
Oleh: Fathur Rohman*
Beberapa hari ini banyak tulisan yang memaknai ulang istilah radikalisme, mulai dari menganalisa asal usul katanya, sampai mengkritisi definisi radikalisme yang banyak disampaikan di media.
Banyaknya tulisan yang seakan memaknai ulang istilah radikalisme, padahal kamus bahasa Indonesia KBBI telah lama mendefinisikan arti radikalisme, namun beberapa hari ini seakan ada usaha mendefinisikan ulang istilah radikalisme.
Banyak tulisan-tulisan yang berusaha menggiring opini bahwa radikalisme itu baik, dan tidak sedikit yang menyatakan diri sebagai radikal dengan definisinya masing-masing yang tentunya bermuara pada pemahaman bahwa radikalisme itu adalah baik.
Bila sudah meyakini bahwa arti radikalisme itu memiliki pengertian yang baik, namun kenapa istilah ini seakan diprotes ketika digunakan oleh para pemegang kebijakan di negeri ini seperti para menteri atau orang-orang yang berafiliasi kepada pemerintahan.
Hal ini tentu memberikan pertanyaan besar kepada kita, kenapa kata ini begitu sensitif ketika diucapkan oleh kubu yang pro dengan pemerintah dan seakan langsung mendapatkan respon yang keras dari kelompok lainnya yang merasa tertuduh.
Saya menganalisa beberapa artikel ternyata keberatan itu diantaranya dilatarbelakangi oleh anggapan bahwa radikalisme merupakan embrio lahirnya terorisme. Radikalisme merupakan suatu sikap yang mendambakan perubahan secara total dan bersifat revolusioner dengan menjungkirbalikkan nilai-nilai yang ada secara drastis lewat kekerasan (violence) dan aksi-aksi yang ekstrem.
Ada beberapa ciri yang bisa dikenali dari sikap dan paham radikal. 1) intoleran (tidak mau menghargai pendapat dan keyakinan orang lain), 2) fanatik (selalu merasa benar sendiri; menganggap orang lain salah), 3) eksklusif (membedakan diri dari umat Islam umumnya) dan 4) revolusioner (cenderung menggunakan cara-cara kekerasan untuk mencapai tujuan).
Hal itulah mungkin yang menjadikan sebab begitu sensitifnya kata radikalisme ketika disebutkan, karena seakan orang yang merasa disebut radikalisme akan berpotensi menjadi seorang terorisme, bila hal ini yang memang dirasakan oleh orang-orang yang marah bila disebutkan istilah radikalisme karena merasa tertuduh.
Maka perlu kiranya berdiskusi lagi tentang pembahasan radikalisme melalui diskusi-diskusi yang mendalam dan intensif agar betul-betul memberikan pemahaman yang meyakinkan kepada semua pihak; apakah betul nantinya radikalisme itu dapat menyebabkan lahirnya terorisme bila dibiarkan berkembang, ataukah bahwa radikalisme itu tidak ada hubungannya dengan terorisme, ekstrimisme, dan lain-lain.
Semoga semua yang berseberangan tentang definisi istilah radikalisme ini bisa duduk bersama, berdiskusi, dan membahas dengan saling menyampaikan argumen, bukti-bukti atau dalil-dalil yang kuat agar tetap terwujudnya persatuan bangsa Indonesia, khususnya di antara umat Islam yang sekarang sedang saling memberikan bantahan satu sama lain tentang pengertian radikalisme.
Allahu a’lam bisshowab.
*Penulis adalah dosen dan Kaprodi Pendidikan Bahasa Arab Unhasy Jombang.