Sumber gambar: generasisalaf.wordpress.com

Oleh: KH. Musta’in Syafii

اِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُه اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى سيّدنا مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَسْلِيمًا كَثِيْرًا

اتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ  فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ

وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَانًا حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْرًا حَتَّى إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ (الاحقاف:15).

أُو۟لَـٰۤىِٕكَ ٱلَّذِینَ نَتَقَبَّلُ عَنۡهُمۡ أَحۡسَنَ مَا عَمِلُوا۟ وَنَتَجَاوَزُ عَن سَیِّـَٔاتِهِمۡ فِیۤ أَصۡحَـٰبِ ٱلۡجَنَّةِۖ وَعۡدَ ٱلصِّدۡقِ ٱلَّذِی كَانُوا۟ یُوعَدُونَ

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Melanjutkan konsep Al-Qur’an tentang panduannya bagi orang yang sudah berusia 40 tahun. Dan bahasan kutbah kali ini seri ke-35. Ada enam panduan untuk bagi mereka yang telah berusia 40 tahun.

Dalam hal ini kita akan membahas panduan yang ketiga, yakni وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ (semoga amal saya diridai Allah). Hidup berstandar Tuhan yang mendasar adalah teologis; prespsi keimanan. Artinya semua perbuatan amal kita mesti merujuk kurikulum Tuhan, sebagai pegangan itu Kitabullah dan Sunnah. Apa-apa yang diridhai Allah dan Rasulullah itu lah yang terbaik.

Ada hal yang terjadi di tengah-tengah keberagamaan kita, bahwa Hadraturrasul Muhammad SAW secara tegas sekali menyabdakan bahwa penggantinya itu 4; Abu Bakar RA, Umar ibn Khattab RA, Usman ibn Affan RA, dan Ali ibn Abi Thalib RA, ditambah enam sahabat pilihan—jadinya sepuluh orang. Mereka sejak hidup sudah diinformasikan oleh Nabi akan dipastikan masuk surga. Artinya mereka sudah diridhai oleh Allah. Jumhur ulama memutuskan agar menghormati apa yang diputus oleh Hadraturrasul tadi.

Dalam keagamaan kita kita mengenal orang muslim beriman yang kurang respon dan meghargai terhadap Khulafa’ Rasyidin. Aliran tersebut ada yang sangat keras, mereka tidak pernah menghargai Abu Bakar, Umar dan seterusnya, hanya Rasulullah dan keluarganya saja. Kitab Maulid al-Diba’i yang sering dibaca di kalangan pesantren itu, mulai Ya Rabbi Shalli, Ya Rasulall, Shalatullah, kemudian raw-rawi hingga Ya Badratim tidak pernah ada yang memuji Abu Bakar, Umar. Yang dipuji hanya Rasulullah, Sayyidina Ali, dan keluarga Nabi. Tapi itu menjadi amalan kaum Nahdliyyin. Saya ingatkan, kitab tersebut tidak perlu menjadi pedoman mutlak. Sebab kita seorang muslim yang menghargai Abu Bakar, Umar, dan sahabat lain.

Dulu di masa kerajaan Jawa ada seorang raja yang bernama Ki Ageng Pengging, sebuah kerajaan kecil di Boyolali, Jawa Tengah. Dia punya guru yang beraliran Syiah tajam. Sosok guru itu sampai mendoktrin Ki Ageng membenci betul terhadap Abu Bakar dan Umar. Ki Ageng Pengging punya dua anjing yang dinamai Abu Bakar dan Umar, karena saking bencinya terhadap Khulafa’ Rasyidin. Kemudian ada kiai yang tahu pengaruh Ki Ageng Pengging jika dibiarkan, maka kiai itu menyelipkan beberapa dialog di dalam ritus keagamaan shalat Tarawih. Yakni ketika selesai Tarawih pasti ada komando untuk menyebut para khalifah.

Al-Khalifah al-Awwal Abu Bakr al-Shiddiq Tardhauna anhu yang diucapkan oleh muraqqi. Kemudian disahut oleh para makmum Nardhauna anhu, adalah pendidikan seorang muslim agar dapat menjadi tangkisan terhadap ajaran Syiah yang digaungkan oleh Ki Ageng Pengging. Hingga demikian sampai sekarang, setiap shalat Tarawih yang berjumlah sepuluh kali salam ada selipan ungkapan keridhaan terhadap Khulafa’ Rasyidin.

Ini adalah bukti bahwa ulama dulu itu sangat responsif terhadap ajaran yang mau digerogoti dan dipudarkan, meski hanya sekedar “cinta sahabat”. Mestinya para ulama’ saat ini harus lebih sensitif akan kemungkaran, meski melawan kebijakan politik. Seperti kiai yang melawan kebijakan Ki Ageng Pengging. Ini menunjukkan bahwa perhatian kepada ulama’ dulu terhadap hal-hal yang bisa menodai kridhaan kita kepada Allah dari sisi apa pun harus kita cegah.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ

وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ

وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ



Ditranskip oleh: Yuniar Indra Yahya