Sumber gambar: http://riaumandiri.co/read/detail/7805/distangan-raih-juara-penghijauan-lingkungan.html

oleh: Iryan Ramadhani

“Aku adalah bagian lain yang Tuhan ciptakan untuk menjaga alam dengan segala ketulusan dan aku hanyalah anak kecil, yang terus bertanya untuk apa isi bumi ini dilestarikan.”

Suara-suara merdu kicauan burung hendak membangunkan segala yang masih lelap dengan mimpi semalam larut. Embun sudah jatuh di kelopak mawar, dan tentunya udara segar telah kami hirup bersama sebagai tanda syukur telah menikmati pagi lagi. Tepatnya hari Rabu, sinar matahari ini seakan membuat pukul 07.00 WIB ini menjadi lebih indah dari pada pagi yang telah berlalu sebelumnya, hari ini juga adalah waktu di mana aku dan Ahmad memilih untuk membersihkan pesantren kami, sekalipun memang tak pernah ada jadwal untuk sekadar membersihkan tempat kami sendiri. Tetapi karena kami selalu diajari tentang menjaga dan merawat bumi, maka kami tulus dan bahagia melakukannya.

Seperti hari ini, sebenarnya tak ada jadwal kemana pun atau apapun, termasuk jalan atau sekadar beli-beli. Sehingga untuk mengisi waktu kosong, kami memilih untuk mengunjungi green house, sebuah tempat di mana kami akan menemui tumbuh-tumbuhan, tanaman obat, dan lainnya yang akan membuat alam ini semakin hijau dan indah. Tentunya menyelamatkan nafas-nafas manusia dari segala hiruk-pikuk polusi udara dunia saat ini.

Selama berada di sini, kami tidak diperbolehkan memetik ataupun merusak tanaman yang ada di green house tanpa seizin guru piket. Sejak 3 bulan yang lalu, green house ini belum pernah sekalipun dibersihkan. Kemarin, bu Selena mengajak kami untuk membersihkan dan mengecek keadaan maupun kondisi green house. Sebelumnya aku menolak ajakan bu Selena, karena menurutku lebih baik membaca buku di perpustakaan dari pada membuang-buang waktu hanya untuk membersihkan tumpukan sampah daun-daun kering. Tapi karena  Ahmad mengatakan bahwa di dalam green house terdapat banyak bunga langka, seperti bunga anggrek ungu, raflesia, dan beberapa jenis kantong semar. Aku pun menarik kata-kataku pada bu Selena dan memilih ikut ajakannya.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

“Selamat pagi anak-anak, hari ini kita akan membersihkan green house ini dengan peralatan yang sudah saya siapkan. Ya, walaupun hanya sedikit, tapi tidak apa. Ini lebih dari cukup,” sapa bu Selena dengan begitu teduh di hadapan kami.

“Tapi Bu, apa yang harus kami lakukan di green house ini?” tanya Ahmad.

“Ya, mungkin bisa mengumpulkan daun-daun yang sudah kering. Seperti ini, “ seraya mengambil daun bunga Matahari yang kering menggunakan tangan kanannya. “Juga mungkin bisa menyirami tanaman-tanaman yang ada di sini dengan air selang,” bu Selena begitu khidmat menjelaskannya.

“Sudah itu saja, bu?” aku mulai berani bertanya pada bu Selena.

“Ehm… tapi ingat, jangan sampai memetik ataupun merusak tanaman yang ada di green house ini. Soalnya tukang kebun sekolah ini membutuhkan waktu sekitar 2 bulan untuk merawat semua tanaman ini,” lanjut bu Selena menegaskan kepada kami.

Kalau dilihat-lihat, beberapa tanaman yang ada di green house ini. Terasa asing bagiku, misalnya saja bunga anggrek. Anggrek yang terdapat dalam green house ini memiliki banyak sekali macam. Walaupun sebenarnya jenisnya sama. Dan satu lagi yang membuatku aneh dan penasaran, kenapa bunga Raflesia dijuluki bunga bangkai? Apa mungkin saja karena aroma bau seperti bangkai yang sangat menyengat dapat membuat orang mengira bahwa aroma tersebut seperti bangkai, dalam pelajaran IPA sendiri dijelaskan bahwa bunga ini sangat jarang sekali ditemukan. Ada yang berpendapat  bahwa bunga yang satu ini sangat langka, Ahmad mengatakan bahwa di Sekolah ini mempunyai satu bunga Raflesia yang tidak sembarang orang dapat memasuki di ruangan green house tertentu.

“Bu Selena, boleh Nico tanya sesuatu?” tanyaku pelan.

“Ya, ada apa Nico?” jawab Bu Selena sambil masih memegang pot bunga Matahari.

“Apa itu bunga Raflesia Bu?” tanyaku.

