Sebuah ilustrasi silaturahmi saat lebaran. (sumber: kompas)

Selain menjadi waktu untuk merayakan kemenangan setelah sebulan penuh menjalankan ibadah puasa, Lebaran juga menjadi ajang untuk berkumpul dengan keluarga, sahabat, dan kerabat yang jarang bertemu. Tradisi silaturahmi Lebaran menjadi salah satu kegiatan yang sangat penting untuk mempererat tali persaudaraan, menjaga hubungan sosial, dan saling memaafkan.

Namun, di balik kehangatan suasana Lebaran, sering kali muncul pertanyaan-pertanyaan yang tidak nyaman, bahkan bisa menyinggung perasaan orang lain. Pertanyaan tentang kehidupan pribadi, pencapaian, atau status seseorang yang tidak sesuai dengan ekspektasi keluarga atau kerabat dapat menciptakan ketegangan. Oleh karena itu, sangat penting bagi setiap individu untuk menjaga akhlak dan adab dalam berinteraksi saat silaturahmi Lebaran.

Fenomena Silaturahmi Lebaran dan Pertanyaan yang Tidak Nyaman

Pada umumnya, silaturahmi Lebaran dimaksudkan untuk saling berbagi kebahagiaan, mempererat hubungan, serta memberikan kesempatan untuk saling memaafkan dan memperbaiki hubungan yang renggang. Namun, di tengah suasana yang penuh kebahagiaan itu, muncul fenomena yang cukup sering terjadi, yakni pertanyaan-pertanyaan pribadi yang dapat menimbulkan rasa tidak nyaman. Beberapa contoh pertanyaan yang sering diajukan dalam pertemuan silaturahmi Lebaran antara lain:

  1. “Kapan nikah?”
  2. “Kapan punya anak?”
  3. “Apa aja pencapaianmu?”
  4. “Kerja apa sekarang?”
  5. “Berapa gaji kamu?”
  6. “Kapan lulus?”
  7. “Kapan beli rumah?”
  8. “Kok gendutan, Kok kurusan… dan hal lainnya…”

Pertanyaan-pertanyaan ini sering kali muncul tanpa mempertimbangkan situasi atau kondisi orang yang ditanya. Bagi sebagian orang, pertanyaan seperti ini bisa terasa sangat personal, bahkan menyakitkan, terutama jika seseorang sedang menghadapi tekanan atau kesulitan dalam hidupnya.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Baca Juga: Konsep Silaturahmi KH. Hasyim Asy’ari dalam Kitab at-Tibyān

Menjaga Akhlak dalam Silaturahmi Lebaran

Sebagai umat Islam, kita diajarkan untuk selalu menjaga akhlak dan adab dalam setiap interaksi sosial. Rasulullah SAW mengajarkan bahwa silaturahmi bukan hanya sekadar berkumpul, tetapi juga memperlakukan orang lain dengan baik dan penuh rasa hormat. Salah satu cara menjaga akhlak dalam silaturahmi adalah dengan menghindari pertanyaan-pertanyaan yang terlalu pribadi atau sensitif.

  1. Menghindari Pertanyaan Tentang Status Perkawinan dan Keluarga

Pertanyaan seperti “Kapan nikah?” atau “Kapan punya anak?” sering kali diajukan dengan niat yang baik, yakni ingin mengetahui kabar terbaru atau menunjukkan perhatian. Namun, bagi sebagian orang, pertanyaan ini bisa menimbulkan tekanan atau rasa tidak nyaman. Setiap orang memiliki perjalanan hidup yang berbeda, dan tidak semua orang memiliki kesempatan atau keinginan untuk menikah atau memiliki anak pada usia tertentu.

Misalnya, seorang wanita yang belum menikah di usia yang dianggap “terlambat” menurut pandangan sebagian orang mungkin merasa cemas atau tertekan dengan pertanyaan semacam itu. Begitu juga dengan pasangan yang mungkin sedang berjuang dengan masalah kesuburan atau memiliki alasan pribadi mengapa mereka belum memiliki anak. Oleh karena itu, sangat penting untuk menghindari pertanyaan-pertanyaan yang dapat menyinggung perasaan orang lain dalam hal-hal yang bersifat pribadi.

