Oleh : Nur Indah Naailatur Rohmah*

Kemajuan dan keterbelakangan suatu negara akan ditentukan oleh tinggi rendahnya tingkat pendidikan warga negaranya. Bahkan, peradaban dan kebudayaan umat manusia tidak akan pernah muncul tanpa ada lembaga yang mengarahkan manusia. Karena manusia terlahir ke dunia tidak memiliki daya dan ilmu yang dapat membuatnya berkembang lebih maju, hanya potensi yang ada. Maka pendidikanlah yang membangun daya dan pengetahuan tersebut dalam jiwa.[1]

Pendidikan diakui menyimpan kekuatan luar biasa, sebagai salah satu penentu nasib manusia sebagai individu, umat maupun bangsa. Atas dasar itu, perkembangan pemikiran tentang pendidikan yang menjadi dasar terbentuknya pendidikan berkualitas, perlu terus digalakkan agar pendidikan dapat mengemban fungsi dan perannya secara maksimal dalam membangun manusia berkualitas dan untuk memenuhi harapan keluarga, umat, dan bangsa.[2]

Melihat fenomena yang terjadi sekarang, semakin teknologi berkembang, semakin pula seseorang, terutama murid jiwanya kering dari nilai-nilai spiritual. Kenyataannya, murid tidak lagi memiliki rasa khidmat dan patuh kepada gurunya. Dan seorang guru juga harus memiliki tanggung jawab yang besar untuk memberikan arahan dan menuntun muridnya memiliki rasa khidmat dan patuh kepada gurunya.

Menurut segi teoritis, etika disebut juga dengan ilmu akhlak. Akhlak merupakan kata yang berarti moral. Kata akhlak berasal dari bahasa Arab yang berarti tabiat, watak budi pekerti, perangai dan adat istiadat atau kebiasaan (Poerwadarminta : 1966: 310). Kata akhlak adalah jamak dari kata hulk yang mempunyai akar kata yang sama dengan kata Khalik (pencipta, Tuhan) serta makhluk (yang diciptakan), yaitu dari asal kata halaka (menciptakan).

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Kata akhlak mencakup pengertian terciptanya kepertaduan antara kehendak Khalik dengan prilaku manusia sebagai seorang mahkluk. (Harun Nasution :1992: 981) Di dalam kitab karya Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari berjudul Adabul Alim Wal Muta’alim, di dalamnya terdapat 3 bab yang menjelaskan akhlak seorang murid; Akhlak murid kepada dirinya sendiri, Akhlak Murid terhadap gurunya, dan Akhlak murid dalam belajar. Di dalam bab “Akhlak murid kepada dirinya sendiri”  terdapat 10 macam akhak, di antaranya adalah seorang murid hendaknya membersihkan hati dari segala hal yang dapat mengotorinya.

Pendidikan karakter adalah sebuah transformasi nilai-nilai kehidupan untuk menumbuhkembangkan dalam kepribadian seseorang sehingga menjadi satu dalam perilaku kehidupan orang itu. Pendidikan karakter mengantarkan murid untuk belajar mengenai kearifan.

Betapa indah dan mulia sifat-sifat yang mereka miliki, “Ibadur Rahman” adalah orang-orang yang senantiasa melakukan ibadah, orang-orang yang teguh dan sabar dalam medan jihad dan medan kekerasan, serta bertambah sabar dalam menjalankan beban-beban ibadah. Mereka senantiasa sabar dalam melawan hawa nafsu serta kesamar-samaran, sedangkan hawa nafsu itu tidak menjadikan semangat mereka lemah dan tidak pula janji mereka berkurang serta tekad mereka kendor.

Oleh karenanya, guna menyelaraskan aktivitas manusia agar sesuai dengan kehendak Tuhan, maka manusia menggunakan akhlak dalam perilakunya. Akhlak sebagai ilmu, merupakan ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilaksanakan oleh sebagian manusia terhadap sebagiannya, menjelaskan tujuan yang hendak dicapai oleh manusia dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan yang lurus yang harus diperbuat, begitu juga dalam konteks akhlak seorang murid kepada gurunya.


[1] Kadar M. Yusuf, Tafsir Tarbawi (Yogyakarta:Zanafa Publishing,2012) Cet ke 2, hal.v

[2] Tobroni, Pendidikan Islam, Paradigma Teolagis, Filosofis dan Spiritualitas (Malang: UMM, Press,2008), hal. Xiii.


*Mahasantri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari