tebuireng.online– Kamis (19/05) sekitar pukul 10.00 WIB Pesantren Tebuireng menerima kunjungan dari Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi daerah Rembang. Sebagaian peserta adalah siswa-siswi SMA 2 Rembang dan purnawirawan TNI. Kunjungan ini merupakan dalam rangkah wisata keagamaan, meneledani nilai kepahlawanan tokoh-tokoh Tebuireng, dan termasuk perintah dari bapak Bupati Rembang. Acara penyambutan berada di Gedung KH. M. Yusuf Hasyim lantai 3.
Bapak Waluyo yang mewakili Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi menyampaikan sambutan pertama. ”Kami memohon kepada para pengurus dan Pengasuh Pesantren Tebuireng untuk membimbing para adik-adik peserta ini agar mengambil nilai religi dan kepahlawanan dari tokoh-tokoh Tebuireng ini,” tuturnya.
Sambutan pengurus Pesantren Tebuireng disampaikan oleh Sekretaris Pesantren Ir. H. Abdul Ghofar. Beliau berbicara mengenai perjalanan dan sejarah awal Pesantren Tebuireng. Gus Ghofar, beliau biasa disapa, menceritakan sikap Hadratusyaikh menghadapi penjajah Belanda yang menindas masyarakat daerah Tebuireng, baik secara moral dan material. Menurut beliau, Kiai Hasyim Asya’ari mengedepankan sikap tegas menolak atas kemungkaran tersebut. Karakter itu, lanjut beliau, terbentuk tidak secara instan, melainkan dengan mengarungi berbagai pendidikan, tempat, kondisi dan bermacam khazanah keilmuan dalam Islam.
Gus Ghofar juga berbicara tentang Kiai Wahid Hasyim dan Gus Dur. Kiai Wahid sebagai negarawan yang berlatar belakang dari pesantren, tetapi bisa bersikap toleran saat penentuan sila pertama Pancasila dengan menghilangkan tujuh kata tentang Islam. Tentang Gus Dur, beliau mengatakan Presiden ke-4 RI itu adalah seorang yang humanis. Tanpa melihat etnis dan agama, Gus Dur selalu menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dalam menilai dan membela manusia lain.
Berlanjut sambutan oleh Mudir bidang Pondok, Ustadz H. Lukman Hakim. Beliau menjelaskan bahwa Kiai Hasyim Asyari, Kiai Wahid Hasyim dan Gus Dur adalah tiga tokoh yang menjadi guru dan panutan kita. Sangat jarang ada tiga generasi berturut-turut menjadi pahlawan nasional dan mempunyai peran besar atas bangsa Indonesia ini. Resolusi jihad yang difatwakan Kiai Hasyim adalah awal dari kebangkitan bangsa Indonesia melawan Belanda.
Dalam sesi pertanyaan, seorang peserta menanyakan alasan Tebuireng tidak menggunakan nama Arab seperti Bahrul Ulum atau Darul Ulum. Menjawab pertanyaan tersebut Ustadz H. Lukman mengatakan pada masa awal-awal pesantren berdiri sebenarnya tidak memiliki nama. Nama itu muncul setelah bebera tahun pesantren itu bertahan dan berkembang.
Selain itu, H. Lukman menceritakan dalam membina santri adakala lancer adakalanya banyak halangan. Santri juga bermacam-macam, ada yang bandel, melawan dan sebagainya. Tata tertib disini terbilang agak ketat, tetapi untuk hal yang dianggap pelanggaran fatal maka kami bersikap ketat dan tegas,” jawaban dari Ustadz H. Lukman Hakim. (Sutan/Abror)