Oleh: Almara Sukma*
Tidur adalah kondisi tidak sadar yang membuat pelakunya tidak bisa berinteraksi dengan sekitarnya. Interaksi baru bisa dilakukan lagi apabila pelakunya sudah bangun dari tidur. Tidur merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi oleh makhluk hidup dan bahkan tidur adalah hal yang sangat penting bagi kesehatan tubuh manusia.
Adapun di antara manfaat tidur adalah untuk menjaga kekebalan tubuh manusia, mengontrol suhu tubuh dan penggunaan energi (metabolisme), mengontrol otak berfungsi dengan baik dan mengembalikan memori (ingatan), mengatur nafsu makan dan berat badan serta mengendalikan kadar glukosa dalam darah, dan menjaga kesehatan jantung dan pembuluh darah. Jadi manusia harus menjaga pola tidurnya agar kesehatan, kekebalan, dan daya tahan tubuh tetap terjaga.
Wudhu menurut bahasa artinya bersih dan indah, sedang menurut syara‘ yaitu membersihkan anggota wudhu untuk menghilangkan hadats kecil. Anggota wudhu yang wajib dibasuh yakni: wajah, tangan, kepala, dan kaki.
Dalam kitab Fathul Qorib dijelaskan bahwa fardhu wudhu ada 6 :
- Niat bersamaan dengan membasuh wajah pada basuhan yang pertama,
- Membasuh wajah,
- Membasuh kedua tangan sampai siku,
- Mengusap sebagian kepala,
- Membasuh kaki sampai mata kaki
Hal-hal yang membatalkan wudhu juga ada 6:
- Adanya sesuatu yang keluar dari salah satu dua jalan (qubul dan dubur),
- Tidur dengan keadaan tidak menetapkan pantatnya di lantai (tidur dengan dubur yang tidak menempel di atas tanah),
- Hilangnya akal,
- Bersentuhan kulit laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim,
- Menyentuh alat kelamin manusia dengan menggunakan bagian dalam telapak tangan.
- Menyentuh lubang anus (dubur) menurut qaul jadid
Lalu bagaimana hukumnya tidur orang yang duduk, apakah membatalkan wudhu atau tidak?
Dari hal-hal yang membatalkan wudhu di atas dapat diketahui bahwa yang membatalkan wudhu adalah tidurnya orang yang tidak menempelkan dubur di atas tanah, apabila seseorang tidur dengan posisi duduk dan duburnya masih menempel di tanah maka hukum wudhu tetap sah.
Dalam hadis Riwayat Imam Muslim dijelaskan:
حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُعَاذٍ الْعَنْبَرِيُّ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ عَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ صُهَيْبٍ سَمِعَ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ قَالَ أُقِيمَتْ الصَّلَاةُ وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُنَاجِي رَجُلًا فَلَمْ يَزَلْ يُنَاجِيهِ حَتَّى نَامَ أَصْحَابُهُ ثُمَّ جَاءَ فَصَلَّى بِهِمْ
Telah menceritakan kepada kami Ubaidullah bin Muadz al-‘Anbari telah menceritakan kepada kami bapakku telah menceritakan kepada kami Syu’bah dari Abdul Aziz bin Shuhaib dia mendengar Anas bin Malik berkata, “Shalat telah diiqamatkan, sedangkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam membisiki seorang laki-laki, lalu beliau terus membisikinya hingga para sahabatnya tertidur, lalu beliau datang dan shalat mengimami mereka.”[1]
Dalam satu penjelasan dalam kitab Fathul al-Bari bahwa tidur yang terjadi dalam hadis di atas tidak sampai pulas, karena hal tersebut berada di antara azan dan iqamah. Orang yang tidur dalam keadaan duduk dengan menetapkan pantatnya tidak sampai terbuka, maka wudhunya tetap sah dan ia boleh melaksanakan shalat, baik shalat fardhu atau shalat sunnah, shalat sendiri atau shalat berjamaah.
[1] HR Muslim No. 376
*Mahasantri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari