sumber foto: https://konsultasisyariah.com/wp-content/uploads/2015/06/tarawih-cepat.jpg

Oleh: Nur Indah*

Shalat tarawih merupakan salah satu ibadah di Bulan Ramadhan yang pelaksanaanya terletak di antara dua ibadah khas di bulan Ramadhan yakni berbuka puasa setelah adzan maghrib dan juga sahur sebelum adzan subuh. Tidak hanya itu, sholat tarawih juga merupakan syi’ar di bulan Ramadhan yang penuh berkah keagungan dan kekuatan di sisi Allah swt sebagaimana diriwayatkan di dalam suatu hadist dari Abu Hurairah r.a : Sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda, “Barang siapa yang melakukan ibadah shalat tarawih di bulan Ramadhan hanya karena iman dan mengharapkan ridho Allah, maka baginya diampuni dosa – dosanya yang telah terlewatkan ( HR. Bukhori Dan Muslim ). Namun pernahkah kita mengetahui sejarah shalat tarawih dari masa ke masa? Pada rubrik kali ini kita akan mengupas lebih dalam lagi sejarah shalat tarawih dari masa ke masa sesuai dengan peradabannya.

Pada mulanya, Rasulullah SAW melaksanakan shalat tarawih 8 rakaat di masjid selama tiga malam saja, yakni pada malam ke- 3, malam ke- 25, dan terakhir pada malam ke- 27, akan tetapi Rasulullah saw menyempurnakan shalat tarawihnya hingga 20 rakaat di rumah Rasulullah sendiri.

Mengapa Rasulullah Saw melaksanakan shalat tarawih hanya 3 malam saja? maksud dari pelaksanaan tarawih tersebut adalah karena Rasulullah khawatir sholat tarawih tersebut dijadikan seperti shalat yang diwajibkan oleh Allah Swt, karena para jamaah bertambah semakin banyak dan sangat antusias melaksanakan ibadah tersebut, jika shalat tarawih tersebut menjadi ibadah shalat wajib.

Pada masa sahabat Umar ibn Khattab umat Islam mengerjakan shalat tarawih sendiri – sendiri. Kemudian Umar ibn Khattab berinisiatif untuk mengumpulkan para sahabat lainnya untuk melaksanakan shalat berjamaah di dalam masjid dengan satu imam, menggagas tarawih 20 rakaat kepada seluruh jama’ah tarawih yang diimami oleh Ubay ibn Ka’ab yang diikuti oleh para sahabat mulai dari Utsman, Ali, Ibnu Mas’ud, Abbas, Thalhah, Zubair, Muadz.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Para sahabat tersebut tidak menolak sama sekali perintah yang telah digagas oleh Umar ibn Khattab. Bahkan perintah yang telah digagas oleh sahabat Umar ibn Khatab tersebut sudah menjadi ijma’ sahabat dan semua ulama’ madzhab Syafi’i, Hanafi , Hanbali dan mayoritas madzhab Maliki.

Berbeda dengan sahabat Umar ibn Abdul Aziz yang mana menurut suatu redaksi di kitab Fathul Bari mengatakan bahwasanya kaum muslimin pernah melaksanakan shalat tarawih hingga 36 rakaat dan ditambah shalat witir 3 rakaat, maksud dari Raja Umar menambahkan jumlah rakaat tersebut adalah sebagai pengganti tawaf yang biasanya dilakukan oleh penduduk Mekkah setiap selesai 4 rakaat yakni 2 kali salam di Masjidil Haram.

Di dalam Kitab Fathul Bari tersebut juga dikatakan bahwasanya Imam Syafi’i dalam riwayat Az- Za’farani bahwa pernah menyaksikan umat Islam shalat tarawih di Madinah 39 rakaat dan di Mekkah 33 rakaat. Menurut Imam Syafi’i, shalat tarawih memang memiliki kelonggaran dan hal tersebut yang menjadi persoalan pada shalat tarawih bukanlah dari jumlah rakaatnya akan tetapi dari kualitas rakaat yang dikerjakannya.

Dan telah dijelaskan juga oleh Imam Ahmad, tidak ada batasan yang signifikan di dalam jumlah pelaksanaan shalat tarawih, melainkan tergantung panjang dan pendeknya rakaat yang didirikan, jadi tidak ada alasan sebenarnya bagi kita semua sebagai umat Islam untuk memperselisihkan jumlah rakaat sholat tarawih, semua hal tersebut sudah tertera dari zaman Rasulullah Saw hingga zaman sahabat.

Wallahua’lam


*Mahasantri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari