sumber ilustrasi: aksara.co

Oleh: KH. Fahmi Amrullah Hadziq*

اِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُه لا نبي بعده

اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى سيّدنا مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن

يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

Jamaah Jumat Rahimakumullah

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Diriwayatkan suatu hari baginda Nabi sedang berjalan-jalan, kemudian beliau mendapati beberapa orang berkerumun di satu tempat. Melihat beberapa orang (sahabat) berkumpul di suatu tempat, maka baginda pun bertanya kepada mereka, “Ada apa? Kenapa kalian berkumpul di tempat ini?” Sekelompok orang ini menjawab, “Ya Rasulullah, ada seorang gila yang sedang mengamuk.” Karena itulah, kami berkumpul di tempat ini.

Setelah mendengan jawaban dari para sahabat itu. Maka Nabi berkata kepada mereka, “Sungguh dia tidak lah gila, dia itu adalah mubtalaa (orang yang sedang ditimpa musibah). Tahukah kalian siapa orang gila yang sesungguhnya?” Para sahabat menjawab, “Kami tidak tahu Ya Rasul.”

“Ketahuilah orang gila yang sesungguhnya, adalah mereka yang berjalan di muka bumi ini dengan penuh kesombongan. Yang memandang orang lain dengan pandangan merendahkan, yang membusungkan dada seraya memohon kepada Allah agar kelak memberikan surga kepadanya. Padahal mereka senantiasa bermaksiat kepada-Nya. Orang yang berbuat buruk dan mengganggu kenyamanan orang lain. Orang yang kebaikannya tidak pernah diharapkan. Itulah al-majnun haqq al-majnun (orang gila yang sesungguhnya).”

Jamaah Jumat Rahimakumullah

Mubtalaa (orang yang ditimpa musibah) sesungguhnya adalah penderita satu penyakit yang akalnya tidak dapat menangkap objek dengan benar. Sehingga akalnya tidak menangkap sesuatu dengan baik dan benar, lalu menimbulkan kebingungan dan kekacauan pikiran. Dan mubtalaa ini yakni mereka yang sering terlihat di jalan-jalan. Mereka berpakaian berantakan, tidak pakai baju, bicara sendiri. Orang seperti ini harus dibantu, diringankan bebannya.

Sementara majnun adalah mereka yang akalnya masih waras. Akan tetapi akalnya dikuasai oleh nafsunya, sehingga akalnya menjadi kotor. Dan yang menonjol adalah nafsunya. Ciri utama orang majnun yakni ada kesombongan bagi dirinya. Padahal Nabi sudah mengingatkan,

عن عبد الله بن مسعود: لا يدخلُ الجنَّةَ من كانَ في قلبِه مثقالُ ذرَّةٍ مِن كِبرِ ولا يدخلُ النَّارَ مَن كانَ في قلبِه مثقالُ ذرَّةٍ

“Tidak akan masuk Surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar biji sawi.”

Sombong karena memiliki kekuasaan, jadilah dia orang yang gila jabatan. Tidak rida jika jabatan ini berpindah kepada orang lain, maka ia kerahkan keluarganya, mulai dari istrinya, anaknya, keponakannya, atau siapa pun yang memiliki kerabat dengan dirinya untuk bisa menguasai jabatan tersebut. Padahal jabatan tersebut itu adalah amanah. Jika menyelewengkan jabatan, kelak pasti di hari kiamat berakhir dengan penyesalan. Baginda Nabi mengingatkan,

عن أبي هريرة رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: إنكم سَتَحْرِصُونَ على الإِمَارَة، وستكون نَدَامَةً يوم القيامة، فَنِعْمَ المُرْضِعَةُ وَبِئْسَتِ الفَاطِمَةُ

Abu Hurairah meriwayatkan dari Nabi bahwa beliau bersabda, “Sesungguhnya kalian akan berambisi untuk mendapatkan kekuasaan, padahal kekuasaan itu akan menjadi penyesalan pada hari Kiamat. Kekuasaan itu enak di awalnya (dunia) seperti bayi yang diberi asi ibunya, namun tidak bagus di akhirnya (akhirat) seperti bayi yang disapih.”

Ketika orang ini sudah gila harta, maka ia akan melakukan apa pun yang dia inginkan, tidak lagi berpikir mana halal mana haram. Yang penting apa yang diinginkan dapat diperoleh. Maka Nabi mengingatkan lagi,

هَلَاكُ أُمَّتِيْ فِيْ شَيْئَيْنِ تَرْكِ العِلْمِ وَجَمْعِ المَالِ

“Kebinasaan umatku terletak pada dua hal, yaitu (1) meninggalkan ilmu, dan (2) menumpuk harta.”

Kalau orang sudah meninggalkan ilmu jadilah kemudian orang yang bodoh. Terkadang juga orang bodoh itu berfatwa, celakanya lagi banyak orang bodoh lainnya yang mengikuti fatwanya.  Begitu pun orang yang menumpuk harta. Terkadang orang ini banyak harta, rumah, kendaraan, dan sebagainya. Ia lupa ketika mati dirinya hanya membawa sehelai kain putih dan dipendam dalam tanah ukuran 2×1 meter. Itu saja yang dibawa. Apalagi diikuti dengan sifat pelit. Sudah menumpuk harta, pelit lagi. Dan mereka inilah yang disebut al-majnun haqq al-majnun (orang yang benar-benar gila).

Hendaklah ciri-ciri tersebut jangan sampai ada pada diri kita. Hendaknya diri kita sebagai muslim menjalani kehidupan ini dengan tenang dan damai. Bersikap santun dan sopan kepada orang lain. Tidak pula merendahkan, mudah emosi, atau marah.

وَعِبَادُ الرَّحْمَٰنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا

Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan. (QS. Al-Furqan: 63)

Semoga kita bisa menjalani kehidupan ini denga tenang. Apabila ada titik kesombongan pada hati kita, segeralah bersihkan dengan sifat-sifat kerendahan hati.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ
وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ
وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

*Kepala Pondok Putri Pesantren Tebuireng.

Pentranskip: Yuniar Indra Yahya