sumber ilustrasi: usai/google.com

Pagi ini, suasana desa begitu damai, hawanya yang sejuk dan daun-daun yang hijau membuat mata gadis kecil bernama Naira tak henti memandang. Pandangannya selalu tertuju pada sebuah bukti yang sangat indah itu. saat sedang mengingat sejarah bukti yang pernah di ceritakan alm kakek kepadanya sambil menikmati teh panas buatan nenek, naira terkejut karena ada yang memegang bahunya.

“nduk ayo siap siap, anterin nenek kerumah nya bu asri,” ucap nenek kepada Naira.

“oh iya siap laksanakan nek,” sambil memberi hormat tanda Naira setuju.

Naira adalah seorang gadis yang menjalani dunianya bukan dengan orang tua kandungnya. Orang tuanya meninggal sejak dia lahir dan dengan nenek dan kakek lah dia di besarkan hingga sekarang. Kehidupannya sangat indah dan damai di pedesaan yang kini ia tinggali. Mempunyai tetangga yang baik baik adalah salah satu doa naira selama ini. dan bertemu serta menyukai seseorang juga bukan sebuah kesengajaan yang tidak ada ceritanya.

Selesai mandi naira sedikit bersolek agar terlihat lebih segar dan tidak pucat.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Seperti biasa naira kemana mana menggunakan motor bersama neneknya hanya berdua saja semenjak 3 tahun terakhri setelah kepergian kakek. Sepanjang perjalanan menuju rumah bu asri naira dan nenek saling bicara dan kadang di selingi tawa oleh keduanya.

Sesampainya dirumah bu asri mereka berdua pun langsung mengetuk pintu dan mengucapkan salam kepada pemilik rumah.

Saat sedang menunggu terdengar suara seseorang melangkah dan berusaha membuka pintu yang terkunci

“oh Naira dan nek Sari, monggo masuk dulu…” ucap laki-laki itu.

“oh iya…” jawab Naira pelan. Akhirnya mereka berdua pun masuk dan dipersilahkan untuk duduk.

“monggo dimakan dulu kuenya, saya panggilan ibu dulu.” ucap Azam.

Azam adalah laki-laki yang ia suka sejak dulu, kakak kelas yang terkenal dengan kepintarannya di segala bidang ilmu dan telah menyelesaikan al Qur’an dan Alfiyah ibnu Maliknya membuat banyak para orang tua dan hati yang berebut untuk memiliki karena pesona dan charisma nya yang ia miliki. Dengan paras yang sempurna berhasil membuat azam menjadi sosok yang disukai banyak wanita di desa ini termasuk dirinya.

“sudah lama to nunggunya?” ucap bu Asri dari belakang sambil membawakan es jeruk dan bakso.

“belum bu Asri.” jawab Naira. Kemudian mereka pun saling salim dan berpelukan. Telihat senyum manis di wajah azam saat menyalami nenek.

“Naira katanya baru wisuda tahfidz ya?” Tanya bu Asri. Naira terkejut, tahu dari mana bu asri tentang ini, padahal naira juga gak cerita kesiapa siapa, apa jangan jangan azam. Pikiran itu terus bercampur aduk membuat tubuh Naira panas dingin.

“njih bu Alhamdulillah…” jawab Naira dengan lembut.

“berarti setelah ini boyong apa masih ngabdi?” Tanya bu Asri sambil menatap naira dengan tatapan yang tidak biasa.

“insyallah boyong bu, mau ngajar dikampung mawon sekalian jaga nenek” ucap naira sambil tetunduk

“njih bu habis ini boyong, soalnya udah selesai juga, biar langsung ngabdi saja di rumah biar barokah ilmunya.” sambung nenek

Mereka pun saling tatap dengan senyuman yang tidak dapat diartikan. Selang beberapa menit mereka pun pamit pulang.

“ndukk kapan-kapan kesini lagi ya main sama Azam.” ucap bu Asri. Naira pun mengangguk dan memberikan senyuman tanda bahwa dirinya mengiyakan ucapan bu Asri.

*******

Perjalanan hari raya kali ini benar-benar membuat naira tenang, hatinya benar benar begetar, jantung nya benar benar berdegup kencang, entah apa yang ia rasakan tapi ia sedikit bahagia.