  1. Menghindari Pertanyaan Tentang Pencapaian Pribadi yang Terlalu Ambisius

Pertanyaan seperti “Sudah dapat pekerjaan tetap?” atau “Kapan lulus?” juga sering kali diajukan tanpa mempertimbangkan kondisi orang yang ditanya. Tidak semua orang memiliki jalur hidup yang mulus atau pencapaian yang sesuai dengan harapan masyarakat. Beberapa orang mungkin sedang berjuang dengan pekerjaan atau pendidikan mereka, dan pertanyaan semacam ini bisa menambah beban mental yang mereka rasakan.

Bagi seorang remaja atau anak muda yang sedang berusaha menyelesaikan pendidikannya, pertanyaan “Kapan lulus?” bisa sangat menekan, apalagi jika mereka merasa belum berhasil memenuhi ekspektasi keluarga atau masyarakat. Sama halnya dengan pertanyaan tentang pekerjaan, bagi mereka yang sedang menganggur atau mencari pekerjaan, pertanyaan seperti “Kerja di mana sekarang?” bisa menjadi pengingat yang menyakitkan tentang kondisi ekonomi mereka yang belum stabil.

  1. Menghindari Pertanyaan yang Menyentuh Kehidupan Pribadi yang Sensitif

Tidak jarang kita mendengar pertanyaan tentang kehidupan pribadi seseorang, seperti “Kenapa belum punya pacar?” atau “Kenapa belum punya anak?” Pertanyaan semacam ini sangat sensitif, karena bisa berkaitan dengan masalah pribadi yang belum bisa atau tidak ingin dibagikan oleh orang tersebut. Bisa jadi, orang yang ditanya sedang berjuang dengan masalah pribadi yang berat, seperti perceraian, masalah kesehatan, atau masalah keluarga lainnya.

Selain itu, ada juga pertanyaan-pertanyaan yang terlalu menghakimi, seperti “Kenapa kamu belum menikah?” atau “Apakah kamu tidak ingin punya anak?” Pertanyaan seperti ini bisa menambah rasa tidak nyaman dan membuat orang yang ditanya merasa tidak dihargai atau dipahami. Oleh karena itu, kita harus belajar untuk menjaga sensitivitas terhadap perasaan orang lain, dan berusaha menghindari pertanyaan yang terlalu pribadi.

Solusi untuk Menjaga Akhlak dalam Silaturahmi Lebaran

Sebagai solusi untuk menjaga akhlak dan adab saat silaturahmi Lebaran, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:

  1. Fokus pada Pertanyaan yang Positif dan Membuka Ruang untuk Percakapan yang Menyenankan

Alih-alih bertanya tentang hal-hal yang sensitif, kita bisa mengajukan pertanyaan yang lebih umum dan ringan, seperti “Apa kabar?” atau “Bagaimana kegiatan selama Ramadan?” Pertanyaan semacam ini dapat menciptakan suasana yang nyaman dan menyenangkan tanpa menyinggung perasaan orang lain.

2. Hargai Pilihan Hidup Orang Lain

Setiap orang memiliki perjalanan hidup yang unik. Sebagai contoh, jika seseorang belum menikah atau belum memiliki anak, kita sebaiknya menghargai keputusan dan perjalanan hidup mereka tanpa memberikan penilaian atau tekanan. Kita harus belajar untuk menerima perbedaan dan tidak memaksakan ekspektasi kita pada orang lain.

3. Bersikap Empati dan Sensitif Terhadap Kondisi Orang Lain

Sangat penting untuk berempati dan peka terhadap kondisi orang lain, terutama saat berbicara tentang topik yang sensitif. Jika seseorang tampak tidak nyaman atau menghindari pertanyaan tertentu, kita sebaiknya tidak memaksakan diri untuk menggali lebih dalam. Memberikan ruang bagi orang lain untuk berbicara tentang apa yang mereka pilih adalah salah satu bentuk penghargaan terhadap kebebasan pribadi mereka.

Silaturahmi Lebaran adalah kesempatan yang berharga untuk mempererat tali persaudaraan, saling memaafkan, dan berbagi kebahagiaan. Namun, kita perlu mengingat bahwa pertanyaan yang terlalu pribadi atau sensitif bisa menimbulkan ketidaknyamanan. Oleh karena itu, menjaga akhlak dan adab saat berbicara dengan orang lain sangat penting, terutama dalam menghindari pertanyaan yang bisa menyakiti perasaan atau menyinggung privasi orang lain. Dengan saling menghormati dan menjaga empati, kita dapat memastikan bahwa silaturahmi Lebaran tetap menjadi momen yang penuh berkah dan kebahagiaan bagi semua pihak.



Penulis: Albii