qurban-tebuirengOleh: Ustadz Yusuf Suharto*

Syarat Penyembelihan

Sembelihan dianggap sah apabila dilakukan:

  1. Dengan sengaja.
  2. Putusnya saluran pernafasan dan saluran makanan di leher hewan yang disembelih.

Waktu Penyembelihan

Dimulai sejak terbitnya matahari pada hari raya Idul Adha, seusai shalat Ied dan dua khotbah sampai tenggelamnya matahari pada hari tasyrik. Disebutkan dalam Fathul Qarib:

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

(و) يدخل (وقت الذبح) للأضحية (من وقت صلاة العيد) أي عيد النحر وعبارة الروضة وأصلها يدخل وقت التضحية إذا طلعت الشمس يوم النحر، ومضى قدر ركعتين وخطبتين خفيفتين انتهى، ويستمر وقت الذبح (إلى غروب الشمس من آخر أيام التشريق) وهي الثلاثة المتصلة بعاشر ذي الحجة

Kesunnahan Penyembelihan

Hal-hal yang disunnahkan menjelang dan saat akan menyembelih qurban adalah:

  1. Membaca basmalah
  2. Membaca shalawat
  3. Menghadap qiblat
  4. Membaca takbir tiga kali
  5. Membaca doa

اَللَّهُمَّ هَذِهِ مِنْكَ وَإِلَيْكَ فَتَقَبَّلْ

“Ya Allah, nikmat ini dari-Mu dan kembali kepada-Mu, maka terimalah (qurban ini).

Dalam Tawsyih Syekh Nawawi al-Jawi menambahkan beberapa kesunahan lainnya yaitu:

  1. Menggunakan pisau yang tajam (menajamkan pisau)
  2. Hewan qurban dibaringkan ke arah kiri
  3. Mengikat semua kakinya, selain kaki kanan bagian belakang
  4. Menyediakan air untuk diminum hewan yang akan disembelih

Alokasi Daging Qurban

Setelah hewan qurban disembelih bagi pihak yang berqurban harus menyedekahkan dagingnya kepada fakir miskin orang-orang Islam. Tidak boleh diberikan kepada non muslim. Selain itu disunnahkan memakan sebagiannya dalam rangka mengharap barokah dan menyedekahkan sisanya. Ketentuan ini berlaku jika qurban yang dilaksanakan adalah qurban sunnah. Jika qurban yang dilaksanakan qurban wajib, maka ia tidak boleh memakannya, walaupun sedikit, harus disedekahkan semua.

Qurban Bersama

Berikut adalah salah satu praktek berqurban Rasulullah bersama para sahabatnya. Dalam sebuah riwayat, Abu Asad as-Sulami berkata:

عَنْ أَبِي اْلأَسَدِ السُّلَمِي عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ كُنْتُ سَابِعَ سَبْعَةٍ مَعَ رَسُولِ اللهِ قَالَ فَأَمَرَنَا نَجْمَعُ لِكُلِّ رَجُلٍ مِنَّا دِرْهَماً فَاشْتَرَينَا أُضْحِيَّةً بِسَبْعِ الدَّرَاهِمِ فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللهِ لَقَدْ أَغْلَيْنَا بِهَا. فَقَالَ رَسُولُ اللهِ إِنَّ أَفْضَلَ الضَّحَايَا أَغْلاَهَا وَأَسْمَنُهَا

“Saya adalah orang ketujuh bersama Rasulullah Saw, kemudian Beliau memerintahkan agar kami mengumpulkan uang Dirham, kemudian kami membeli hewan qurban dengan 7 Dirham tadi. Kami berkata: “Ya Rasulallah, kami membeli hewan qurban termahal”. Kemudian Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya hewan qurban yang terbaik adalah yang paling mahal dan gemuk” (HR Ahmad no. 15533)

Hewan Qurban menjadi Kendaraan di Akhirat

Hal ini bukan sebuah mitos yang tidak berdasar, melainkan bersumber dari ijtihad ulama dari hadis berikut:

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « مَا عَمِلَ آدَمِىٌّ مِنْ عَمَلٍ يَوْمَ النَّحْرِ أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ مِنْ إِهْرَاقِ الدَّمِ إِنَّهَا لَتَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَشْعَارِهَا وَأَظْلاَفِهَا وَإِنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنَ اللَّهِ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ مِنَ الأَرْضِ »

Diriwayatkan dari Aisyah bahwa Nabi bersabda: “Tidak ada amal manusia di hari qurban yang lebih dicintai oleh Allah daripada mengalirkan darah hewan. Sebab hewan itu akan datang di hari kiamat dengan tanduknya, bulunya dan kakinya. Dan sungguh darahnya telah diterima oleh Allah sebelum jatuh ke tanah” (HR al-Tirmidzi[1])

Al-Qari mengutip dari Zain al-Arab:

قَالَ الْقَارِي قَالَ زَيْنُ الْعَرَبِ : يَعْنِي أَفْضَلُ الْعِبَادَاتِ يَوْمَ الْعِيدِ إِرَاقَةُ دَمِ الْقُرُبَاتِ وَأَنَّهُ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ كَمَا كَانَ فِي الدُّنْيَا مِنْ غَيْرِ نُقْصَانِ شَيْءٍ مِنْهُ لِيَكُونَ بِكُلِّ عُضْوٍ مِنْهُ أَجْرٌ ، وَيَصِيرُ مَرْكَبُهُ عَلَى الصِّرَاطِ اِنْتَهَى .

“Amal yang paling utama di hari raya Idul Adha adalah menyembelih hewan. Dan hewan tersebut akan datang di hari kiamat sebagaimana ketika di dunia tanpa berkurang sedikitpun, agar setiap anggota tubuhnya memiliki pahala. Dan hewan tersebut menjadi kendaraannya di atas shirat.”

[1] Al-Tirmidzi menilai hasan gharib, namun para ulama menilainya dhaif, karena ada perawi bernama A’idzullah al-Mujasyi’i, menurut al-Bukhari tidak sahih, dan dinilai terpercaya oleh Ibnu Hibban (Tuhfat al-Ahwadzi, 4/145)


*Ketua Aswaja Center NU Jombang