“Ekhm… (Bu Selena mengerutkan dahinya) bagaimana ya, nanti saja setelah pekerjaan ini selesai. Lebih baik kamu data beberapa nama tanaman yang ada di sini, kertas dan pulpen ada di dekat samping rak satu,” ucap Bu Selena.

Mungkin aku seharusnya tidak datang ke sini, tapi biarlah hari ini menjadi pengalamanku. Benar saja, aku sebenarnya tidak suka sekali dalam pekerjaan bersih-bersih atau pun merapikan. Walaupun sebenarnya semua orang pasti pernah melakukannya, di rumahku sendiri terkadang diriku masih terlihat manja. Hanya Bu Siti, yang merupakan pembantu rumahku yang mengelola apa pun, entah makanan, kebersihan, baju kotor, dan pokoknya kalau tidak ada Bu Siti siapa lagi yang mengelola rumah jika bukan dia.

****

Setelah setengah jam berlalu, akhirnya pekerjaanku sudah selesai bersama tumpukan sampah dan air selang. Terlihat dari raut wajahku sudah tercucur air keringat yang terus menetes banyak sampai membuat seragamku basah. Bu Selena tampak sedang menyiapkan es lemon segar di bangku kayu samping green house, lemon tersebut sepertinya berasal dari green house ini. Ternyata  green house di SMP A Wahid Hasyim ini juga tidak sekedar berisikan Tanaman dan bunga-bungaan saja, tanaman buah ternyata tumbuh subur di sekitar green house ini. Mulai dari buah rambutan, jeruk, lemon, anggur, mangga, belimbing, dan jambu. Mungkin hanya buah yang berbobot ringan saja yang dapat ditanaman di dekat green hous ini, karena lahan yang kurang memadai.

Lahan seluas 9 x 6 meter atau 54 meter persegi ini jarang sekali dibersihkan ataupun digunakan, karena Pak Gun yang merupakan kepala sekolah ini mengatakan bahwa green house ini tidak bebas dikunjungi siapa pun, tanpa seizin guru lab dan green house. Mungkin saja, karena perawatan yang kurang dan tanaman-tanaman yang sulit untuk dirawat dan tumbuh selain tanah dari campuran serbuk kayu dan merah yang hanya ada di green house ini.

 “Selamat menikmati es lemonya anak-anak,” ujar Bu Selena.

 “Iya Bu,” jawabku seraya menyegerakan diri untuk menghampiri Bu Selena. Dari depan pandanganku sudah terlihat 4 buah gelas kaca dan 1 teko kaca berisi es lemon, mungkin hanya ini yang dapat menghilangkan penatku sejenak.

“Bu Selena tidak punya lagi makanan selain ini?” tanyaku.

“Kalau mau, kalian ambil buah anggur dan jambu. Itu di atas kepala kalian ada banyak sekali, lumayan kan kalau dimakan pada saat-saat seperti ini,” ucap Bu Selena.

“Benar juga sih Bu, nanti Ahmad dan Nico akan mengambil bilah jaring untuk mengambil buah mangga, anggur, dan jambu yang sekiranya sudah matang,” ucapku pelan.

“Oke, nanti Bu Selena ambil piring dan pisau di kantor,” lanjut Bu Selena. Ia beranjak dari tempat duduknya, dan segera menuju kantor.

Dari awal sebenarnya aku sudah tidak yakin akan pekerjaan membantu di green house, aku terus memperlihatkan senyum palsu di depan Ahmad temanku dan Bu Selena. Aku tidak cukup kuat untuk bergaul dengan teman-temanku karena banyak hal. Hal pertama yang mungkin sangat bertentangan adalah melakukan sesuatu hal yang ada manfaatnya tanpa membuang waktu. Kedua, tidak melakukan suatu hal yang sekiranya membahayakan seperti tantangan. Ketiga dan terakhir, melakukan sesuatu hal itu harus mengikuti mood atau perasaanku sedang bersahabat.

Sebenarnya hanya itu saja, tapi aku lebih suka jalan-jalan dari pada berkunjung di green house ini. Maklum sih, karena keluargaku orang yang kaya tapi juga kaya akan banyak peraturan rumah yang membuatku sebal sekali ketika berada di rumah.

“Apakah kita masih lama berada di tempat ini?” tanyaku.

“Mungkin sebentar lagi, memang kamu mau pergi ke mana?” tanya Ahmad.

“Ada deh, soalnya aku sudah bosan dengan tempat ini,”

Ahmad sejenak tersenyum. “Kau tahu, ada ruangan lagi yang jauh lebih menakjubkan dari green house ini?” ucap Ahmad.

‘’Oh iya (seketika raut mukaku langsung serius), bisakah kita pergi ke ruangan itu sekarang?” lanjutku.

