sumber foto: Wahyu (whynot_wh27)

Satu minggu sebelum melepas kepergian dari tanah Jombang, saya mencoba ngopi santai barang satu hingga dua jam. Sendiri saja, kebetulan masih jomblo (bukan karena gak laku, tapi enggan untuk menghabiskan umur demi ayang-ayangan).

Seruput demi seruput kopi terasa sangat pahit. Betul kata orang “ngopi tanpa ditemani kekasih itu pahit. “Hehehehe” (hati tertawa padahal pikiran sedang bersedih). Salah satu nikmat Tuhan kepada manusia ialah melamun, dengan melamun kita akan mudah menjadi kaya, cukup jangan berkedip kita sudah bisa kaya raya sesuka hati. Sayangnya ketika melamun datang sosok yang tidak dikenal. Jauh lebih muda, bisa dibilang ini mahasiswa baru yang tiba-tiba meminta izin bergabung. “ ya monggo mas…” ucap saya mempersilakan.

Rupanya betul anak muda yang lugu ini baru saja masuk kampus. Masih tak tahu arah dan kadang tersesat, sudah coba tanya google maps tetap saja diarahkan ke dalam ketersesatan selanjutnya. Pemuda ini sudah kenal denganku dari kawan satu kontrakan. Heran seribu heran. Kenapa yang datang bukan perempuan.

Mas rekomendasi buku bacaan buat aku dong, yang ringan–ringan saja, jangan yang berat dulu deh, ucapnya setelah kita berkenalan.

Kebetulan di dalam tas ada buku Humor Jurnalistik karya Mahbub Djunaidi, buku ini bisa dikatakan buku wajib, bisa juga buku saku, dan bisa juga buku yang perlu didiskusikan oleh mahasiswa. Di dalamnya berisikan esai-esai yang ditulis secara lugas dan terkadang membuat kita terheran-heran, kita dibuat tertawa terbahak–bahak sekaligus merenungkan segala polemik yang terjadi di Negara kita.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Penulis Humor Jurnalistik ini merupakan putra KH. Muhammad Djunaidi dan ibunya Muchsinati, kemudian menikah dengan Asni Aysmawi putri dari KH Asymawi. Namun Mahbub enggan untuk dipanggil Gus, ia berkata “pentingkah keturunan itu? Tentu penting, walau sama sekali tidak menentukan kualitas. Soal kualitas ditentukan oleh berbagai faktor yang kompleks… (keturunan, Kompas 5-4-1987).

Mahbub pertama kali menulis cerpen berjudul ‘Tanah Mati’ yang dimuat oleh Kisah, lalu dikomentari HB Jassa yang dijuluki paus sastra Indonesia. karena tulisannya dan kesukaannya pada membaca termasuk pada sastra Rusia membuat Mahbub menjadi pimpinan redaksi majalah ‘siswa’ ketika sekolah MA dan juga menjadi pimpinan redaksi koran partai NU ‘Duta Masyarakat’ (1960-1970).

Suatu ketika Mahbub pernah mengaku lebih menyukai sastra dari pada Jurnalistik. Selain menulis Mahbub juga menerjemahkan beberapa buku diantaranya, Cakar-Cakar Irving (Art Buchwald), Binatangisme (George Verne), paling banyak penggemarnya adalah buku 100 Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah (Michael H. Hart) dan masih banyak lainnya.

Untuk menyelesaikan tulisan Mahbub hanya memerlukan satu hingga dua jam, terkadang buat satu tulisan dan tak jarang juga sekaligus dua tulisan. Hal ini dilakukan selama bertahun-tahun. Mahbub biasa menulis di kantor duta masyarakat pada siang hari. Pada malam harinya Mahbub sering berada di percetakan untuk menyelesaikan tugas-tugasnya.

“Mahbub adalah kader NU yang langka dan melampaui zamannya. Ia menulis sekali jadi. Hasilnya alamiah dan spontan.” ( Prof. Dr KH Chatibul Umam).

Dalam dunia organisasi Mahbub memulai karirnya di Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama tak lama menjadi anggota IPNU, Mahbub terpilih menjadi ketua umum pertama Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) selama dua priode. Organisasi kader NU untuk golongan mahasiswa yang memiliki ciri khas anggotanya sangat homogen, berorganisasi pada satu paham keagamaan. Salah satu cara mahbub membentuk jiwa dan semangat kader adalah melalui lagu-lagu, khususnya lagu mars organisasi yang ia ciptakan sendiri. Lagu yang dinyanyikan sebelum acara penting PMII hingga saat ini. Selanjutnya tongkat kepemimpinan PMII diberikan kepada M. Zamroni.

Tidak selesai di pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia, Mahbub diminta pula membantu pengembangan gerakan Pemuda Ansor. Ia sempat menduduki kursi sebagai salah satu ketua pucuk pimpinan organisasi NU untuk kalangan Pemuda tersebut. Hari-hari mahbub disibukkan dengan berkunjung ke daerah-daerah. Dan untuk organisasi ini pun ia menciptakan mars yang hingga kini kita lantunkan sebelum memasuki acara-acara formal maupun non formal.

Selanjutnya Mahbub menjadi salah satu wakil ketua Pengurus Besar Tanfidziah, Nadhlatul Ulama organisasi induk dari organisasi yang pernah ia perjuangan kan sebelumnya. Dalam dunia politik Mahbub menjabat sebagai wakil ketua DPP-PPP, kemudia beralih menjadi wakil ketua Majlis Pertimbangan Partai(MPP).

Yang saya suka dari buku ini mengupas sejarah demi sejarah yang biasanya kalau dibaca bikin kita ngantuk, kalau ini dibaca makin asyik. Beberapa tulisan juga masih sangat relevan dengan keadaan bangsa saat ini walaupun buku ini diterbitkan 2018. Penulis juga tak sungkan-sungkan dalam mengkritik siapa pun yang dipandang salah. Buku kolo demi kolom, dari hari ke hari dan asal usul menjadi buku Mahbub yang hingga kini banyak dibaca kalangan mahasiswa.

Buku ini tentu saya rekomendasi untuk kalangan mahasiswa baik yang baru masuk atau mahasiswa abadi, agar sedikit termotivasi saja. Selebihnya silakan baca dan simpulkan sendiri.

Mahasiswa baru ini pun langsung termotivasi dan meminjam buku yang baru saja aku rekomendasikan. Ucap saya terakhir padanya “orang yang meminjam buku adalah orang bodoh, tetapi mengembalikan buku pinjaman adalah orang gila.”  Selamat membaca.


Judul: Humor Jurnalistik
Penulis: Mahbub Djunaidi
Penerbit: IRCisoD
Halaman: 432
Pengulat: Wahyu (whynot_wh27)