Sesampainya dirumah naira pun memasukkan motor dan bersih bersih kemudian kembali kekamar. Saat akan melelapkan mata notif wa terdenger. Saat melihat nomor tersebut tertulis pesan:

“aku memang menyukaimu dari dulu, ibu dan aku setuju, cuman ayah ku yang tidak setuju karena kamu nggak kuliah. Maafin aku yaa. aku diam-diam mencintaimu, membiacarkan mu dengan penciptamu tapi aku lebih milih restu orang tuaku. Aku percaya rasa cinta akan tumbuh seiring berjalannya waktu dan kamu harus percaya itu. aku tau kalau kamu juga memiliki rasa yang sama dengan aku. Percaya lah naira, jika kita memang allah takdirkan halangan dan rintangan apapun akan tersingkirkan. Berdoalah semoga kisah mu dan aku menjadi kita jika allah ridho atas kisah kita. Maafin aku sebagai laki laki tidak memperjuangkan. Salam aku dari azam untuk alm ayah dan ibumu.”

Melihat pesan itu Naira menangis sejadi jadinya. Ternyata selama ini orang yang ia sukai sama sama menyimpan rasa seperti dirinya.  Betapa allah baik mengemas cerita indah yang pada akhirnya memang tak bisa di miliki. Air mata naira terus mengalir begitu derasnya hingga jilbab yang ia kenakan pun basah oleh tetesan air mata yang mengguyur begitu derasnya.

Dalam kamar yang kecil itu naira menangis sesegukan, kenapa kisah nya harus terhalang restu oleh orang tuanya? Sebegitu penting kah dunia perkuliahan sampai ayahnya tidak menerima naira yang hanya seorang santri biasa.

Dengan tangan bergetar naira membalas pesan yang membuat dirinya hampir kehabisan air mata itu.

“mas Azam, terimakasih atas segala rasa yang ada dalam hatimu untuk ku, aku bahagia bahwa rasa yang aku miliki diam diam terbalas dengan rasa yang sama. Sebagai seorang wanita aku sangat kecewa dan sebagai wanita aku bisa apa selain menerima dengan lapang dada. Jangan memperjuangkan aku tapi restu tidak membahagiakan kisah kita. Pergilah mas melangkah bersama wanita lain dengan restu kedua orang tua akan lebih membuat hidup mu lebih bahagia. Dari pada bersama ku tapi diri mu sengsara dan porak poranda” pesan pun terkirim

Dalam menunggu balasan pesan, naira kembali menangis sejadi jadinya. Pikirannya sangat kacau, badannya lemas tak berdaya.  Ia bahagia karena cinta nya terbalaskan tapi tidak dengan restu orang tuanya. Saat sedang menangis satu pesan masuk dan dengan cepat Naira membuka hpnya.

“kamu gak perlu khawatir Naira, rasa ini tetap padamu. Aku benar-benar mengingkanmu. Tapi kita hanya bisa berserah dan pasarah pada takdir yang allah berikan. Terimakasih karena dengan adanya dirimu aku bisa sesukses ini. karena dirimu aku semangat untuk belajar dan terus belajar karena dirimu lah aku semangat untuk banyak berbuat kebaikan. Naira tolong tetap menjadi naira yang aku kenal manjadi perempuan sholihah yang tetap menjaga marwah. Kamu punya tiket ke surga aku mohon, tolong di pertahkan jangan sampai karena masalah hati kamu meninggalkan dia. Jadilah perempuan yang selalu istiqomah naira. Aku pamit, maafkan aku tidak melanjutkan rasa yang besar ini pada hatimu untuk memilikimu.”

Deg …

jatung Naira seakan akan berhenti berdetak. Dunianya benar benar hancur saat melihat pesan terakhir yang mengucapkan tentang kepergian. Naira bisa apa, kini ia benar benar harus mengubur dalam dalam rasa yang ia punya. Ia benar benar harus mengakhri padahal belum sempai memulai.

Kini ia sadar berharap pada manusia adalah seni menyakiti diri sendiri, sememimnta apapun kita jika itu bukan takdir maka tidak akan allah dekatkan, tapi jika itu takdir dari ujung dunia pun akan tetap allah pertemukan.



Penulis: Wannur Laila Putri  (Mahasiswa PAI Unhasy)