Sekitar 5 menit kemudian,  aku dan Ahmad menghabiskan waktu untuk mengobrol tentang ruangan itu. Ruangan alam. Begitu yang diucapkan Ahmad, tapi aku tidak percaya akan hal itu. Apakah ada green house dalam ruangan tertutup seperti sebuah ruangan kelas? tentu mungkin saja itu terjadi. Aku menyangka-nyangka tidak ada, mungkin saja itu hanya sebuah lelucon. Jam  di tanganku sudah menunjukkan pukul 10:50 WIB dan aku masih berada di green house ini. Pikirku mungkin saja Bu Selena sedang rapat di ruang guru, aku berpikir untuk pergi meninggalkan green house ini dan pergi menuju perpustakaan untuk membaca buku.

“Apakah kau tidak bosan dengan tempat ini Ahmad?” tanyaku.

“Tidak,” jawabnya.

“Mengapa?” tanyaku lagi.

 “Karena  aku suka dengan alam dan tumbuhan yang ada di sini,”

 Jawaban Ahmad membuatku tak percaya, sejak kapan dia suka sekali dengan Tumbuhan? Padahal dia selalu bersama dengan raket kesayangannya. Ya, dia merupakan senior bulu tangkis di sekolah ini dalam bidang lomba dan olahraga tentunya.

“Sejak kapan kamu suka sekali dengan alam dan tumbuhan Ahmad?” tanyaku.

“Sejak kecil, aku tidak pernah sekalipun membicarakannya pada siapa pun selama di sini.  Sudah dua setengah tahun kita bersekolah di sekolah ini, dan kamu orang pertama yang baru mengetahui ini,” ujar Ahmad.

“Untuk apa kau melakukan ini?”

“Bu Selena dan Ahmad sedang melakukan sebuah penelitian di sini,” suara Bu Selena tiba-tiba terdengar dari belakang tubuh kami.

Anu Bu Selena, saya dan Ahmad sedang mengobrol menunggu Bu Selena datang mengambil pisau. Saya kira Bu Selena sedang rapat, mengapa Bu Selena datang kemari lama sekali?” tanyaku.

“Tidak lama kok, tadi Bu Selena sedang mengambil pisau, tapi Pak Gun tadi menanyakan bahwa sebentar lagi ada rapat wali kelas. Jadi bel pulang akan dibunyikan lebih cepat, kalian tidak ingin pulang?”

“Itu dapat dipikirkan nanti Bu Selena, ehm… tadi kami sedang membicarakan ruangan alam,” ujar Ahmad

“Oh begitu, bagaimana pendapatnya? Ingat, kita masih punya kekurangan 1 orang untuk mengurusi ruangan itu,” respon Bu Selena.

“Nico bersedia menjaga lokasi tempat itu, dan dia juga ingin ikut dalam penelitian ini. Bisakah Bu Selena menceritakan dari awal sampai akhir tentang ruangan alam? Dia sungguh ingin mengetahuinya,” ujar Nico.

“Baiklah kalau begitu, kita sekarang berangkat ke gudang kamar belakang. Kita kembalikan semua peralatan, dan jangan lupa kunci kembali green house ini,” ucap Bu Selena .

“Siap Bu Selena,” jawabku pelan.

Setelah membereskan peralatan, Aku, Ahmad, dan Bu Selena berjalan menuju Gudang. Saat berjalan menuju gudang, aku banyak memikirkan aneh soal ruangan alam. Bagaimana bisa, ada ruangan seperti itu di sekolah ini? Kami sudah berdiri tepat di depan pintu, tertulis dalam sebuah papan plastik yang terdapat di depan pintu. Gudang penyimpanan kamar  no 2. Terlihat Bu Selena memasukkan tangan ke dalam kantong sakunya untuk mengambil kunci, dan kemudian membukannya. Tak lama setelah itu pintu Gudang terbuka.

“Nah anak-anak, selamat datang di ruangan alam. Yang menjadi awal dari semua penelitian dimulai,” ucap Bu Selena.

Aku hanya merasa terkejut.  Hanya itu perasaan yang kurasakan ketika pertama kali melihat ruangan alam. Ruangan seluas sekitar 9m X 6m ini ternyata menyimpan sesuatu yang menakjubkan, berbagai jenis tanaman langkah seperti Venus, Anggrek Tebu, Kantong Semar, Bunga Edelweis dan Daun Payung. Aku sangat tidak percaya dengan apa  yang aku lihat, bagaikan mimpi yang sedang terjadi namun ini kenyataan.

