. Kita yakin dengan sanad yang kita miliki bahwa keberagamaan yang kita miliki ini sudah autentik. Kita yakin sambung mulai dari zaman Rasul sampai ulama mazhab dan ulama-ulama kita seperti KH. Hasyim Asy’ari. Ketiga, kitab kuning. Ini salah satu langkah agar LPPD itu bisa menjadi wahana untuk menyebarkan islam wasathiyyah. Saya yakin dengan pemahaman keagamaan sebagaimana direfleksikan di dalam kitab-kitab kuning itu maka kita secara otomatis sudah ter-wasathiyyah­-kan  dengan sendirinya,” terang lulusan doktor Universitas Melbourne ini.

Sedangkan ciri wasathiyyah, menurut Prof. Masdar, pertama ialah toleransi, menenggang rasa terhadap perbedaan.

“Saya yakin pesantren menjadi gudang tenggang rasa. Kedua, paham nasionalisme/wawasan kebangsaan. Ketiga, anti kekerasan. Meski dalam kitab-kitab fikih banyak pembahasan bab jihad, para ulama tidak sembrono dalam memutuskan jihad. Seperti, jihad harus diputuskan oleh otoritas tertinggi negara, dan musuh harus jelas. Keempat, akomodatif terhadap budaya lokal. Kalau tidak akomodatif, tidak mungkin kita ini menjadi umat mayoritas,” ucap rektor UIN Sunan Ampel Surabaya periode 2018-2022 ini.

Acara ditutup dengan doa. Untuk diketahui, acara workshop ini dihadiri Pimpinan PTKI/Mahad Aly Mitra dan Perwakilan Penerima Beasiswa LPPD daerah Mataraman Jawa Timur.

Baca Juga: Dosen Mahad Aly Tebuireng Raih Beasiswa Pelatihan Fatwa ke Mesir


Pewarta: Muh Sutan