
Mata Teduhnya
11 September 1942
lelaki penikmat musik itu
lahir di tengah riuh dunia
di lorong pesantren penuh doa
mengukir jejak di genggaman cinta
sapaan lembut penuh kasih sayang
membimbing jiwa-jiwa yang gelisah
sambil menanamkan semangat cinta
menciptakan dunia penuh makna
di bumi penuh dinamika zaman
sosoknya hadir sebagai jembatan
menjadi pelita, menuntun ke jalan-jalan cahaya
dari pesantren di bumi Tebuireng
ia bersuara dengan kesucian hati
mengajarkan sabar dalam perjuangan
menjaga persatuan bangsa
bukan hanya ilmu yang disebarkan
namun cinta kasih tak pernah padam
menjadi contoh bagi semua kita
bagaimana kearifan meredakan perbedaan
Gus Sholah tak hanya meninggalkan kenangan
namun semangat yang tak akan sirna
dalam senyum tulus dalam doa panjang;
untuk kita terus berjuang
agar kita tak berputusasa di masa depan.
Di Lembaran Buku
Ia gemar membaca
di setiap lembar buku terukir bahagia
menggali ilmu dari tinta yang menari lentik
membuka pintu-pintu pemahaman yang unik
di sela-sela waktu yang berlalu
ia duduk dengan khusyuk
menyelami dunia melalui kata-kata
menyusun hikmah dari setiap kalimat
buku baginya jendela
melihat dunia dengan hati yang lapang
menyentuh hati yang terlupakan
mengajarkan kesabaran dan kebijaksanaan
tiada hari tanpa membaca
dari pagi hingga senja menjelang
setiap kata yang ia baca
menjadi cahaya bagi jiwa yang gelisah
Gus Sholah mengajarkan
membaca bukan sekadar menambah pengetahuan
tapi membuka hati untuk lebih memahami
dan menjadikan hidup lebih bermakna
di setiap buku yang ia genggam
ada doa yang tulus untuk bangsa
ada harapan untuk masa depan
ada cahaya yang tak akan padam.
Pecinta Bumi
Di setiap helai daun yang jatuh ia melihat kehidupan
di setiap langkahnya ada jejak cinta alam
tanah adalah ibu yang melahirkan
bumi adalah warisan yang harus dijaga
untuk anak cucu yang belum datang
ia tak hanya berbicara tentang lingkungan
ia hidup dalam lembutnya tindakan
menanam pohon, merawat tanaman
menjadi penjaga bumi dengan tangan yang ikhlas
di hening pagi ia menatap langit
Gus Sholah tak hanya meninggalkan kenangan
tapi warisan hijau yang tak akan pudar
di setiap daun yang berdesir ada namanya
di setiap udara segar ada doanya
02 Februari 2020, ia berpamit
bumi menangis dalam kesunyian, tanpanya
tapi kita terus menjaga
seperti yang diajarkan penuh cinta
Gus Sholah, pecinta alam begitu sahaja.
Tebuireng, Februari 2025
Penulis: Albii