“Indonesia merupakan negara yang Agraris. Bahkan, menyebut tanah kita adalah tanah surga. Rimbunnya pepohonan di hutan Kalimantan dan Sumatera, seolah membenarkan bangsa Indonesia merupakan negara yang beriklim Tropis. Faktanya, sebagian besar hara pada daerah tropis tersimpan dalam bentuk biomassa, yakni pada batang, tangkai, daun, buah, berbagai bagian tumbuhan yang lain dan serasah. Sedangkan lapisan di bawahnya sangat minim hara. Mengapa Demikian?, Sebabnya adalah posisi Indonesia menurut garis lintang yang menyebabkan intensitas matahari dan curah hujan yang tinggi. Faktor geologi dan tanah dibentuk oleh kondisi tersebut dan menghasilkan suatu proses yang cepat dari pembentukan tanah baik dari pelapukan serasah maupun bahan induk,” penjabaran detail itu begitu membuat aku semakin memahami tentang semua ini.

Tidak hanya itu. Kehidupan vegetasi selanjutnya “ditopang” oleh serasah yang ia hasilkan sendiri. Daun tua, batang yang ambruk, ranting yang terjatuh, dan lain-lain akan mengalami dekomposisi yang cepat sehingga bisa segera digunakan oleh si pohon. Sisi negatif apabila kita tidak bisa menjaganya dan mengolahnya dengan baik dan benar, dengan demikian, bila kita lakukan perusakan hutan terus menerus, kita hanya akan meninggalkan beberapa rupiah saja dan tanah yang tandus pada anak cucu kita. Kita harus bersyukur bahwa kita diberikan kekayaan dari Tuhan, agar bisa dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.

Bu Selena juga men jelaskan bahwa terkadang kita tidak melihat dengan mata kita, kalau sebenarnya negara kita itu kaya. Lihatlah tanah air kita, menyimpan banyak sekali kekayaan yang berlimpah. Dari Sabang sampai Merauke. Semua sudah tersedia, hanya tinggal kita saja yang mengelola  dengan baik dan benar. Disisi lain para Oknum-oknum pelaku yang tidak bertanggung jawab, yang tidak lain hanya untuk kepentingan pribadi, mengambil kekayaan sumber daya alam secara terus menerus tanpa bertanggung jawab. Ini yang merupakan cikal bakal dari kekurangan pasokan makanan dan hasil dari sumber daya alam bagi seluruh warga masyarakat Indonesia. Yang akhirnya akan menimbulkan kerusakan dan bencana pun akan tiba hanya menunggu waktu saja.

“Kita sebagai generasi penerus bangsa, kelak seharusnya bisa menjadi pemimpin dimasa yang akan datang untuk mengelola dengan baik. Kalau saja tanah air kita tidak dijaga dengan baik, dari mana pasokan udara bersih dapat didapat?, hanya hutan yang bersih dari polusi dan beriklim tropis yang mampu menghasilkan pasokan udara yang bersih. Hutan di Indonesia mendapatkan julukan sebagai paru-paru dunia ke-2 setelah hutan Amazon, Brazil. Seharusnya kita bangga dan lebih menjaga hutan, tapi malah kita buta akan hal itu. Bangunan-bangunan baru seakan menggantikan pohon-pohon yang kokoh sebelumnya, gedung-gedung seakan menutupi hutan-hutan yang lebat. Maka dari itu, kita harus melestarikan tanaman yang punah mulai sedini mungkin. Itulah sebabnya ruangan alam ini dibuat demi melestarikan tanaman langkah yang sulit ditemukan pada saat-saat ini,” Bu Selena benar-benar membuat aku sangat paham tentang segala apapun yang Ia usahakan. Dan aku baru mengerti bahwa yang Ia lakukan adalah untuk Indonesia. bukan untuk sebuah kesia-siaan.

“Kata-kata ibu hampir sama dengan isi artikel yang dibuat oleh Suparlan, yakni berisikan pentingnya pendidikan karakter dalam upaya menanggulangi krisis multidimensi di Indonesia,” lanjutku.

“Jadi sekarang kamu sudah tahu, mulai besok, kamu yang piket menyirami tanaman yang ada disini setelah bel pulang denganku setiap hari,” ucap Ahmad.

“Apa? Setiap hari?”

“Ya, memang mau tahun depan?”

“Bu Selena bukannya guru pelajaran matematika? Kenapa bisa tahu akan hal tersebut?” tanyaku.

“Iya, Bu Selena karena peduli akan hal itu. Keinginan mengembalikan kembali tanaman yang langka, kini menjadi hobi Bu Selena sejak mendengar kabar berita bahwa negara kita semakin menurun tingkat pelestarian tanaman langka,” jawab Bu Selena.

Sejak saat itu, aku mulai mengenal begitu pentingnya menjaga dan melestarikan tanaman. Karena kita tidak tahu kapan bencana alam datang. Kelak cucu kita dapat melihat kembali tanaman yang sudah punah, dan ikut juga dalam melestarikannya. Ini tidak hanya untuk kita, tapi untuk siapapun yang akan hidup di masa mendatang, tepatnya di Indonesia.


*Ditulis oleh siswa kelas akhir SMP A. Wahid Hasyim Tebuireng Jombang.